Monday, August 15, 2005

Tanggal 15 Agustus 2005

  • Gejolak harga minyak dunia menghantui aktivitas perdagangan saham di BEJ pekan lalu. Pelaku pasar tampak panik sehingga membuang berbagai saham blue chips penggerak bursa. Pemodal antusias mengambil keuntungan guna menghindari dari kerugian lebih besar. Lonjakan harga minyak dunia mencapai level tertinggi di US$65,30 per barel akan menghambat pertumbuhan perndapatan dan laba emiten tahun ini. Apalagi, meroketnya harga minyak mentah diikuti kenaikan suku bunga AS dan bunga SBI dalam negeri. Kecenderungan ini akan mengganjal fundamental emiten.
  • Di sisi lain, melambungnya harga minyak di pasar internasional akan mendorong pemerintah segera menaikkan harga BBM di dalam negeri. Kebijakan pemerintah tersebut dikhawatirkan bisa menyulut gejolak sosial di masyarakat. Bahkan para emiten makin kesulitan melakukan ekspansi karena melambungnya biaya operasional. Tekanan terhadap kinerja emitan pada gilirannya akan menjatuhkan harga sahamnya di bursa. Dengan begitu, nilai keuntungan investor di pasar modal pun bakal terpangkas. Iklim investasi menjadi tidak kondusif bila gejolak harga minyak semakin tak terbendung nanti. Saat penutupan transakasi Jum’at pekan lalu, indeks BEJ terpangkas 20 poin atau 1,71% menjadi 1.153,969 dibanding sebelumnya di 1.174,09. Pemodal tak ingin mengambil risiko sehingga mereka agresif membuang sahamnya. Gonjang-gonjing harga minyak dunia telah berdampak negatif terhadap saham unggulan maupun lapis kedua.
  • Investor aktif merealisasikan keuntungan temporer d bursa. Pasalnya, meroketnya harga minyak dunia sangat merugikan pasar saham. Pemerintah sudah memberikan signal untuk menaikkan harga BBM. Padahal, kenaikan harga BBM bisa menyulut gejolak sosial. Realisasi tersebut telah diantisipasi asing dengan membuang sahamnya. Sepanjang perdagangan minggu lalu, asing mencatat net selling sebesar Rp 74 miliar. Aksi ambil untung asing bertujuan meminimalkan risiko kerugian lebih besar. Pemerintah sendiri berencana menaikkan harga jual premium dan solar menjadi Rp 4.200 per liter dan Rp 3.200 per liter. Sedangkan harga minyak tanah diperkirakan naik dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.700 per liter. Rencana kenaikan BBM langsung disikapi pemodal dengan melepas saham di BEJ. Akibatnya, indeks BI-40 anjlok 1,79% pada 303,493 dari sebelumnya di 309,027.
  • Seperti diketahui, kenaikan harga BBM nanti dengan patokan subsidi Rp 76,5 triliun sebagaimana dalam APBN Perubahan 2005 dan asumsi harga minyak dunia US$60 per barel. Bagaimanapun, cepat atau lambat pemerintah akan segera menaikkan harga BBM di dalam negeri. Langkah pemerintah tersebut memang tidak populer tapi harus direalisasikan. Karena jika tidak maka beban subsidi akan membengkak hingga Rp 130 triliun. Kenaikan harga BBM tidak hanya menekan pasar saham melainkan juga kurs rupiah. Mata uang rupiah akan terpangkas atas dolar AS dan inflasi bakal melambung.
  • Di sisi lain, suku bunga SBI mungkin terus dinaikkan pemerintah untuk memperkuat rupiah dan menekan inflasi. Namun begitu, terobosan pemerintah itu justru semakin mengganjal para emiten BEJ. Laba korporasi bakal merosot tajam bila harga BBM dinaikkan dan harga minyak dunia melonjak hingga US$ 70 per barel di masa mendatang. Jadi harus diakui, koreksi saham Bisnis pekan lalu dipicu berbagai sentimen negatif di atas. Utamanya adalah lonjakan harga minyak dunia yang liar dan rencana kenaikan BBM. Sementara perdagangan saham Bisnis minggu ini masih akan dibayari fluktuasi harga minyak dunia dan isu kenaikan harga BBM di dalam negeri. Pemodal diperkirakan terus melepas saham unggulan guna merealisasikan keuntungan tersisa. Langkah itu diambil investor dengan terus mencermati harga minyak dunia pasar saham regional.