Thursday, August 18, 2005

Tanggal 18 Agustus 2005

  • Pemerintah yakin hasil penjualan 10% saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk dan saham BTN kepada konsorsium BNI dapat memenuhi target privatisasi tahun ini, meski jumlahnya diperbesar menjadi Rp 4,5 triliun.
  • Investor kembali membuang saham unggulan di bursa. Harga minyak dunia yang masih bertengger di posisi US$66 per barel terus mengulut tekanan jual terhadap saham blue chips. Bahkan tingginya harga minyak mentah ikut melemahkan kurs rupiah ke level Rp 9.900 per dolar AS. Pelaku pasar belum berani membeli kembali saham Bisnis meski mayoritas kursnya sudah relatif murah. Gejolak harga minyak yang tidak kunjung reda membuat investor kehilangan orientasi di psar saham. Mereka terus membuang saham blue chips yang masih menyimpan potensi keuntungan di lantai bursa.
  • Kecenderungan pemodal itu wajar karena risiko investasi di pasar saham masih cukup tinggi. Bagaimanapun, lonjakan harga minyak dunia yan diperkirakan bakal menembus level US$70 per barel akan mempercepat pemerintah menaikkan harga BBM dalam waktu dekat ini. Harus diakui, gonjang-ganjing harga minyak mentah bukan saja memicu kenaikan BBM di dalam negeri tapi juga pelemahan kurs rupiah serta anjloknya kinerja emiten BEJ tahun ini. Disamping itu, lonjakan harga minyak mentah akan mendongkrak inflasi. Menaikkan suku bunga SBI, serta menguras cadangan devise negara.
  • Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan gejolak harga minyak di atas langsung mendorong investor merealisasikan keuntungan tersisa di bursa. Akibatnya, indeks BEJ kembali melemah 4,44 poin atau 0,40% menjadi 1.113,825. Faktor eksternal masih mendominasi tekanan jual di bursa Jakarta.
  • Pemodal terus melepas portofolionya sehingga dalam perdagangan empat hari terakhir, IHSG telah merosot sebanyak 64 poin. Koreksi saham kapitalisasi besar adalah pemicu anjloknya indikator bursa. Investor tak ingin mengambil risiko sehingga terus melepas saham unggulan sampai Selasa kemarin. Depresiasi rupiah mendekati level Rp 9.500 per dolar AS membuat investor panik. Pemodal khawatir pelemahan rupiah tersebut akan mendorong BI mengintervensi pasar. Hal itu menurunkan cadangan devisa kita. Apapun alasannya, depresiasi rupiah sangat erat kaitannya dengan gejolak harga minyak di pasar dunia.
  • Kenaikan suku bunga perbankan diperkirakan akan terus berlangsung mengingat tekanan kenaikan bunag secara eksternal semakin meningkat. Dampaknya marjin bunga bersih perbankan mengalami tekanan akibat naiknya tingkat suku bunga simpanan yang tidak bisa diimbangi dengan naiknya tingkat suku bunga simpanan lebih kuat.
  • Pemerintah meminta PT Perusahaan Pengelola Aset mempersiapkan pelepasan 5,04% saham PT Bank Central Asia Tbk dan 5,53% saham PT Bank Internasional Indonesia Tbk untuk menutup defisit APBN yang semakin membengkak.