Friday, October 28, 2005

[Bisnis] 28 Oktober 2005

  • Sedikitnya 40% investor minoritas dari 6,5% pemegang saham publik PT Aqua Golden Mississipi Tbk menyatakan sepakat melakukan uji tuntas terhadap rencana perusahaan tersebut menjadi perusahaan tertutup (go private).
  • PT Astra Graphia Tbk akan membeli kembali (buyback) obligasi hingga mencapai Rp 3 miliar. Obligasi yang akan dibeli kembali adalah Obligasi I 2003 Astra Graphia. Buyback akan dilakukan pada 28 Oktober 2005 dengan pembeli siaga PT Mahanusa Securities. Perusahaan bidang solusi dokumen dan jasa teknologi informasi ini menerbitkan obligasi I Astra Graphia pada 2003 senilai Rp 150 miliar.
  • PT Trimegah Securities Tbk telah mengkonversi dua reksa dananya hingga mencapai 80% untuk reksa dana Trimegah Dana Terproteksi dan 33% untuk reksa dana Pundi Terproteksi.
  • Ruang gerak saham unggulan Bisnis semakin terbatas. Realitas tersebut seiring dengan berkurangnya insentif segar di BEJ. Pemodal hanya bermain selektif dan spekulatif guna menghindari risiko yang lebih besar. Faktor hari raya Lebaran yang kian dekat terus menyulut kelesuan pasar hingga transaksi Kamis kemarin. Bahkan pemodal pun enggan bertransaksi jangka panjang. Sebaliknya mereka terus melakukan trading temporer di saham unggulan yang memiliki isu menarik. Sebagian pemodal melepas sahamnya untuk mendapatkan dana tunai bagi keperluan belanja di hari raya Idul Fitri.
  • Hal ini mengakibatkan indeks BI-40 hanya bergerak di kisaran sempit 0,25% pada 278,380. Total volume saham Bisnis yang berpindahtangan 123 juta unit senilai Rp 290 miliar. Pelaku tampak hati-hati dan cenderung berspekulasi jangka pendek. Kegiatan transaksi kurang bergairah meski volume maupun nilai perdagangan di BEJ cukup tinggi. Indeks BEJ hanya naik tipis 1,522 poin atau 0,14% menjadi 1.063,697. Transaksi tutup sendiri atau crossing di saham Exelcomindo mencapai Rp 4 triliun. Kenyataan tersebut mampu mendongkrak volume transaksi di BEJ hingga 6,645 miliar unit senilai Rp 5 triliun. Investor asing bukukan net buying sebesar Rp 4,4 triliun akibat crossingdi saham Exelcomindo. Sedangkan kurs rupiah ditutup melemah di level Rp 10.020 per dolar AS. Indeks LQ45 berada di posisi 227,660 atau menguat 0,16%. Penguatan indeks ikut digerakan saham Astra International, Gudang Garam, Semen Gresik, dan lainnya.

[Bisnis] 27 Oktober 2005

  • Bank Indonesia menyatakan lelang SBI jangka waktu 1 bulan kemarin berhasil menyerap dana sebesar Rp 6,10 triliun dari total penawaran yang masuk sebesar Rp 6,11 triliun. Siaran pers bank sentral melaporkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) jangka waktu 1 bulan hasil lelang 26 Oktober 2005 sebesar 11,0%.
  • Panitia Kerja (Panja) A Panitia Anggaran DPR akhirnya memutuskan defisit anggaran 0,7% dari PDB atau sekitar Rp 19 triliun dalam rancangan APBN 2006 seperti keputusan awal.
  • Bursa Efek Jakarta (BEJ) tampak kehilangan insentif positif segar. Fenomena tersebut bisa diamati dari pergerakan indeks yang cenderung tersendat. Pelaku pasar enggan mengambil posisi jual beli di bursa. Mereka terus mengurangi aktivitasnya dan mulai mempersiapkan diri menyambut hari raya Idhul Fitri. Kalaupun mereka bertansaksi, itu pun hanya terbatas pada saham pilihan dan lapis kedua yang mempunyai isu individual menarik. Perilaku pemodal itu sudah berlangsung sejak minggu sebelumnya dan diperkirakan berlanjut sampai dengan perdagangan akhir pekan nanti.
  • Pada transaksi kemarin, indeks BEJ hanya bergerak di kisaran sempit 0,03 poin menjadi 1.062,175. Total volume saham yang diperjualbelikan sebanyak 1,79 miliar unit senilai Rp 955 miliar. Bayang-bayang kenaikan suku bunga SBI terus menghantui investor BEJ. Bahkan kekhawatiran terhadap naiknya bunga SBI membuat mereka enggan masuk bursa. Di sisi lain, minimnya aksi korporasi emiten turut menghambat pergerakan saham Bisnis ke tingkat lebih tinggi. Suasana puasa masih terus mewarnai aktivitas transaksi di BEJ. Realitas tersebut mengakibatkan perdagangan berjalan lamban. Saham-saham unggulan Bisnis hanya bergerak di kisaran sangat sempit. Kecenderungan itu dipicu lambannya emiten melaporkan kinerja keuangan kuartal III/2005 serta aksi korporasi lainnya.
  • Di samping itu, kurangnya gebrakan proaktif otoritas bursa ikut menyurutkan gairah investor di pasar modal. Banyak investor yang sudah menghentikan aktivitasnya. Mereka mulai berkonsentrasi menyambut datangnya lebaran pekan depan. Indeks BI-40 ditutup di posisi 277,681 atau hanya naik tipis 0,1%. Kenaikan indeks digerakkan saham Inco, Gudang Garam, Tambang Bukit Asam, Indosat, serta Indofood. Sedangkan saham pilihan lainnya terkoreksi dan cenderung stagnan. Investor asing makin agresif membuang sahamnya di BEJ dengan net selling sebesar Rp 147 miliar. Pihak asing berupaya mengurangi risiko di tengah minimnya insentif positif.

Wednesday, October 26, 2005

[Bisnis] 26 Oktober 2005

  • Penerbitan obligasi negara (re-opening) seri FR0031 kebanjiran permintaan (oversubscribed) sampai 5,4 kali dari jumlah indikatif yang dinyatakan Departemen Keuangan sebesar Rp 500 miliar. Seri FR0031 merupakan obligasi negara berbunga tetap 11% yang akan jatuh tempo pada 15 November 2020. Posisi FR0031 per 12 Oktober – sebelum lelang kali ini – sekitar Rp 1,05 triliun.
  • Bursa Efek Surabaya (BES) telah mengirimkan peringatan tertulis ketiga kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) atas keterlambatan penyampaian laporan keuangan Juni 2005. Direktur BES T Guntur Pasaribu mengatakan laporan keuangan periode Juni tahun ini paling lambat diserahkan ke BES pada 30 hari sejak tutup buku Juni (tanpa audit), 60 hari sejak tutup buku (jika dilakukan penelaahan terbatas), dan 90 hari sejak tutup buku (jika diaudit).
  • Bapepam meminta manajer investasi (MI) untuk segera menyelesaikan pembayaran pencairan (redemption) reksa dana yang telah melewati batas waktu yang ditentukan yaitu maksimal tujuh hari kerja setelah waktu pencairan.
  • Kekhawatiran pasar terhadap lonjakan inflasi tahun 2005 telah memangkas kurs saham Bisnis ke tingkat cukup dalam. Pemodal langsung merealisasikan keuntungan jangka pendek di BEJ. Karena inflasi tinggi yang diikuti naiknya suku bunga SBI sangat merugikan pasar saham. Sementara itu, kondisi pasar yang minim insentif membuat investor kehilangan motivasi bertransaksi di saham Bisnis. Pelaku pasar cenderung mengambil posisi aman yakni dengan melepas saham blue chips yang masih berpotensi gain. Tindakan ini cukup tepat guna mengurangi risiko kerugian lebih besar. Tindakan ini cukup tepat guna mengurangi risiko kerugian lebih besar.
  • Dampaknya, indeks BI-40 terpangkas 1,07% pada posisi 277,398. Total volume saham Bisnis yang berpindahtangan mencapai 232 juta unit senilai Rp 445 miliar. Mayoritas saham pilihan dibuang investor sehingga kursnya terkoreksi dalam jumlah bervariasi. Investor agresif mendiskon saham kapitalisasi besar, seperti Indosat, Telkom, Astra International, Inco, serta Gudang Garam. Tekanan jual dimotori pemodal asing yang membukukan net selling sebesar Rp 47 miliar. Lonjakan inflasi tahun 2005 yang diperkirakan mencapai 14% mendorong investor mengamankan portofolionya di BEJ.
  • Derasnya tekanan jual terhadap saham blue chips ikut merosotkan IHSG sebesar 10,910 poin ataui 1,02% menjadi 1.062,172. Demikian halnya indeks LQ45 ikut terpuruk 1,11% pada level 227,173. Harus diakui, lambannya emiten melaporkan kinerja kuartal III/2005 membuat investor kehilangan instrumen transaksi di bursa. Di sisi lain, faktor ibadah puasa dan hari raya lebaran yang semakin dekat ikut menyulut investor membuang saham Bisnis. Profit taking yang cukup deras di saham kapitalisasi besar mendongkrak volume transaksi di BEJ hingga 3,319 miliar unit senilai Rp 828,5 miliar.
  • Pemodal hanya melakukan trading temporer di tengah kondisi pasar yang minim insentif positif. Mereka sengaja melepas saham blue chips untuk mendapatkan sana tunai. Pasalnya, libur hari raya Idul Fitri cukup panjang sehingga anggaran belanja perlu ditingkatkan. Pernyataan Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah tentang ancaman inflasi yang bisa mencapai 14% telah menimbulkan kepanikan di kalangan pelaku pasar. Perdagangan saham Bisnis hari ini masih akan dibayangi jual beli spekulatif. Pemodal kembali merealisasikan keuntungan temporer.

Tuesday, October 25, 2005

[Bisnis] 25 Oktober 2005

  • Departemen Keuangan hanya membeli kembali delapan seri obligasi negara yang akan jatuh tempo pada periode 15 Februari 2006 – 25 Juli 2009 dari 12 seri surat utang negara yang bisa ditawarkan investor, dengan nilai sekitar Rp 2,5 triliun dari rencana semula Rp 3 triliun. Sisa tahun ini pemerintah berencana membeli kembali obligasi negara (buyback) secara tunai dengan plafon sekitar Rp 4 triliun – Rp 5 triliun dalam dua kali periode lelang yaitu masing-masing Rp 3 triliun dan Rp 2 triliun.
  • Gubernur BI Burhanuddin Abdullah memperkirakan inflasi 2005 akan mencapai 14% setelah memperhitungkan dampak dari kenaikan harga BBM putaran kedua tahun ini terhadap peningkatan biaya transportasi.
  • PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk akan menerbitkan saham baru (rights issue) sebanyak tiga miliar lembar saham dengan harga Rp 100 per saham dimana ICB Financial Group Holding Limited Malaysia sebagai pembeli siaga. Rasio rights issue itu adalah pemegang enam saham lama berhak membeli sembilan saham baru (6:9).
  • Kalangan investor masih ragu mengambil posisi di BEJ. Hal itu akibat minimnya insentif penggerak pasar belakangan ini. Sebagian pemodal kembali mendiskon saham unggulan guna merealisasikan keuntungan tersisa. Perayaan Idul Fitri yang kian dekat membuat investor hati-hati bertransaksi di saham blue chips. Mereka sengaja mengurangi aktivitasnya di BEJ dan berkonsentrasi melaksanakan ibadah puasa yang hanya tersisa seminggu lagi. Disisi lain, lambannya aksi korporasi emiten, terutama publikasi kinerja keuangan kuartal III/2005 ikut menghambat pergerakan saham Bisnis.
  • Akumulasi berbagai sentimen di atas langsung menjatuhkan indeks BEJ sebesar 2,880 atau 0,27% menjadi 1.073,082. Kegiatan transaksi kurang begitu marak dengan volume saham berpindahtangan 1,265 miliar lembar senilai Rp 805 miliar. Kondisi pasar masih belum stabil menyusul berkurangnya insentif positif segar di BEJ. Selain itu, pelaku pasar juga mulai mewaspadai kenaikan suku bunga AS dan kemungkinan naiknya suku bunga SBI di dalam negeri. Perilaku pemodal itu wajar karena hampir dipastikan Bank Sentral AS akan kembali mendongkrak suku bunganya.
  • Sementara itu aksi profit taking investor terhadap saham Indosat maupun Astra International ikut menyeret pelemahan saham unggulan Bisnis. Indeks BI-40 turun 0,29% pada posisi 280,425. Begitu juga indeks LQ45 loss 0,29% di 229,725. Pelaku pasar umumnya tak ingin mengambil risiko lebih besar di bursa. Fenomena tersebut bisa dicermati dari menurumnya animo beli di saham blue chips. Memang beberapa saham unggulan mengalami rebound, seperti Gudang Garam, Perusahaan Gas Negara dan Bank BRI. Namun kenaikan kursnya tak mampu mengimbangi tekanan jual di saham Indosat. Pelaku pasar belum berani memegang saham blue chips dalam waktu lama. Jika ada kesempatan mengambil untung, mereka segera merealisasikannya. Kecenderungan ini terjadi pada perdagangan hari pertama minggu ini dimana pemodal kembali melepas sahamnya di bursa. Sejumlah saham kapitalisasi besar yang sebelumnya menguat tajam langsung dilepas investor sehingga kursnya terkoreksi cukup dalam.
  • Sedangkan rebound di saham Bank BRI seiring keputusan pemerintah menunda divestasi saham perbankan tersebut. Begitu juga pembelian saham PGAS dimaksudkan untuk memperbaiki kursnya. Secara umum, aksi jual beli terhadap saham blue chips sangat selektif dan spekulatif. Pemodal masih menunggu gebrakan pemerintah, terutama otoritas bursa guna menggairahkan investasi di BEJ.
  • Bursa Efek Surabaya menghentikan sementara (suspend) perdagangan 11 obligasi korporasi, menyusul belum diserahkannya laporan keuangan perusahaan tersebut periode Juni 2005. Perdagangan obligasi yang dihentikan sementara itu adalah surat utang PT Perusahaan Listrik Negara, PT Pindo Deli, PT Lontar Papirus, PT Inti Fasindo, PT Great River International Tbk, PT Eka Darma, PT Bintuni Mina Raya, PT Polisindo Eka Perkasa Tbk, PT Supermitory, PT Itamaraya Gold Industry dan PT Teijin Indo Fibre.

Monday, October 24, 2005

[Bisnis] 24 Oktober 2005

  • Saham unggulan Bisnis mampu membukukan keuntungan signifikan selama setahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan wapres Jusuf Kalla. Pada periode kepemimpinan SBY-Kalla tersebut, BI-40 mencatat gain 29%. Hal itu tercermin dari lonjakan indeks BI-40 yang mencapai 64 poin dari posisi 218,110 (20 Oktober 2004) menjadi 282,168 per 20 Oktober 2005. Respon pelaku pasar di BEJ cukup positif terhadap pemerintah Yudhoyono. Bahkan prestasi SBY-Kalla di bidang ekonomi, khususnya pasar modal cukup baik. IHSG naik 27% dari 840,791 menjadi 1.075,401.
  • Minat jual beli investor terhadap saham blue chips sangat tinggi sehingga mayoritas saham pilihan membukukan kenaikan kurs signifikan. Kelompok saham BUMN, seperti Semen Gresik, Telkom, Perusahaan Gas Negara, Aneka Tambang, Indosat, Tambang Batu bara Bukit Asam serta Bank BRI berhasil mengkontribusikan keuntungan besar bagi pemodalnya. Perburuan pemodal juga terjadi di saham blue chips lainnya, yakni Astra International, Inco, Astra Agro Lestari, Medco, Bank BCA, Unilever Indonesia, dan beberapa saham lainnya. Investor antusias memborong saham-saham tadi.
  • Antusiasme pemodal memburu saham Bisnis dipicu pertumbuhan kinerja fundamental serta prospek usahanya yang cerah. Bahkan berbagai aksi korporasi emiten selama setahun pemerintah SBY-Kalla turut mendongkrak sahamnya di BEJ. Pelaku pasar percaya, terobosan yang dilakukan pemerintah di bidang ekonomi, politik, keamanan, dan sosial budaya bisa membawa Indonesia keluar dari krisis multidimensi. Iklim investasi yang cukup kondusif disertai stabilitas politik dan keamanan terkendali dalam setahun pemerintahan SBY-Kalla mampu menyemarakan transaksi saham di BEJ.
  • Di bagian lain, terobosan pemerintah mendongkrak penerimaan negara lewat divestasi sejumlah BUMN strategis berhasil menggerakan saham-saham ‘plat merah’ di bursa. Harus diakui, bahwa peranan saham BUMN sangat besar dalam meningkatkan nilai transaksi harian di BEJ yang rata-rata Rp 1 triliun. Nilai kapitalisasi pasar bursa Jakarta pun melonjak 34% dari Rp 572 triliun menjadi Rp 768 triliun. Kemampuan pemerintah, terutama Bank Indonesia menjaga rupiah dan bunga SBI di tingkat wajar mendorong investor menanamkan modalnya di BEJ. Aktivitas transaksi tampak marak dan bergairah. Prestasi SBY-Kalla di pasar modal jauh lebih baik dibanding pemerintahan Megawati maupun Abdurrahman Wahid.
  • Telekom Malaysia Bhd akan menjadi pemegang saham pengendali PT Excelcomindo Pratama Tbk pada Kamis pekan ini, bersamaan dengan selesainya proses akuisisi kedua atas 2,21 miliar lembar saham yang dimiliki PT Telekomindo Primabhakti. Pada 20 Oktober 2005, Telekom Malaysia telah menyelesaikan transaksi pembelian 56,63 juta lembar saham Excelcomindo dari Telekomindo yang sebelumnya merupakan pemegang saham pengendali. Total saham Telekomindo yang dijual kepada Telekom Malaysia adalah 2,27 miliar lembar dengan nilai US$460 juta yang diselesaikan dalam dua tahap. Pada saat seluruh transaksi pembelian tersebut selesai nantinya maka struktur kepemilikan saham Excelcomindo akan berubah menjadi Telekomindo sebesar 16%, Telekom Malaysia 56,9%, Khazanah Nasional Bhd 16,8%, AIF (Indonesia) Ltd 10,1%, dan karyawan serta publik sebesar 0,1%.
  • PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) melakukan pembelian kembali obligasi ketiganya sebesar Rp 20 miliar. Pembelian kembali itu bertujuan pelunasan sehingga mulai akhir pekan lalu nilai obligasi III Bank Jatim yang tercatat di Bursa Efek Surabaya (BES) berkurang menjadi Rp 380 miliar. Obligasi Bank Jatim sebesar Rp 400 miliar dicatatkan di BES pada 14 Juli 2003 dengan masa jatuh tempo lima tahun hingga 13 Juli 2008. Pembelian kembali dilakukan pada harga 91%. Bunga obligasi itu ditetapkan sebesar 13,45% per tahun.

Friday, October 21, 2005

[Bisnis] 21 Oktober 2005

  • Asosiasi Emiten Indonesia meminta pemerintah memberikan insentif pajak sebesar 5% hingga 10% kepada perusahaan publik guna merangsang perusahaan-perusahaan non-publik atau investor segera masuk bursa.
  • PT Danareksa Sekuritas, PT Bahana Securities, dan PT Mandiri Sekuritas, secara berurutan sejak tiga bulan terakhir merupakan penjual bersih (net sale) terbesar dalam melakukan transaksi perdagangan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Menurut data Bloomberg, sejak 11 Agustus hingga 19 Oktober 2005, posisi net sale Danareksa mencapai 24,3 juta lembar atau setara dengan Rp 161 miliar, Bahana sebesar 3,2 juta lembar senilai Rp 14,8 miliar, dan Mandiri sebanyak 1,28 juta atau setara Rp 18,6 miliar.
  • Pada perdagangan Kamis kemarin, investor tidak banyak melakukan transaksi jual beli saham. Umumnya, kegiatan spekulasi di lantai bursa sepi dan cenderung tidak bergairah. Di tengah minimnya insentif penggerak, investor selektif mengambil posisi sehingga saham-saham Bisnis hanya bergerak di kisaran sempit. Indeks kelompok saham Bisnis terkoreksi tipis 0,110% (0,310 poin) ke level 282,168, stagnan dibanding sehari sebelumnya. Perdagangan di bursa cenderung melamban sehingga Indeks Harga Saham Gabungan ditutup melemah di kisaran sempit 0,047% atau 0,511 poin menjadi 1.075,401. Hal yang sama juga terjadi pada indeks LQ45 yang turun 0,188% atau 0,434 poin menjadi 229,975.
  • Momentum positif mulai berlalu dari BEJ. Kecenderungan ini tidak terlepas dari berkurangnya isu penggerak di lantai bursa. Kinerja pemerintah SBY-JK yang kemarin genap berusia satu tahun kembali menjadi sorotan pelaku pasar. Pemodal terus menanti apakah akan terjadi perombakan kabinet untuk mengatasi kondisi yang semakin memburuk. Desakan reshuffle kabinet semakin deras datang dari berbagai kalangan masyarakat yang merasa tidak puas dengan hasil yang dicapai pemerintah terutama karena kemampuan tim ekonomi yang dinilai lemah. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah terus merosot karena kesulitan ekonomi yang terus menghimpit pasca kenaikan harga BBM.
  • Umumnya, akumulasi jual beli saham Bisnis kemarin tampak terbatas. Kalangan investor cenderung berspekulasi di saham unggulan yang memiliki isu individual menarik. Seluruh saham pilihan kemarin hanya dipindahtangankan sebanyak 229,414 juta lembar dan senilai Rp 469,154 miliar. Sebanyak 18 saham Bisnis ditutup menguat, delapan saham terkoreksi dan selebihnya stagnan. Beberapa saham Bisnis menjadi motor penggerak transaksi antara lain Telkom yang membukukan Rp 67,7 miliar, berikutnya Astra International diperdagangkan sebesar RP 59,7 miliar, Bumi Resources Rp 47,8 miliar, Indosat Rp 44,3 miliar, dan BBCA Rp 42,3 miliar. Faktor teknikal dan isu individual positif masih mewarnai perdagangan saham pilihan di atas. Kendati demikian pelaku pasar tetap selektif dan hati-hati menyusul ketiadaan rumor positif baru.

Thursday, October 20, 2005

[BPS] Inflasi bulan September

  • Pada bulan September 2005 terjadi inflasi 0,69 persen. Dari 45 kota IHK tercatat 42 kota mengalami inflasi, dan 3 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Palu sebesar 2,38 persen, dan inflasi terendah di Batam 0,02 persen. Sedangkan deflasi terbesar terjadi di Gorontalo 0,79 persen dan deflasi terkecil di Mataram 0,06 persen.
  • Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada semua kelompok barang dan jasa sebagai berikut : kelompok bahan makanan naik sebesar 0,41 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,16 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,48 persen, kelompok sandang 1,18 persen, kelompok kesehatan 0,86 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 1,43 persen dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,41 persen.
  • Laju inflasi tahun kalender (Januari-September) 2005 sebesar 6,39 persen, sedangkan tingkat inflasi “year on year” (September 2005 terhadap September 2004) sebesar 9,06 persen.

[Bisnis] 20 Oktober 2005

  • Lelang SBI jangka waktu 1 bulan berhasil menyerap dana sebesar Rp 11,99 triliun dari total penawaran yang masuk sebesar Rp 12,21 triliun. Rata-rata tertimbang tingkat diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) jangka waktu 1 bulan hasil lelang 19 Oktober 2005 sebesar 11,0%. Pasca kenaikan bahan bakar minyak (BBM), Bank Indonesia kembali memutuskan menaikkan suku bunga BI Rate sebesar 100 basis poin dari semula 10% menjadi 11% pada 4 Oktober lalu. Kenaikan itu seiring dengan meningkatnya ekspektasi inflasi yang secara optimistis diperkirakan bisa mencapai 12% pad akhir tahun ini.
  • Pemerintah akan melelang kembali obligasi negara seri FR0031 yang akan jatuh tempo pada 15 November 2020 dengan jumlah indikatif sebesar Rp 500 miliar pada 25 Oktober 2005. Depkeu mengatakan penerbitan kembali obligasi negara (reopening) untuk seri FR0031 yang berbunga tetap sebesar 11% tersebut merupakan salah satu cara untuk memenuhi target pembiayaan APBN 2005. Nilai nominal per unit yang dipergunakan adalah Rp 1 juta. Meski demikian, pasca penerbitan obligasi internasional sebesar US$1,5 miliar, Indonesia sebenarnya telah mencatatkan jumlah penerbitan surat utang negara bruto sekitar Rp 46 triliun lebih tinggi dibandingkan dengan patokan APBN Perubahan 2005 sekitar Rp 43 triliun.
  • Penawaran saham perdana kepada publik (Initial Public Offering/IPO) China Construction Bank Corp menjadi yang terbesar di dunia dalam empat tahun terakhir, setelah berhasil menarik permintaan sekitar US$76 miliar.
  • PT Bursa Efek Surabaya akan meminta klarifikasi tertulis kepada manajemen PT Jawa Pos atas dugaan penerbitan obligasi perusahaan pada 2003 dengan berbekal jaminan perusahaan fiktif.
  • PT Bank Negara Indonesia Tbk akan mengajukan lagi rencana penerbitan obligasi subordinasi sebesar US$200 juta – US$300 juta ke BI mengingat jangka waktu surat izin yang pertama sudah habis. Rencananya, penerbitan surat berharga itu dilakukan semester I tahun 2006 dengan tetap memperhitungkan kondisi pasar sehingga yield surat berharga tersebut tidak terlalu tinggi.
  • PT United Tractors Tbk (UT) menandatangani surat perjanjian pembiayaan kembali (refinancing) sebesar US$140 juta dengan sembilan kreditor di Singapura, kemarin. Bertindak sebagai coordinating arrangers adalah BNP Paribas, Oversea-Chinese Banking Corporation Limited, Standard Chartered Bank, dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation. Bank lain yang berpartisipasi dalam pinjaman itu adalah United Overseas Bank (UOB) Limited, ABN Amro Bank NV cabang Jakarta, PT Bank Mandiri Tbk cabang Singapura, Mizuho Corporate Bank Ltd cabang Singapura, dan AFC Ltd.
  • Saham-saham di Asia berguguran, menekan indeks di kawasan ini ke titik terendah dalam tujuh pekan terakhir. Toyota Motor Corp memimpin penurunan tersebut setelah satu laporan mengenai inflasi AS meningkatkan kekhawatiran mengenai kenaikan biaya kredit yang bisa menekan permintaan produk perusahaan tersebut. Penurunan harga saham juga terjadi menyusul pernyataan otoritas moneter AS bahwa The Fed, bank sentral AS, akan tetap menaikkan tingkat suku bunga.
  • PT Aneka Tambang Tbk hingga kini telah membeli kembali (buyback) obligasi valas perusahaan sebanyak Rp 250 miliar atau setara dengan US$25 juta. Volume pembelian ini setara dengan 25% dari total obligasi euro yang diterbitkan di luar negeri sebesar US$200 juta.
  • Pelaku pasar mulai mewaspadai kenaikan inflasi di AS. Pasalnya, lonjakan harga minyak dunia yang diikuti badai Katrina dan Rita beberapa waktu lalu berpotensi melambungkan inflasi di negara adidaya itu. Pemodal regional, termasuk Jakarta langsung mengantisipasi ancaman inflasi tersebut dengan mendiskon sahamnya di bursa masing-masing. Bagaimanapun, Bank Sentral AS akan berperang melawan inflasi dengan menaikkan kembali suku bunga Fed pada pertemuan November nanti. Akibatnya, harga saham di pasar global maupun regional diperkirakan akan berguguran. Tekad Gubernur Bank Sentral AS, Alan Greenspan menjaga inflasi tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi pasca lonjakan minyak kian mengisyaratkan naiknya suku bunga Fed. Bahkan bukan mustahil tingginya inflasi di AS berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi global.
  • Apalagi sejak badai Katrina dan Rita, kapasitas produksi minyak dunia cenderung lebih rendah dibanding permintaan global. Kenyataan tersebut mengakibatkan daya beli konsumen terpangkas tajam. Di pasar ekuiti, gairah investor bakal menurun seiring naiknya inflasi dan suku bunga Fed bulan depan. Harus diakui, kekhawatiran terhadap dampak inflasi AS telah menyulut tekanan jual di pasar regional. Hampir semua bursa saham di kawasan Asia Pacific terkoreksi. Indeks komposit BEJ terpangkas 19,96 poin atau 1,82% menjadi 1.075,912. Pemodal tak ingin mengambil risiko di tengah anjloknya saham-saham blue chips di bursa dunia. Indeks BI-40 terkoreksi 2,11% di 282,478. Indeks LQ-45 jatuh 2,22% pada posisi 230,409. Total volume saham yang berhasil dipindahtangankan di BEJ mencapai 3,338 miliar unit senilai Rp 1,2 triliun. Meski didominasi tekanan jual, pemodal cukup antusias bertransaksi di BEJ.
  • Kebijakan penghentian sementara (suspend) izin penerbitan reksa dana pendapatan tetap akan berlaku maksimal selama satu tahun. Suspensi akan segera dicabut saat Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) telah menyelesaikan kajian ulang atas kegiatan dan mekanisme perdagangan obligasi negara dan korporasi.

Wednesday, October 19, 2005

[Bisnis] 19 Oktober 2005

  • Keputusan penetapan penjamin emisi divestasi 7,4% saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) tertunda karena Menneg BUMN hingga kini belum memutuskan pemenang dalam seleksi penjamin emisi.
  • Nilai pembelian kembali (buyback) saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) diprediksi mencapai Rp 5 triliun, lebih besar dari perkiraan awal hanya Rp 2 triliun – Rp 3 triliun. Pejabat pemerintah yang mengetahui hal itu mengatakan pembelian kembali saham itu nantinya menggunakan kas BUMN itu.
  • PT Astra International Tbk dan Toyota Financial Services Corporation Jepang menandatangani kerja sama pembentukan perusahaan patungan di bidang jasa pembiayaan. Sekretaris Perusahaan Astra International Aminuddin mengatakan kerja sama itu ditandatangani pada 14 Oktober 2005. Astra dan Toyota Financial memiliki saham perusahaan pembiayaan itu masing-masing sebesar 50%.
  • Spekulasi temporer mampu mengangkat saham pilihan Bisnis ke teritori positif. Pelaku pasar sengaja mengakumulasi saham unggulan, seperti Telkom, Astra International, serta Semen Gresik guna mengatasi kelesuan BEJ. Pembelian spekulatif atas saham blue chips tersebut juga sejalan dengan aksi korporasi para emitennya. Di samping itu, pemodal juga bermain temporer dibeberapa saham lapis kedua yang memiliki isu individual menarik dan prospektif. Spekulasi pemodal itu bertujuan menyiasati kelesuan pasar, juga dimaksudkan untuk memperbaiki harga saham.
  • Akumulasi beli di sejumlah saham unggulan dan lapis kedua berhasil mengangkat indeks BI-40 sebesar 0,71% pada 288,593. Total volume saham Bisnis yang dipindahtangankan 219 juta unit senilai Rp 455 miliar. Beberapa pemain besar berupaya menjaga indeks dengan bermain jangka pendek di saham unggulan. Hal itu wajar karena pasar masih kekurangan insentif positif segar. Hanya beberapa saham kapitalisasi besar dan lapis kedua yang mempunya isu menarik dispekulasikan pemodal BEJ. Kalangan investor umumnya belum berani bertransaksi jangka panjang di saham unggulan Bisnis. Jadi kenaikan beberapa saham blue chips kemarin semata hanya faktor teknikal dan adanya aksi korporasi emiten. Seperti langkah Astra International menggandeng Toyota, Jepang membangun perusahaan pembiayaan di dalam negeri mampu mengangkat sahamnya ke posisi lebih tinggi.
  • Sampai penutupan transaksi Selasa, IHSG menguat 5,78 poin atau 0,53% menjadi 1.095,873. Begitu juga indeks LQ45 naik 0,69% di posisi 235,643. Kegiatan transaksi di BEJ cukup baik dengan volume saham berpindahtangan 1,76 miliar unit senilai Rp 892 miliar. Lonjakan kurs Semen Gresik, Telkom, dan Astra International berperan signifikan mendongkrak indeks ke tingkat cukup tinggi. Pembelian investor atas ketiga saham unggulan tersebut juga sebagai antisipasi atas publikasi kinerja keuangan kuartal III/2005. Pelaku pasar optimis, para emiten di atas mampu membukukan kinerja positif. Perdagangan saham Bisnis hari ini masih akan dibayangi jual beli selektif. Pemodal diperkirakan hanya bermain jangka pendek di saham blue chips dan lapis dua.
  • Harga saham PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk di pasar uang tunai dari semula Rp 8.150 disesuaikan menjadi Rp 8.200 per saham disebabkan adanya aksi korporasi pembagian dividen interim.
  • PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) menunggu restrukturisasi PT Surabaya Agung Pulp & Kertas Tbk yang diperkirakan selesai tahun ini, sehingga suspensi sahamnya bisa segera dicabut. Suspensi saham Surabaya Agung disebabkan oleh laporan keuangan keuangan perseroan yang memperoleh opini disclaimer dari auditor. Sebanyak 72,8% saham Surabaya Agung dimiliki oleh PT Intan Teguh Sejati, sedangkan sisanya sebanyak 27,2% dimiliki oleh investor publik.
  • PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) akan menghapuskan pencatatan saham (delisting) PT Multi Agro Persada Tbk secara efektif mulai 25 Oktober 2005, menyusul dijualnya saham pendiri kepada PT Apac Food Industries Pte Ltd. Perusahaan jasa investasi asal Singapura itu membeli 77,5% saham perseroan yang dimiliki oleh PT Pratama Karya Perdana dan PT Aji Jaya Guna Satwatama. Dengan dibelinya saham tersebut, Apac kini menguasai 85,8% saham Multi Agro.
  • PT Bursa Efek Surabaya memberikan batas waktu kepada 107 perusahaan penerbit obligasi untuk memecah satuan pemindahan bukuan dan satuan perdagangan menjadi lebih kecil. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan pendistribusian surat utang tersebut ke tangan investor ritel di tanah air.
  • Sebagian besar lembaga dana pensiun saat ini menjadikan deposito mingguan (deposito on call) untuk pengamanan dananya menunggu dibukanya obligasi korporasi yang menjadi incaran akhir mereka. Deposito mingguan itu diperkirakan menjadi terminal jangka pendek bagi sekitar Rp 2 triliun – Rp 3 triliun dana kelolaan dari lembaga dana pensiun yang tengah menunggu pintu masuk obligasi korporasi.

Tuesday, October 18, 2005

[Bisnis] 18 Oktober 2005

  • Bank Jatim membeli kembali (buyback) obligasinya senilai Rp 120 miliar dari total Rp 400 miliar yang dicatatkan di BES.
  • PT Pakuwon Jati Tbk mendapatkan persetujuan pemegang saham untuk merestrukturisasi utangnya sebesar US$178,342 juta yang ditargetkan rampung tahun ini.
  • Minimnya insentif positif telah menjatuhkan bursa Jakarta awal pekan ini. Pelaku pasar merealisasikan keuntungan temporer di sejumlah saham blue chips yang kursnya sudah meningkat cukup tajam. Tindakan ambil untung dilakukan pemodal untuk menghindari risiko lebih besar di bursa. Selain itu, pemodal juga berupaya menyiasati kelesuan pasar dengan mengurangi transaksi dalam jumlah besar di saham blue chips. Hal itu menyulut kejatuhan indeks BEJ sebesar 6,613 poin atau 0,60% menjadi 1.090,091. Kegiatan transaksi berlangsung lamban dan kurang begitu bergairah.
  • Total volume saham yang berpindahtangan di bursa hanya 1,59 miliar unit senilai RP 618 miliar. Lambannya aksi korporasi emiten membuat investor kehilangan pegangan bertransaksi di BEJ. Hanya segelintir emiten yang sudah mempublikasikan kinerja keuangan kuartal III/2005 hingga pertengahan Oktober ini. Mayoritas emiten BEJ lainnya belum melaporkan keuangannya. Kenyataan tersebut membuat investor pesimis, pendapatan maupun laba emiten kurang menggembirakan. Kekhawatiran pemodal itu cukup beralasan mengingat rupiah sempat merosot hingga Rp 11.800 per dolar AS.
  • Di bagian lain, fluktuasi pasar global dan regional yang cukup tinggi ikut menghambat pergerakan saham blue chips di BEJ. Pelaku pasar masih menanti kepastian besaran kenaikan suku bunga AS dalam waktu dekat. Sikap wait and see pemodal mengakibatkan aktivitas perdagangan berlangsung sepi. Apalagi kurs sebagian saham blue chips di BEJ sudah overbought. Faktor ini pula yang mendorong investor segera profit taking. Bagaimanapun, kenaikan suku bunga Fed akan berdampak negatif terhadap pasar modal. Suku bunga SBI bakal naik lagi dan rupiah kembali melemah atas dolar AS. Berbagai kemungkinan negatif tersebut langsung diantisipasi pemodal mengurangi aktivitasnya di bursa.
  • Pergerakan saham Bisnis pun tampak kurang atraktif. Indeks BI-40 terkoreksi 0,71% pada posisi 286,532. Begitu juga indeks LQ45 turun 0,70% di 234,014. Investor asing net selling sebesar Rp 10 miliar dan rupiah relatif stabil di Rp 10.100 per dolar AS. Saham INCO, Unilever, Bank Danamon, BRI, serta Bimantara adalah penyulut jatuhnya BEJ. Pemodal cukup aktif mendiskon kelompok saham pilihan di atas. Perlu diketahui, sepinya transaksi saham hari pertama minggu ini selain ketiadaan insentif positif, juga tidak lepas dari suasana puasa Ramadhan. Sebagian pemodal sengaja mengurangi aktivitasnya selama bulan suci ini sehingga pasar saham kurang bergairah. Jadi, kelesuan pasar yang berlangsung sejak pekan lalu dan berlanjut minggu ini dipicu oleh berbagai faktor. Antara lain, kelambanan emiten melakukan corporate action, fluktuasi pasar global dan regional yang cukup tinggi, serta kecemasan terhadap naiknya suku bunga Fed yang bisa berimbas pada suku bunga SBI di dalam negeri.
  • PT Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) memperkirakan besaran imbal hasil ke tujuh dan ke delapan atas obligasi syariahnya untuk triwulan III/2005 dan triwulan IV/2005, masing-masing sebesar 22,67% dan 26,88%.

Monday, October 17, 2005

[Bisnis] 17 Oktober 2005

  • Bank Indonesia meningkatkan lagi Bilateral Swap Agreement dengan Bank of China (bank sentral China) dari semula US$1 miliar menjadi US$2 miliar. Fasilitas ini merupakan second line of defense (pertahanan lapis kedua dari upaya memperkuat cadangan devisa dan dapat digunakan untuk mendukung neraca pembayaran.
  • Meski masih berada pada level US$30 miliar, cadangan devisa mulai merangkak naik pada pekan pertama Oktober 2005, setelah sebelumnya sempat melorot. Posisi cadangan devisa pada pekan pertama Oktober 2005 tercatat US$30,44 miliar atau naik tipis US$125,1 juta dari posisi pekan sebelumnya sebesar US$30,31 juta.
  • PT Renaissance Capital Asia batal mengakuisisi 71,6% saham PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) karena tidak sepakat soal nilai buku dengan pemegang saham bank itu. Sebelum membatalkan niatnya membeli saham BTPN, Renaissance Capital sempat melakukan uji tuntas yang dimulai enam bulan lalu. Dalam proses itu, Renaissance dan pemegang saham sepakat untuk menyelesaikan transaksi pembelian saham BTPN pada akhir September. Namun hingga akhir September, proses uji tuntas belum rampung dan memerlukan waktu lebih lama.
  • PT Komatsu Indonesia Tbk telah menunjuk PT Bahana Securities sebagai agen yang membeli 26,6% saham milik publik dalam penawaran tender yang bakal dibuka 20 Oktober.
  • PT Branta Mulia Tbk telah melunasi bunga obligasi keenam dengan tingkat bunga tetap sebesar Rp 7,83 miliar yang jatuh tempo pada 19 Oktober 2005.
  • PT Barito Pacific Timber Tbk merampungkan penukaran aset perusahaan dengan obligasi tukar yang dipegang kreditor pada 12 Oktober senilai US$215,88 juta.
  • PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) meminta PT Bukaka Teknik Utama Tbk segera menyelesaikan masalah restrukturisasi utangnya, sehingga suspensi perdagangan saham emiten itu dapat segera dicabut. Masalah restrukturisasi utang itu mengakibatkan laporan keuangan Bukaka mendapatkan opini disclaimer selama lima tahun berturut-turut sejak tahun buku 2000.
  • Spekulasi temporer mendominasi perdagangan saham di BEJ pekan lalu. Pemodal tampak hati-hati dan selektif bertransaksi di saham unggulan. Hal itu akibat minimnya sentimen penggerak pasar serta melemahnya bursa global dan regional. Pelaku pasar hanya bermain temporer di saham blue chips dan beberapa saham lapis dua yang memiliki isu menarik. Terobosan itu ditempuh pemodal untuk mengurangi risiko ditengah ancaman kenaikan suku bunga Fed, fluktuasi rupiah, serta minimnya corporate action. Kegiatan transaksi kurang bergairah dan cenderung didominasi spekulasi sesaat. Bahkan aksi one day trading turut mewarnai perdagangan saham sepekan. Investor enggan memegang saham dalam waktu lama. Mereka membeli hari ini dan langsung melepasnya lagi pada perdagangan hari berikutnya. Kenyataan tersebut membuat indeks berfluktuasi cukup tinggi. IHSG naik tipis 2,052 poin atau 0,18% pada 1.096,704 dibanding sebelumnya di 1.094,652. Indeks BI-40 loss 0,43% pada 288,598 dari yang lalu di 289,856. Total saham yang berpindahtangan 1,01 miliar unit senilai Rp 2,62 triliun. Asing net buying Rp 929 miliar dan rupiah stabil di Rp 10.100 per dolar AS.

IHSG Chart periode 10-14 Oktober 2005


Pergerakan IHSG sempat menurun pada 13 Oktober, namun mulai menaik kembali pada 14 Oktober. Hal ini dikarenakan banyaknya investor yang melakukan aksi ambil untung untuk mengurangi risiko terhadap portofolio yang dimiliki.

Terlebih lagi, banyak saham blue chips yang sudah mengalami overbought. sehingga investor tinggal melakukan aksi ambil untung. Tidak banyak yang bisa diharapkan terhadap pergerakan indeks. Sentimen positif yang belum mendukung dan pula banyaknya emiten yang belum melakukan corporate action dan juga masih banyak emiten yang belum mempublikasikan laporan keuangan kuartal III/2005.

Hal tersebut lebih mendorong investor untuk melakukan aksi wait and see. Perkembangan bursa di tingkat global dan regional juga turut mempengaruhi bursa Jakarta. Terlebih lagi keputusan kenaikan suku bunga Fed yang masih belum jelas akan ikut mempengaruhi kondisi pasar.

(dari analisa minggu lalu, HS)

Saturday, October 15, 2005

[Bisnis] 15 Oktober 2005

  • PT Perusahaan Pengelola Aset membuka kemungkinan sub loan agreement sebesar US$16 juta di PT Dirgantara Indonesia untuk dijadikan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP). Namun opsi ini masih menunggu kepastian dari kajian bisnis terhadap industri strategis tersebut yang dilakukan oleh Deloitte Touche Tohmatsu (DTT).
  • Setelah menjadi pemegang saham mayoritas dengan menguasai 53% saham PT Bank Buana Indonesia Tbk, UOB akhirnya merombak susunan direksi dan komisaris bank publik itu dengan menempatkan para eksekutifnya di puncak pimpinan bank yang memiliki rencana bisnis tahun 2007 menjadi bank yang fokus ke bidang konsumen.
  • Kalangan asuransi jiwa diperkirakan akan menyesuaikan besaran portofolio reksa dana dalam keranjang investasi mereka pada akhir 2005 akibat sentimen negatif pencairan dana investasi (redemption). Langkah moderat yang ditempuh kalangan asuransi ini diperkirakan dengan kembali memasukkan dana mereka di deposito perbankan yang secara bersamaan menunjukkan kenaikan suku bunga simpanan.

Friday, October 14, 2005

[Bisnis] 14 Oktober 2005

  • PT Bahana Securities dan Deutsche Bank berpeluang lebih besar menjadi penjamin emisi dalam divestasi 7,4% saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang ditargetkan mendapat Rp 1,5 triliun.
  • PT Mandom Indonesia Tbk akan melakukan penawaran saham terbatas (rights issue) dengan nilai diperkirakan lebih dari Rp 80 miliar untuk membangun pabrik baru di kawasan Cibitung, Bekasi, Jawa Barat.
  • Melemahnya pasar saham di kawasan regional telah memangkas bursa Jakarta ke tingkat signifikan. Pelaku pasar antusias membuang saham blue chips guna menghindari kerugian lebih besar. Pelepasan saham unggulan dipicu kekhawatiran meningkatnya kembali suku bunga AS dalam waktu dekat. Gubernur AS, Alan Greenspan mengisyaratkan akan menaikkan suku bunga jangka pendeknya guna membendung inflasi di negara tersebut. Isyarat ketua The Fed tersebut langsung diantisipasi para pemodal dunia, termasuk Jakarta mendiskon saham unggulan di lantai bursa.
  • Dampaknya, indeks BEJ terpangkas 12,445 poin atau 1,13% menjadi 1.090,535. Disamping sentimen negatif global dan regional, merosotnya saham blue chips di bursa Jakarta juga akibat minimnya insentif penggerak pasar. Bahkan fluktuasi rupiah yang masih tinggi dan cenderung melemah di level Rp 10.145 per dolar AS ikut mendorong tekanan jual di BEJ. Sebagian pemodal coba berspekulasi di pasar uang dengan memborong dolar AS. Mereka memanfaatkan besarnya permintaan dolar oleh Pertamina untuk mencari gain di pasar valas. Langkah itu wajar karena BEJ saat ini minim insentif.
  • Di bagian lain, lambannya para emiten melaporkan kinerja keuangan kuartal III/2005 turut menjatuhkan saham unggulan di bursa. Kalangan investor tak ingin mengambil risiko sehingga mereka segera profit taking. Tindakan ambil untung itu bisa dimaklumi karena kenaikan suku bunga AS akan mengganjal investasi di pasar modal.
  • Bagaimanapun, naiknya suku bunga The Fed sekitar 25 basis poin atau bahkan sampai 50 basis poin bakal menyulut lonjakan suku bunga di dalam negeri. Bank Indonesia diperkirakan kembali menaikkan suku bunga SBI mengikuti tren suku bunga global nanti. Mayoritas saham blue chips dibuang investor sehingga menyeret anjloknya indeks BI-40 sebesar 1,35% pada posisi 286,979.
  • PT Perusahaan Pengelola Aset mengisyaratkan pelepasan 5,53% saham PT Bank Internasional Indonesia Tbk dilakukan tahun depan mengingat kondisi pasar yang tidak konduksif. PT PPA menargetkan pelepasan saham BII berada di atas level Rp 185 per lembar saham.
  • Bank Indonesia menerbitkan peraturan baru No. 7/38/PBI/2005 untuk mengubah peraturan No. 6/9/PBI/2004 tentang tindak lanjut pengawasan dan penetapan status bank.
  • PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) akan memeriksa transaksi saham PT Excelcomindo Pratama Tbk untuk melihat kewajaran kenaikan harga hingga mencapai level tertinggi Rp 4.625 akibat minimnya jumlah saham beredar.

Thursday, October 13, 2005

[Bisnis] 13 Oktober 2005

  • Bank Indonesia menyatakan lelang SBI jangka waktu 1 bulan kemarin berhasil menyerap dana sebesar Rp 6,43 triliun dari total penawaran yang masuk sebesar Rp 6,59 triliun. Target indikatif lelang SBI jangka waktu 1 bulan ditetapkan RP 6,50 triliun. Sedangkan frekuensi penawaran pada lelang kemarin sebanyak 84 transaksi. Siaran pers Bank Indonesia melaporkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 bulan hasil lelang 12 Oktober 2005 sevesar 11,0%.
  • Sumco Corp, produsen silicon wafers (bahan baku microchips, chips pada komputer, telepon selular, kamera digital, dan chips untuk produk elektronik lainnya) kedua terbesar dunia, akan menaikkan jumlah penawaran saham perdana publik (initial public offering/IPO) hingga 135,2 miliar yen. IPO tersebut terbesar di Jepang untuk tahun ini. Saham Sumco akan mulai diperdagangkan pada 17 November setelah penjualan saham baru. Saham diprediksikan diperdagangkan 3.100 yen per lembar atau 19,5 kali perkiraan pendapatan penuh selama setahun. Harga itu sekitar 21 kali perkiraan price to earning ratio rival terbesar Sumco, Shin-Etsu Chemical Co.
  • PT Astra Internasional akan membagikan dividen tengah semester untuk tahun buku 2005 (dividen interm) senilai Rp 100 per lembar sahamnya.
  • Sejumlah investor bersaing membeli saham mayoritas saham PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN). Dua calon investor Malaysia yaitu Khazanah Nasional Bhd. dan ICB Financial Group sedangkan dari Singapura adalah Oversea-Chinese Banking Corporation (OCBC). Terdapat satu investor lagi yang menggunakan perusahaan kendaraan (special purpose vehicle/SPV) yang akan membeli 71,6% saham BTPN dengan nilai akuisisi mencapai Rp 903 miliar. Manajemen BTPN telah menunjuk HSBC sebagai penasehat keuangan untuk mencari investor strategis ke bank itu. Saat ini BTPN dimiliki oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) 28,39%, Bakrie Capital sekitar 10%, Grup Rifan 22,61%, Danatama Makmur 18% dan perorangan yaitu Fuad Mansur sekitar 20%.
  • Pemodal BEJ masih menunggu insentif segar di bursa. Utamanya adalah publikasi laporan keuangan emiten kuartal III 2005. Hal ini membuat pelaku pasar tetap hati-hati dan selektif bertransaksi di saham blue chips. Mereka hanya berspekulasi temporer di saham-saham lapis kedua yang mempunyai isu individual menarik. Bahkan sebagian pelaku pasar kembali merealisasikan keuntungan temporer di saham unggulan yang masih berpotensi gain. Tekanan jual di saham unggulan tersebut mengakibatkan gerakkan indeks tersendat. Indeks BEJ terkoreksi 2,649 poin atau 0,24% pada 1.102,980.
  • Pada transaksi Rabu, indeks BI-40 turun 0,20% di posisi 290,933. total volume saham Bisnis yang berpindahtangan 247 juta unit senilai Rp 637 miliar. Pemodal merealisasikan keuntungan di saham blue chips yang kursnya sudah menguat tajam. Aksi jual juga bertujuan mengamankan portofolionya. Secara umum, aktivitas perdagangan masih dibayangi aksi jual beli spekulatif. Bahkan sampai dengan hari ketiga transaksi minggu ini, pemodal enggan bertransaksi dalam jumlah besar di BEJ.
  • Keputusan perbankan untuk menaikkan suku bunga dana, menyusul kenaikan bunga BI Rate disinyalir telah mendorong perpindahan dana nasabah dari tabungan ke deposito berjangka. Hal itu dimungkinkan terjadi karena selisih tingkat bunga yang ditawarkan deposito berjangka dengan tabungan sudah mencapai 4% - 5%.
  • BEJ meminta PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL) untuk menambah kepemilikan saham publik, setelah sebagian besar saham yang beredar di publik beralih ke pemegang saham pengendali pasca pencatatan perdana saham itu pada 29 September 2005. Akibat minimnya saham Excelcomindo yang beredar di publik, BEJ mengeluarkan saham tersebut dari perhitungan IHSG mulai kemarin. Harga saham Excelcomindo terus bergerak naik dari harga perdana Rp 2.000 pada 29 September 2005, menjadi Rp 4.625 pada penutupan kemarin. Di satu sisi harganya terus naik, padahal saham publiknya tidak signifikan. Bila harganya terus naik, dikhawatirkan akan mengkontaminasi IHSG.

Wednesday, October 12, 2005

[Bisnis] 12 Oktober 2005

  • PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dikabarkan menunjuk Morgan Stanley sebagai penasihat keuangan yang membantu BUMN itu merealisasikan rencana pembelian kembali (buy back) sahamnya. Informasi yang beredar menyebutkan Morgan Stanley pekan lalu menyisihkan lima bank investasi asing dalam proses seleksi yang digelar emiten telekomunikasi tersebut.
  • PT Dankos Laboratories Tbk telah melunasi utang obligasi beserta bunganya senilai Rp 191 miliar. Obligasi I Dankos yang diterbitkan pada 3 Oktober 2000 itu terdiri dari obligasi seri A sebesar Rp 151 miliar dan seri B sebesar Rp 40 miliar. Berdasarkan prospektus 3 Oktober 2000, obligasi Dankos tersebut jatuh tempo pada hari ini. Kepala Divisi Pencatatan PT Bursa Efek Surabaya (BES) Umi Kulsum mengatakan pelunasan pinjaman pokok dan pembayaran bunga obligasi itu akan dibayarkan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) selaku agen pembayaran. Obligasi tersebut tidak tercatat dan tidak dapat diperdagangkan lagi melalui BES dan atau dilaporkan perdagangannya melalui sarana yang disediakan BES, mulai hari ini. Hingga semester I/2005, Dankos membukukan penjualan Rp 865,65 miliar, naik 42,99% dibandingkan periode sama tahun lalu. Sedangkan laba bersih naik 60% dari Rp 94,67 miliar menjadi Rp 151,48 miliar.
  • Kondisi pasar tampak sepi dan kurang bergairah. Kenyataan tersebut membuat investor selektif mengambil posisi di bursa. Banyaknya saham blue chips yang overbought adalah salah satu penyebab lesunya perdagangan kemarin. Selain itu, melemahnya kurs rupiah hingga level Rp 10.125 per dolar AS serta minimnya aksi korporasi emiten ikut menghambat pergerakan saham Bisnis ke level signifikan. Pemodal hanya bermain temporer di sejumlah saham blue chips yang dianggap bisa mendatangkan keuntungan. Hal itu membuat indeks BI-40 bergerak di kisaran sempit 0,06% di 291,524. Pemodal umumnya mengurangi transaksi dalam jumlah besar di saham blue chips. Kecenderungan itu sudah terlihat sejak perdagangan hari pertama minggu ini.
  • Perilaku investor tersebut cukup wajar karena pasar masih kekurangan insentif penggerak. Bahkan kenaikan indeks BEJ sebesar 2,849 poin atau 0,26% menjadi 1.105,629 justru terjadi di menit-menit akhir menjelang penutupan transaksi, Selasa. Total volume saham yang diperjualbelikan di BEJ hanya 1,18 miliar unit senilai Rp 785 miliar. Bandingkan dengan nilai transaksi pekan sebelumnya yang mencapai Rp 1 triliun. Harus diakui, kondisi jenuh beli atau overbought yang melanda mayoritas saham blue chips di BEJ mendorong investor bermain selektif. Mereka coba berspekulasi temporer di beberapa saham unggulan yang mempunyai isu individual menarik.
  • Terobosan itu dilakukan pemodal guna menyiasati kelesuan pasar dan sekaligus antisipasi terhadap aksi korporasi emiten BEJ. Pelaku pasar umumnya melakukan konsolidasi di tengah berkurangnya insentif penggerak. Hal itu bisa dicermati dari aksi jual beli saham di BEJ yang sangat selektif. Penguatan indeks komposit hanya digerakkan pemain besar. Aktivitas jual beli tampak kurang berimbang atau lebih banyak saham yang menderita loss. Meski demikian, koreksi harga yang terjadi di saham unggulan hanya di kisaran sempit. Realitas tersebut membuat indeks masih ditutup di teritori positif. Bahkan menguatnya saham Perusahaan Gas Negara, Bank Danamon, serta Indosat ikut berperan menaikkan indeks kemarin.
  • Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta kemarin ditutup naik 2,85 poin atau 0,3% ke posisi 1.105,63 setelah sempat pada awalnya sempat menurun 0,6%. Indeks itu mencapai titik tertinggi sejak 12 September.

Tuesday, October 11, 2005

[Bisnis] 11 Oktober 2005

  • Trading temporer berhasil mengangkat bursa Jakarta ke teritori positif. Pelaku pasar melakukan pembelian teknikal atas sejumlah saham unggulan menjelang penutupan bursa. Aksi rebound itu berlangsung di tengah penantian terhadap munculnya insentif segar di bursa. Lonjakan kurs Telkom, Bank BCA serta Indosat adalah penggerak utama indeks di awal minggu ini. Pemodal sengaja bermain temporer sambil mencermati aksi korporasi emiten mempublikasikan kinerja kuartal III 2005. Disamping itu, stabilitas rupiah dan penguatan bursa regional ikut berimbas positif ke BEJ.
  • IHSG ditutup menguat 8,128 poin atau 0,74% menjadi 1.106,780. Beberapa pemodal memborong saham blue chips menjelang berakhirnya perdagangan kemarin. Sentimen jual beli temporer bertujuan menyiasati minimnya isu positif segar di bursa. Bagaimanapun, pasar mulai kehilangan insentif signifikan yang bisa mendongkrak saham unggulan ke level signifikan. Sejumlah berita positif, seperti penguatan rupiah, penjualan obligasi pemerintah, serta turunnya harga minyak dunia mulai kehilangan daya dorongnya terhadap bursa. Aktivitas transaksi lebih digerakkan aspek fundamental emiten. Bahkan harus diakui bahwa minggu ini pasar seharusnya memasuki periode konsolidasi. Hal itu akibat penguatan indeks di pekan sebelumnya yang sudah cukup tinggi. Ruang gerak investor di BEJ cenderung terbatas akibat banyaknya saham blue chips yang overbought.
  • Fokus perhatian pemodal hanya tertuju pada saham blue chips yang kursnya belum bergerak. Utamanya saham Telkom dan Indosat, serta beberapa saham kapitalisasi besar lainnya. Akibatnya, indeks BI-40 terdongkrak 0,63% pada 291,707. Total volume saham yang berpindahtangan sebanyak 126 juta unit senilai Rp 253 miliar. Selain Telkom, Bimantara, dan Indosat, penguatan indeks ikut dipicu naiknya saham sektor farmasi, pertambangan serta beberapa saham bank. Asing net selling Rp 11 miliar.
  • Secara keseluruhan, kegiatan transaksi kurang begitu bergairah. Hal itu bisa dicermati dari volume transaksi di BEJ yang hanya 1,21 miliar lembar saham senilai Rp 618 miliar. Kalangan investor berupaya menghindari risiko dengan bermain temporer di saham unggulan. Langkah pemodal tersebut sekaligus antisipasi terhadap publikasi kinerja keuangan emiten sembilan bulan pertama 2005. Disisi lain, pemodal juga memanfaatkan adanya isu individual sejumlah emiten dengan mengakumulasi sahamnya di bursa.
  • Reksa dana yang dijual langsung oleh manajer investasi (MI) akan lebih resisten terhadap aksi penarikan kembali (redemption) dibandingkan dengan reksa dana yang dijual melalui agen penjual. MI PNM Investment Management Wawan Dewanto mengatakan reksa dana yang dijual melalui bank, sebagai agen penjual, rentan terhadap penarikan kembali karena sebagian besar investor yang membeli reksa dana tersebut adalah deposan di bank yang bersangkutan. Reksa dana syariah yang disebut-sebut tidak terkena imbas redemption besar-besaran beberapa waktu lalu ternyata turut mengalami juga. Terutama reksa dana syariah yang dijual melalui bank. Hal ini dikarenakan sebagian besar investornya belum mengetahui hakikat berinvestasi di reksa dana.

Monday, October 10, 2005

[Bisnis] 10 Oktober 2005

  • Saham-saham blue chips masih berpotensi menguat minggu ini. Sejumlah isu positif seperti apresiasi rupiah atas dolar AS, aksi korporasi emiten, serta sukses penerbitan obligasi global akan menggairahkan pasar saham. Pelaku pasar kembali bermain selektif di saham blue chips yang kursnya murah dan kompetitif. Kelompok saham BUMN diperkirakan akan menjadi motor penguatan saham Bisnis maupun indeks BEJ. Harga minyak dunia yang terus turun serta meredanya aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM dimanfaatkan pemodal untuk membeli kembali saham unggulan di bursa.
  • Sementara itu, pergerakan saham unggulan Bisnis pekan lalu cukup atraktif. Pelaku pasar selektif melakukan transaksi di lantai bursa. Di awal perdagangan, pelaku pasar agresif memborong saham kapitalisasi besar sehingga IHSG meningkat ke level 1.083. Perburuan pemodal atas saham blue chips dipicu isu buy back saham Telkom maupun Indosat. Selain itu, rencana Perusahaan Gas Negara melakukan divestasi usaha turut mendongkrak saham unggulan di bursa. Akumulasi beli pemodal atas saham PGAS juga berkaitan dengan rencana pemerintah menaikkan harga gas industri dalam waktu dekat ini.
  • Di bagian lain, masuknya dana asing ke pasar saham dalam jumlah cukup besar turut menyemarakkan transaksi saham Bisnis pekan lalu. Pemodal asing merespon positif langkah pemerintah menaikkan BBM karena akan menyehatkan perekonomian Indonesia. Pengalihan dana asing ke pasar ekuiti juga tidak lepas dari menguatnya kurs rupiah atas dolar AS belakangan ini. Sampai penutupan transaksi Jum’at, asing bukukan net buying sebesar Rp 844 miliar. Antusiasme asing berburu saham blue chips di BEJ sempat melambungkan IHSG menembus level psikologis 1.101 pada perdagangan Rabu lalu.
  • Bahkan perburuan saham oleh asing yang diikuti investor lokal mampu mengangkat indeks BI-40 sebesar 0,51% pada 289,856 dari periode sebelumnya di 288,376. begitu juga indeks LQ45 naik 0,36% dari 235,810 menjadi 236,663. Transaksi berlangsung marak dengan volume saham berpindahtangan mencapai 1,61 miliar unit senilai Rp 4,52 triliun. Mata uang rupiah ditutup menguat 2,62% pada Rp 10.020 dibanding minggu lalu di Rp 10.290. Kurs rupiah bahkan sempat menguat hingga level Rp 9.997 per dolar AS. Kenaikan BI Rate menjadi 11% berhasil mendongkrak rupiah. Di samping itu, masuknya saham PT Exelcomindo ke Bursa Efek Jakarta turut meramaikan pasar saham. Potensi kenaikan saham unggulan Bisnis masih terbuka minggu ini. Momentum penguatan rupiah akan dimanfaatkan pemodal untuk membeli saham.
  • PT Bursa Efek Jakarta akan kembali memanggil manajemen PT Bukit Sentul Tbk yang dijadwalkan pekan ini guna meminta penjelasan perihal putusan pailit Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. BEJ juga akan melanjutkan penghentian sementara perdagangan saham perusahaan properti itu hingga adanya kejelasan soal status perusahaan pasca putusan pailit itu.

Friday, October 07, 2005

[Bisnis] 7 Oktober 2005

  • Bank Indonesia menyatakan lelang SBI jangka waktu 1 bulan (35 hari) kemarin (5 Oktober) berhasil menyerap dana sebesar Rp 13,77 triliun, sementara untuk SBI jangka waktu 3 bulan (91 hari) Rp 0,5 triliun. Target indikatif untuk lelang SBI jangka waktu 1 bulan ditetapkan Rp 8,5 triliun, sementara penawaran yang masuk mencapai Rp 13,84 triliun. Untuk frekuensi penawaran pada lelang kemarin sebanyak 96 transaksi. Sedangkan target indikatif lelang SBI jangka waktu 3 bulan ditetapkan Rp 0,5 triliun dengan jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 1,32 triliun. Frekuensi penawaran lelang untuk SBI jangka waktu 3 bulan sebanyak 30 transaksi. Siaran pers BI melaporkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) jangka watku 1 bulan hasil lelang 5 Oktober 2005 sebesar 11,0% dan untuk SBI 3 bulan sebesar 12,086%.
  • Departemen Keuangan boleh berlega hati, paling tidak satu target APBN Perubahan 2005 yaitu penerbitan surat utang negara bruto sebesar Rp 43 triliun terlampaui dengan emisi obligasi internasional sejumlah US$1,5 miliar. Sebelum menerbitkan obligasi dalam denominasi dolar AS, Depkeu telah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) bruto sekitar Rp 30 triliun, masih tersisa sekitar Rp 13 triliun pada akhir tahun. Kemarin Depkeu berhasil menarik utang dari pasar obligasi internasional sebesar US$1,5 miliar yang terdiri dari US$900 juta untuk obligasi gobal berjangka waktu 10 tahun dengan jatuh tempo 15 Januari 2016 dan US$600 juta untuk obligasi global berjangka waktu 30 tahun dengan jatuh tempo 12 Oktober 2035. Kupon obligasi internasional berjangka waktu 10 tahun ditetapkan 7,5% dengan imbal hasil (yield) 7,625%, obligasi ini diperdagangkan dengan nama INDO 16, saat ini dipegang sekitar 40% investor Asia, 33% Eropa, dan 29% investor AS. Untuk obligasi internasional dengan jangka waktu 30 tahun ditetapkan dengan kupon 8,5% dan yield 8,625%, obligasi ini diperdagangkan dengan nama INDO 35. Sebagian besar INDO 35 dipegang oleh 38% investor Asia, 33% Eropa, dan 29% AS.
  • PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas dan PT CIMB Niaga Securities dalam sembilan bulan tahun ini menjadi perusahaan sekuritas teraktif dalam menjamin penerbitan obligasi dan saham di Indonesia. Menurut data Bloomberg, AAA dinilai teraktif setelah tahun ini menjadi penjamin emisi terhadap obligasi senilai Rp 2,3 triliun atau sekitar 24,7% dari nilai emisi Rp 9,5 triliun. Perusahaan tersebut telah menjalankan 20 kesepakatan (deal) sejak Januari hingga September tahun ini. Besarnya nilai emisi yang ditangani AAA naik dari posisi tahun lalu yang berada pada posisi kedua. Ketika itu perseroan hanya menguasai 12,75% dari nilai emisi Rp 10,2 triliun. Sedangkan CIMB Niaga Securities menjadi yang teraktif dalam menjamin emisi saham yakni sebanyak Rp 1,5 triliun atau 42,6% dari total emisi saham tahun ini. Posisi CIMB ini setara dengan GK Goh Indonesia yang melakukan penjaminan saham dengan nilai yang sama yakni 42,6% dari nilai emisi Rp 3,5 triliun. Adapun jumlah penerbitan saham yang dibantu oleh perusahaan ini mencapai dua kesepakatan.
  • Sejumlah pemegang obligasi syariah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII senilai Rp 75 miliar mempertanyakan penurunan secara signifikan pembagian imbal hasil ke enam obligasi dari imbal hasil sebelumnya.
  • PT Aqua Golden Mississipi Tbk telah menunjuk Amir Abadi Jusuf (AAJ) sebagai konsultan penilai untuk menentukan nilai wajar saham perseroan terkait rencananya menjadi perusahaan tertutup.
  • Investasi dana pensiun mulai kembali masuk ke deposito dan obligasi korporasi setelah cukup trauma dengan penurunan NAB reksa dana yang banyak merugikan lembaga dana pensiun nasional. Saat ini diperkirakan banyak bank yang menawarkan deposito ke dana pensiun dengan bunga hingga mencapai di atas 11%. Sementara perburuan obligasi korporasi juga tengah dilakoni karena menawarkan yield secara keseluruhan hingga 20% dengan harga diskon yang diberikan.
  • PT Bursa Efek Jakarta disebutkan tengah berencana mengakuisisi sejumlah saham PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang telah dibeli kembali (buy back) oleh lembaga kustodian itu dari pemegang sahamnya. Namun rencana ini akan mendapat kendala karena menurut anggaran dasar lembaga kustodian itu, kepemilikan BEJ bersama SRO (Self Regulatory Organizations, seperti PT Bursa Efek Surabaya dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia) di KSEI tidak boleh lebih dari 15,5%. Namun disisi lain, BEJ dan SRO lainnya di dalam anggaran dasar juga diatur, bahwa BEJ wajib membeli kembali saham KSEI, jika lembaga kustodian ini telah membeli kembali hingga 10%.

Thursday, October 06, 2005

[Bisnis] 6 Oktober 2005

  • Permintaan terhadap obligasi global yang ditawarkan Pemerintah Indonesia ke investor internasional mengalami kelebihan permintaan (oversubscribe). Menurut Menteri Keuangan Jusuf Anwar, oversubscribenya sangat impresif. Pemerintah akan memutuskan harga, jumlah dan detil lainnya kemarin malam melalui conference call dengan New York Stock Exchange dan London Stock Exchange. Penawaran yang dilakukan oleh para investor sudah sesuai dengan keinginan pemerintah, bahkan melebihi keinginan pemerintah. Sementara itu, sumber eksekutif yang mengetahui transaksi itu mengatakan penjualan obligasi global berjangka waktu 10 tahun ditentukan US$900 juta dengan yield (imbal hasil) yaitu 7,625%, sementara obligasi berjangka waktu 30 tahun sebesar US$600 juta dengan yield 8,625%. Yield merupakan tingkat pengembalian internal dari penerbitan obligasi yang dinikmati oleh investor. Bagi pemerintah, semakin tinggi yield beban biaya semakin besar.
  • Indonesia diketahui menaikkan penjualan obligasi global yang akan diterbitkannya menjadi US$1,5 miliar atau naik 20% dari rencana semula US$1,25 miliar seiring dengan tingginya permintaan pasar. Permintaan terhadap obligasi global, seperti dikutip Bloomberg dari bankir terkemuka yang menolak disebutkan namanya, mencapai US$3,8 miliar atau tiga kali lipat lebih besar dari rencana penerbitan semula.
  • Bank Indonesia memperkirakan tingkat inflasi pada 2006 bisa mencapai 7% turun dari perkiraan inflasi tahun ini yang mencapai 12%. Seiring dengan turunnya tingkat inflasi maka diperkirakan suku bunga BI Rate akan turut disesuaikan dengan pergerakan tingkat inflasi.
  • PT Caltec Pacific Indonesia (CPI) mengganti nama perusahaannya menjadi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), menyusul dibelinya saham induk perusahaan tersebut oleh Chevron. Pergantian nama ini sesuai kebijakan global pemegang saham induk perusahaan untuk mengganakan nama Chevron pada seluruh unit bisnis hulunya yang ada di lebih dari 180 negara di dunia. Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Chevron Corporation, pemilik saham CPI, telah mengumumkan penggunaan logo barunya yang juga diaplikasikan pada unit bisnisnya di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Pergantian nama ini tidak akan mengubah fakta sejarah Caltex dan tetap organisasi yang sama dengan nilai-nilai yang sama seperti sebelumnya, ujar W. Yudiana Ardiwinata, Presiden Direktur CPI. Perubahan dan penggunaan nama itu sebenarnya efektif sejak 16 September 2005.
  • Kantor Menneg BUMN mengisyaratkan menunda penjualan 5%-8% saham di Bank Mandiri seiring dengan kondisi pasar yang belum kondusif. Dampaknya, target privatisasi BUMN sesuai UU APBN No. 1/2005 terancam meleset. Muhammad Said Didu, Sekretaris Kementerian Negara BUMN, menegaskan pihaknya hingga saat ini masih belum menjual saham di Bank Mandiri karena terhambat oleh kondisi pasar. Karena itu jika kondisi buruk itu berlarut-larut, Kementerian BUMN akan membatalkan rencana privatisasi itu sesuai ketentuan PP No. 33/2005. Dalam PP itu secara jelas menyatakan menteri bisa membatalkan proses privatisasi jika kondisi pasar dinilai terlalu buruk.
(Sumber: Bisnis Indonesia)

Wednesday, October 05, 2005

[Bisnis] 5 Oktober 2005

  • Perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta masih marak dan bergairah. Begitu juga pergerakan kurs saham pilihan Bisnis tampak semakin atraktif. Pelaku pasar kembali memburu berbagai saham blue chips guna menambah portofolionya di BEJ. Sentimen positif di sejumlah emiten unggulan berhasil menyulut tekanan beli di lantai bursa. Selain itu, menguatnya kurs rupiah atas dolar AS dan rebound di sejumlah bursa regional turut menggairahkan transaksi saham Bisnis kemarin.
  • Kenaikan harga BBM dan ledakan bom di Bali terus disikapi pemodal dengan berburu saham blue chips di BEJ. Maraknya perburuan pemodal terhadap saham unggulan berhasil mendongkrak indeks BEJ sebesar 17,752 poin atau 1,64% menjadi 1.101, 166. IHSG kembali menembus level psikologis 1.100 di tengah naiknya lagi BI Rate menjadi 11%. Pemodal tetap antusias mengakumulasi saham blue chips meski sebagian sudah berharga mahal. Optimisme pemodal terhadap keberhasilan pemerintah mengatasi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM mendorong mereka mengakumulasi saham unggulan di bursa. Bagaimanapun, potensi penguatan saham Bisnis masih terbuka hingga akhir tahun.
  • Di bagian lain, intervensi pemerintah memperkuat rupiah di pasar valas ikut disikapi pemodal di BEJ. Pasalnya, apresiasi rupiah atas dolar AS akan mengurangi rugi kurs maupun beban utang emiten BEJ di masa datang. Bahkan maraknya perburuan pemodal regioanl terhadap saham blue chips di bursa masing-masing turut membangkitkan animo investor memborong saham Bisnis di BEJ. Derasnya tekanan beli atas saham Bisnis telah menaikkan indeks BI-40 sebesar 2,02% pada 295,836. Total volume saham yang diperjualbelikan mencapai 530 juta unit senilai Rp 1,3 triliun. Perlu diketahui, keputusan pemerintah melakukan buy back atas saham Telkom dan Indosat berhasil mendongkrak indeks ke level signifikan.
  • Aksi borong saham unggulan telah mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta kembali menembus lebel psikologis 1.100, ditutup naik 17,752 poin (1,64%) menjadi 1.101,166. Kenaikan IHSG yang dinilai relatif cepat menembus ke lebel 1.100 itu mengejutkan pelaku pasar. Indeks, pada sesi pagi kemarin ditutup menguat 23,028 poin (2,13%) menjadi 1.106,442. Pada penutupan sesi kedua, indeks masih bertahan naik 17,752 poin (1,64%) menjadi 1.101,166.
  • Investor asing tiga pekan lalu diduga mempermainkan pasar obligasi dan mengambil keuntungan ketika terjadi penarikan dana reksa dana secara besar-besaran.
  • Bank Indonesia memutuskan menaikkan suku bunga BI Rate sebesar 100 basis poin dari semula 10% menjadi 11% seiring dengan meningkatnya ekspektasi inflasi yang secara optimis diperkirakan bisa mencapai 12% pada akhir tahun ini. Kenaikan suku bunga BI Rate tersebut masih mungkin dilanjutkan lagi seiring dengan kemungkinan naiknya tingkat inflasi. Pada akhir triwulan III tahun ini, tingkat inflasi sudah mencapai 9,06% atau lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya.
  • Menyusul kebijakan subsidi dengan menaikkan harga BBM untuk menyehatkan anggaran 1 Oktober lalu, pekan ini pemerintah melepas obligasi global sekitar US$1,25 miliar. Kisaran imbal hasil (yield) untuk obligasi global bertenor 10 tahun senilai US$1 miliar diharapkan mencapai 7,625% - 7,75% dan 8,625% - 8,75% untuk obligasi global berjangka waktu 30 tahun senilai US$250 juta.

Tuesday, October 04, 2005

[Bisnis] 4 Oktober 2005

  • Harga sejumlah produk barang dan jasa makin tidak terkendali pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Beberapa produk yang dipantau telah dan akan mengalami kenaikan harga antara lain otomotif, elektronik, kemasan obat, dan bahan pangan (sembako). Selain barang, kenaikan harga juga terjadi pada sektor jasa, seperti tarif angkutan, baik transportasi darat maupun laut. Sejumlah pengusaha usaha yang dihubungi Bisnis secara terpisah menyatakan kenaikan harga barang dan jasa tidak mungkin dihindari. Ini karena BBM menjadi komponen penting dalam kegiatan mereka. Selain faktor BBM, kenaikan harga juga disebabkan oleh masih lemahnya posisi kurs rupiah terhadap dolar AS yang berada di atas Rp 10.000 per US$.
  • PT Bank Mandiri Tbk kembali mengajukan persetujuan penerbitan obligasi internasional sebesar US$200 juta hingga US$300 juta kepada Bank Indonesia seiring dengan terlampaunya jangka waktu izin penerbitan surat berharga tersebut. Bank Mandiri sebetulnya telah memperoleh izin emisi obilgasi yang berlaku hingga Oktober. Rencananya, manajemen akan menjual surat utangnya yang berdenominasi dolar AS kepada investor Hong Kong, Singapura, Indonesia, dan AS paling awal pada akhir Oktober.
  • Pembelian selektif terhadap saham unggulan masih berlanjut sampai perdagangan awal pekan ini. Dampak kenaikan harga BBM dan peledakan bom di Bali pada tanggal 1 Oktober lalu tak berpengaruh signifikan di bursa. Pemodal tampak tak mencemaskan lonjakan harga BBM maupun bom Bali II terhadap kelangsungan investasi di Bursa. Realitas itu bisa dicermati dari antuasiasme pemodal mengakumulasi saham blue chips penggerak pasar. Indeks BEJ kembali menguat 4,138 poin atau 0,38% menjadi 1.083,413. IHSG sempat naik 11 poin ke posisi 1.900-an sebelum terjadi profit taking setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi September.
  • Kondisi pasar yang terus membaik tidak lepas dari kemampuan pemerintah mengelola aksi unjuk rasa menentang kenaikan harga BBM akhir pekan lalu. Memang, keputusan pemerintah menaikkan harga BBM antara 85% - 135% berpotensi menggerus kinerja emiten BEJ tahun ini. Meski demikian, penurunan pendapatan maupun laba perusahaan publik tersebut tak akan menyurutkan animo investor bertansaksi di bursa. Bahkan ledakan bom Bali II yang menewaskan sedikitnya 25 orang dan melukai ratusan lainnya tak berimbas signifikan di BEJ. Dampak bom bali tahun 2002 jauh lebih dahsyat. Pemerntah diperkirakan akan mengambil langkah tegas dengan menangkap pelaku peledakan bom Bali II tersebut.
  • PT Trimegah Securities Tbk hingga kini telah membeli kembali (buy back) sedikitnya Rp 243,8 miliar atau setara dengan 81,3% dari surat utang yang diterbitkan perusahaan sekitar Rp 300 miliar. Pembelian kembali surat utang itu direalisasikan pada 27 September dengan maksud untuk disimpan dalam portofolio efek perusahaan. Menurut penjelasan perseroan kepada PT Bursa Efek Surabaya, surat utang itu dapat diperdagangkan kembali sebelum jatuh tempo pada 2009. Trimegah menerbitkan obligasi sebesar Rp 300 miliar pada 2004 dan jatuh tempo pada 2009. Hingga saat ini, Bisnis mencatat sedikitnya 17 perusahaan penerbit surat utang kembali membeli obligasinya dari pasar. Nilai obligasi yang telah dibeli kembali itu mencapai Rp 1 triliun. Pembelian kembali itu, sebagian besar diantaranya dilakukan emiten sebagai bagian pelunasan kewajiban.

Monday, October 03, 2005

[Bisnis] 3 Oktober 2005

  • Perdagangan saham unggulan Bisnis bulan lalu berlangsung cukup marak. Pemodal BEJ berhasil meraih keuntungan signifikan. Hal itu tercermin dari naiknya indeks BEJ 29,18 poin atau 2,77% menjadi 1.079,275 dibanding periode Agustus di 1.050,090. Gonjang-gonjing harga minyak dunia, badai Katrina dan Rita di AS, naiknya suku bunga Fed, serta unjuk rasa kenaikan BBM di dalam negeri tampak membayangi transaksi saham di BEJ September lalu. Berbagai sentimen negatif di atas sempat menjatuhkan indeks ke level cukup dalam sebelum terjadi rebound di akhir bulan.
  • Keberhasilan pemerintah, terutama pihak keamanan mengelola aksi unjuk rasa mahasiswa dan elemen masyarakat mampu menumbuhkan kepercayaa pelaku pasar berburu saham blue chips bulan lalu. Memang, pasar sempat dihantui panik jual akibat naiknya kembali harga minyak dunia ke level US$67 per barel serta badai Katrina di AS. Meski demikian, meredanya kembali fluktuasi harga minyak dunia dan keberhasilan pemerintah AS mengatasi terjangan badai Katrina dan Rita mendorong invstor masuk bursa.
  • Ledakan bom di Bali akhir pekan lalu diperkirakan direspon negatif oleh pasar kendati dampak penurunan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta hari ini tidak terlalu signifikan. Indeks diperkirakan tidak akan menurun terlalu tajam karena sebagian investor akan memanfaatkan peluang itu untuk melakukan aksi pembelian.
  • Rupiah dipastikan makin tertekan pekan ini setelah dikejutkan oleh kenaikan BBM yang lebih tinggi dari perkiraan, kini diperberat dengan ledakan bom di beberapa tempat di Bali. Jelas kejadian yang terakhir itu bisa menghapus sejumlah senitimen positif atas rupiah yang sudah terlihat sepanjang pekan lalu. Diantaranya penjualan saham pemerintah di BCA dan rencana penerbitan obligasi pemerintah di luar negeri senilai US$1 miliar. Situasi kondusif rupiah itu terlihat dalam pergerakan sepanjang pekan lalu, rupiah sempat menguat sampai level 10.200.
(Sumber: Bisnis Indonesia)

[Bisnis] 1 Oktober 2005

  • Pemerintah memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) rata-rata di atas 100%, yang efektif berlaku dini hari tadi pukul 00:00 WIB melalui Peraturan Presiden No. 55/2005. Berdasarkan keputusan itu, harga minyak untuk rumah tangga melonjak dari Rp 700 per liter menjadi Rp 2.000 per liter (185,5%), bensin premium dinaikkan 87,5% menjadi Rp 4.500 per liter dan solar menjadi Rp 4.300 per liter (105%).