Tuesday, August 16, 2005

Tanggal 16 Agustus 2005

  • Menjelang penandatanganan nota kesepahaman Aceh Damai di Helsinki, Finlandia, indeks harga saham gabungan di bursa Jakarta merosot tajam. Indeks komposit di BEJ sampai penutupan perdagangan kemarin ditutup di level 1.118,274, anjlok 35,695 poin atau 3,09%. Kejatuhan IHSG kemarin tertinggi sejak 18 April 2005 sebesar 3,31% atau 36,329 poin di 1.060,189.
  • Selama ini sikap pemerintah yang kurang transparan mengenai naskah perjanjian damai RI dengan Gerakan Aceh Merdeka menimbulkan spekulasi negatif di kalangan investor. Kejatuhan indeks diwarnai kekhawatiran pasar terhadap butir perjanjian damai di Aceh yang dianggap justru bisa merugikan pemerintah Indonesia. Dimana hal ini telah menjadi konsekuensi dari perjanjian yang harus ditaati pemerintah untuk Aceh tetap menjadi bagian dari NKRI.
  • Investor tidak terlampau optimis kondisi Aceh pasca perjanjian damai akan segera membaik dan sebaliknya mencemaskan akan terjasi instabilitas keamanan karena pengalaman sebelumnya. Ketidakpastian tersebut memicu investor melepas sahamnya di bursa termasuk saham pilihan Bisnis. Alhasil, indeks Bisnis BI-40 merosot signifikan 3,015% atau 9,151 poin ke 294,342. Pada kurun yang sama indeks LQ-45 anjlok 3,379% atau 8,562 poin ke 244,79. Melemahnya indeks disertai aktivitas perdagangan saham Bisnis yang dibukukan sebanyak 396,041 juta lembar dan membukukan nilai transaksi Rp 974,437 miliar.
  • Sementara itu melambungnya harga minyak mentah yang semakin tak terbendung ikut menyulut kepanikan di kalangan pelaku pasar. Kenaikan harga minyak juga mengakibatkan rupiah terus melemah terhadap US$ ke posisi Rp 9.875 di akhir perdagangan bursa kemarin, turun 85 poin dibanding posisi Jum’at pekan lalu di Rp 9.790. Rupiah di pasar uang kembali tergoncang menyusul harga minyak di pasar New York Mercantile Exchange (NYMEX) terus menanjak ke level US$67 per barel. Posisi tersebut tertinggi sejak 1979 dimana harga minyak mencapai US$80 per barel akibat terjadinya Revolusi Iran. Prospek bursa saham semakin tidak menentu seiring harga minyak yang terus bergejolak.