Friday, October 07, 2005

[Bisnis] 7 Oktober 2005

  • Bank Indonesia menyatakan lelang SBI jangka waktu 1 bulan (35 hari) kemarin (5 Oktober) berhasil menyerap dana sebesar Rp 13,77 triliun, sementara untuk SBI jangka waktu 3 bulan (91 hari) Rp 0,5 triliun. Target indikatif untuk lelang SBI jangka waktu 1 bulan ditetapkan Rp 8,5 triliun, sementara penawaran yang masuk mencapai Rp 13,84 triliun. Untuk frekuensi penawaran pada lelang kemarin sebanyak 96 transaksi. Sedangkan target indikatif lelang SBI jangka waktu 3 bulan ditetapkan Rp 0,5 triliun dengan jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 1,32 triliun. Frekuensi penawaran lelang untuk SBI jangka waktu 3 bulan sebanyak 30 transaksi. Siaran pers BI melaporkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) jangka watku 1 bulan hasil lelang 5 Oktober 2005 sebesar 11,0% dan untuk SBI 3 bulan sebesar 12,086%.
  • Departemen Keuangan boleh berlega hati, paling tidak satu target APBN Perubahan 2005 yaitu penerbitan surat utang negara bruto sebesar Rp 43 triliun terlampaui dengan emisi obligasi internasional sejumlah US$1,5 miliar. Sebelum menerbitkan obligasi dalam denominasi dolar AS, Depkeu telah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) bruto sekitar Rp 30 triliun, masih tersisa sekitar Rp 13 triliun pada akhir tahun. Kemarin Depkeu berhasil menarik utang dari pasar obligasi internasional sebesar US$1,5 miliar yang terdiri dari US$900 juta untuk obligasi gobal berjangka waktu 10 tahun dengan jatuh tempo 15 Januari 2016 dan US$600 juta untuk obligasi global berjangka waktu 30 tahun dengan jatuh tempo 12 Oktober 2035. Kupon obligasi internasional berjangka waktu 10 tahun ditetapkan 7,5% dengan imbal hasil (yield) 7,625%, obligasi ini diperdagangkan dengan nama INDO 16, saat ini dipegang sekitar 40% investor Asia, 33% Eropa, dan 29% investor AS. Untuk obligasi internasional dengan jangka waktu 30 tahun ditetapkan dengan kupon 8,5% dan yield 8,625%, obligasi ini diperdagangkan dengan nama INDO 35. Sebagian besar INDO 35 dipegang oleh 38% investor Asia, 33% Eropa, dan 29% AS.
  • PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas dan PT CIMB Niaga Securities dalam sembilan bulan tahun ini menjadi perusahaan sekuritas teraktif dalam menjamin penerbitan obligasi dan saham di Indonesia. Menurut data Bloomberg, AAA dinilai teraktif setelah tahun ini menjadi penjamin emisi terhadap obligasi senilai Rp 2,3 triliun atau sekitar 24,7% dari nilai emisi Rp 9,5 triliun. Perusahaan tersebut telah menjalankan 20 kesepakatan (deal) sejak Januari hingga September tahun ini. Besarnya nilai emisi yang ditangani AAA naik dari posisi tahun lalu yang berada pada posisi kedua. Ketika itu perseroan hanya menguasai 12,75% dari nilai emisi Rp 10,2 triliun. Sedangkan CIMB Niaga Securities menjadi yang teraktif dalam menjamin emisi saham yakni sebanyak Rp 1,5 triliun atau 42,6% dari total emisi saham tahun ini. Posisi CIMB ini setara dengan GK Goh Indonesia yang melakukan penjaminan saham dengan nilai yang sama yakni 42,6% dari nilai emisi Rp 3,5 triliun. Adapun jumlah penerbitan saham yang dibantu oleh perusahaan ini mencapai dua kesepakatan.
  • Sejumlah pemegang obligasi syariah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII senilai Rp 75 miliar mempertanyakan penurunan secara signifikan pembagian imbal hasil ke enam obligasi dari imbal hasil sebelumnya.
  • PT Aqua Golden Mississipi Tbk telah menunjuk Amir Abadi Jusuf (AAJ) sebagai konsultan penilai untuk menentukan nilai wajar saham perseroan terkait rencananya menjadi perusahaan tertutup.
  • Investasi dana pensiun mulai kembali masuk ke deposito dan obligasi korporasi setelah cukup trauma dengan penurunan NAB reksa dana yang banyak merugikan lembaga dana pensiun nasional. Saat ini diperkirakan banyak bank yang menawarkan deposito ke dana pensiun dengan bunga hingga mencapai di atas 11%. Sementara perburuan obligasi korporasi juga tengah dilakoni karena menawarkan yield secara keseluruhan hingga 20% dengan harga diskon yang diberikan.
  • PT Bursa Efek Jakarta disebutkan tengah berencana mengakuisisi sejumlah saham PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang telah dibeli kembali (buy back) oleh lembaga kustodian itu dari pemegang sahamnya. Namun rencana ini akan mendapat kendala karena menurut anggaran dasar lembaga kustodian itu, kepemilikan BEJ bersama SRO (Self Regulatory Organizations, seperti PT Bursa Efek Surabaya dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia) di KSEI tidak boleh lebih dari 15,5%. Namun disisi lain, BEJ dan SRO lainnya di dalam anggaran dasar juga diatur, bahwa BEJ wajib membeli kembali saham KSEI, jika lembaga kustodian ini telah membeli kembali hingga 10%.