Thursday, August 18, 2005

Tanggal 18 Agustus 2005

  • Pemerintah yakin hasil penjualan 10% saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk dan saham BTN kepada konsorsium BNI dapat memenuhi target privatisasi tahun ini, meski jumlahnya diperbesar menjadi Rp 4,5 triliun.
  • Investor kembali membuang saham unggulan di bursa. Harga minyak dunia yang masih bertengger di posisi US$66 per barel terus mengulut tekanan jual terhadap saham blue chips. Bahkan tingginya harga minyak mentah ikut melemahkan kurs rupiah ke level Rp 9.900 per dolar AS. Pelaku pasar belum berani membeli kembali saham Bisnis meski mayoritas kursnya sudah relatif murah. Gejolak harga minyak yang tidak kunjung reda membuat investor kehilangan orientasi di psar saham. Mereka terus membuang saham blue chips yang masih menyimpan potensi keuntungan di lantai bursa.
  • Kecenderungan pemodal itu wajar karena risiko investasi di pasar saham masih cukup tinggi. Bagaimanapun, lonjakan harga minyak dunia yan diperkirakan bakal menembus level US$70 per barel akan mempercepat pemerintah menaikkan harga BBM dalam waktu dekat ini. Harus diakui, gonjang-ganjing harga minyak mentah bukan saja memicu kenaikan BBM di dalam negeri tapi juga pelemahan kurs rupiah serta anjloknya kinerja emiten BEJ tahun ini. Disamping itu, lonjakan harga minyak mentah akan mendongkrak inflasi. Menaikkan suku bunga SBI, serta menguras cadangan devise negara.
  • Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan gejolak harga minyak di atas langsung mendorong investor merealisasikan keuntungan tersisa di bursa. Akibatnya, indeks BEJ kembali melemah 4,44 poin atau 0,40% menjadi 1.113,825. Faktor eksternal masih mendominasi tekanan jual di bursa Jakarta.
  • Pemodal terus melepas portofolionya sehingga dalam perdagangan empat hari terakhir, IHSG telah merosot sebanyak 64 poin. Koreksi saham kapitalisasi besar adalah pemicu anjloknya indikator bursa. Investor tak ingin mengambil risiko sehingga terus melepas saham unggulan sampai Selasa kemarin. Depresiasi rupiah mendekati level Rp 9.500 per dolar AS membuat investor panik. Pemodal khawatir pelemahan rupiah tersebut akan mendorong BI mengintervensi pasar. Hal itu menurunkan cadangan devisa kita. Apapun alasannya, depresiasi rupiah sangat erat kaitannya dengan gejolak harga minyak di pasar dunia.
  • Kenaikan suku bunga perbankan diperkirakan akan terus berlangsung mengingat tekanan kenaikan bunag secara eksternal semakin meningkat. Dampaknya marjin bunga bersih perbankan mengalami tekanan akibat naiknya tingkat suku bunga simpanan yang tidak bisa diimbangi dengan naiknya tingkat suku bunga simpanan lebih kuat.
  • Pemerintah meminta PT Perusahaan Pengelola Aset mempersiapkan pelepasan 5,04% saham PT Bank Central Asia Tbk dan 5,53% saham PT Bank Internasional Indonesia Tbk untuk menutup defisit APBN yang semakin membengkak.

Tuesday, August 16, 2005

Tanggal 16 Agustus 2005

  • Menjelang penandatanganan nota kesepahaman Aceh Damai di Helsinki, Finlandia, indeks harga saham gabungan di bursa Jakarta merosot tajam. Indeks komposit di BEJ sampai penutupan perdagangan kemarin ditutup di level 1.118,274, anjlok 35,695 poin atau 3,09%. Kejatuhan IHSG kemarin tertinggi sejak 18 April 2005 sebesar 3,31% atau 36,329 poin di 1.060,189.
  • Selama ini sikap pemerintah yang kurang transparan mengenai naskah perjanjian damai RI dengan Gerakan Aceh Merdeka menimbulkan spekulasi negatif di kalangan investor. Kejatuhan indeks diwarnai kekhawatiran pasar terhadap butir perjanjian damai di Aceh yang dianggap justru bisa merugikan pemerintah Indonesia. Dimana hal ini telah menjadi konsekuensi dari perjanjian yang harus ditaati pemerintah untuk Aceh tetap menjadi bagian dari NKRI.
  • Investor tidak terlampau optimis kondisi Aceh pasca perjanjian damai akan segera membaik dan sebaliknya mencemaskan akan terjasi instabilitas keamanan karena pengalaman sebelumnya. Ketidakpastian tersebut memicu investor melepas sahamnya di bursa termasuk saham pilihan Bisnis. Alhasil, indeks Bisnis BI-40 merosot signifikan 3,015% atau 9,151 poin ke 294,342. Pada kurun yang sama indeks LQ-45 anjlok 3,379% atau 8,562 poin ke 244,79. Melemahnya indeks disertai aktivitas perdagangan saham Bisnis yang dibukukan sebanyak 396,041 juta lembar dan membukukan nilai transaksi Rp 974,437 miliar.
  • Sementara itu melambungnya harga minyak mentah yang semakin tak terbendung ikut menyulut kepanikan di kalangan pelaku pasar. Kenaikan harga minyak juga mengakibatkan rupiah terus melemah terhadap US$ ke posisi Rp 9.875 di akhir perdagangan bursa kemarin, turun 85 poin dibanding posisi Jum’at pekan lalu di Rp 9.790. Rupiah di pasar uang kembali tergoncang menyusul harga minyak di pasar New York Mercantile Exchange (NYMEX) terus menanjak ke level US$67 per barel. Posisi tersebut tertinggi sejak 1979 dimana harga minyak mencapai US$80 per barel akibat terjadinya Revolusi Iran. Prospek bursa saham semakin tidak menentu seiring harga minyak yang terus bergejolak.

Monday, August 15, 2005

Tanggal 15 Agustus 2005

  • Gejolak harga minyak dunia menghantui aktivitas perdagangan saham di BEJ pekan lalu. Pelaku pasar tampak panik sehingga membuang berbagai saham blue chips penggerak bursa. Pemodal antusias mengambil keuntungan guna menghindari dari kerugian lebih besar. Lonjakan harga minyak dunia mencapai level tertinggi di US$65,30 per barel akan menghambat pertumbuhan perndapatan dan laba emiten tahun ini. Apalagi, meroketnya harga minyak mentah diikuti kenaikan suku bunga AS dan bunga SBI dalam negeri. Kecenderungan ini akan mengganjal fundamental emiten.
  • Di sisi lain, melambungnya harga minyak di pasar internasional akan mendorong pemerintah segera menaikkan harga BBM di dalam negeri. Kebijakan pemerintah tersebut dikhawatirkan bisa menyulut gejolak sosial di masyarakat. Bahkan para emiten makin kesulitan melakukan ekspansi karena melambungnya biaya operasional. Tekanan terhadap kinerja emitan pada gilirannya akan menjatuhkan harga sahamnya di bursa. Dengan begitu, nilai keuntungan investor di pasar modal pun bakal terpangkas. Iklim investasi menjadi tidak kondusif bila gejolak harga minyak semakin tak terbendung nanti. Saat penutupan transakasi Jum’at pekan lalu, indeks BEJ terpangkas 20 poin atau 1,71% menjadi 1.153,969 dibanding sebelumnya di 1.174,09. Pemodal tak ingin mengambil risiko sehingga mereka agresif membuang sahamnya. Gonjang-gonjing harga minyak dunia telah berdampak negatif terhadap saham unggulan maupun lapis kedua.
  • Investor aktif merealisasikan keuntungan temporer d bursa. Pasalnya, meroketnya harga minyak dunia sangat merugikan pasar saham. Pemerintah sudah memberikan signal untuk menaikkan harga BBM. Padahal, kenaikan harga BBM bisa menyulut gejolak sosial. Realisasi tersebut telah diantisipasi asing dengan membuang sahamnya. Sepanjang perdagangan minggu lalu, asing mencatat net selling sebesar Rp 74 miliar. Aksi ambil untung asing bertujuan meminimalkan risiko kerugian lebih besar. Pemerintah sendiri berencana menaikkan harga jual premium dan solar menjadi Rp 4.200 per liter dan Rp 3.200 per liter. Sedangkan harga minyak tanah diperkirakan naik dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.700 per liter. Rencana kenaikan BBM langsung disikapi pemodal dengan melepas saham di BEJ. Akibatnya, indeks BI-40 anjlok 1,79% pada 303,493 dari sebelumnya di 309,027.
  • Seperti diketahui, kenaikan harga BBM nanti dengan patokan subsidi Rp 76,5 triliun sebagaimana dalam APBN Perubahan 2005 dan asumsi harga minyak dunia US$60 per barel. Bagaimanapun, cepat atau lambat pemerintah akan segera menaikkan harga BBM di dalam negeri. Langkah pemerintah tersebut memang tidak populer tapi harus direalisasikan. Karena jika tidak maka beban subsidi akan membengkak hingga Rp 130 triliun. Kenaikan harga BBM tidak hanya menekan pasar saham melainkan juga kurs rupiah. Mata uang rupiah akan terpangkas atas dolar AS dan inflasi bakal melambung.
  • Di sisi lain, suku bunga SBI mungkin terus dinaikkan pemerintah untuk memperkuat rupiah dan menekan inflasi. Namun begitu, terobosan pemerintah itu justru semakin mengganjal para emiten BEJ. Laba korporasi bakal merosot tajam bila harga BBM dinaikkan dan harga minyak dunia melonjak hingga US$ 70 per barel di masa mendatang. Jadi harus diakui, koreksi saham Bisnis pekan lalu dipicu berbagai sentimen negatif di atas. Utamanya adalah lonjakan harga minyak dunia yang liar dan rencana kenaikan BBM. Sementara perdagangan saham Bisnis minggu ini masih akan dibayari fluktuasi harga minyak dunia dan isu kenaikan harga BBM di dalam negeri. Pemodal diperkirakan terus melepas saham unggulan guna merealisasikan keuntungan tersisa. Langkah itu diambil investor dengan terus mencermati harga minyak dunia pasar saham regional.

Friday, August 12, 2005

Tanggal 12 Agustus 2005

  • Industri perusahaan efek kini mulai menaikkan tarif biaya (fee) penjaminan emisi menyusul kondisi pasar yang kurang konduksif dan suku bunga yang cenderung naik.
  • Suku bunga BI Rate pada akhir tahun ini diperkirakan akan mencapai 9% dan akan terus naik mencapai 10% pada tahun 2006 seiring dengan kebijakan BI menaikkan suku bunga BI Rate dari semula 8,5% menjadi 8,75%.
  • Laju saham pilihan Bisnis terganjal kenaikan harga minyak dunia. Meroketnya kembali harga minyak mentah ke level US$65 per barel menyulut investor membuang kembali sahamnya di BEJ. Pasalnya, lonjakan harga minyak dunia justru akan semakin mempercepat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Hal ini pula yang membuat investor panik melepas saham unggulan di bursa. Bagaimanapun juga gejolak harga minyak di pasar internasional akan terus mendorong Bank Sentral AS menaikkan suku bunganya. Langkah serupa juga diikuti Bank Indonesia.
  • Dampaknya keuntungan investor di pasar modal akan menurun drastis tahun ini. Bahkan melonjaknya harga minyak dunia berpotensi memangkas pendapatan usaha emiten BEJ nanti. Apalagi lonjakan harga minyak tersebut, juga diikuti melemahnya kurs rupiah serta meningkatnya suku bunga SBI menjadi 8,72%. Kecenderungan ini mengakibatkan investor menahan diri melanjutkan pembelian atas saham blue chips. Mereka bahkan melepas kembali saham unggulan yang dibeli pada perdagangan sebelumnya. Terobosan itu dilakukan pemodal untuk mengamankan portofolionya.
  • Sementara itu, tekanan jual yang dipicu lonjakan harga minyak dunia, kenaikan bunga Fed, serta pelemahan rupiah telah menjatuhkan indeks BEJ sebesar 8,866 poin atau 0,75% menjadi 1.167,972. Harus diakui, fluktuasi harga minyak dunia yang tajam akan melambungkan biaya operasional perusahaan, terutama kebutuhan energi. Emiten manufaktur di BEJ akan sangat terpukul apabila harga minyak dunia mencapai level US$70 per barel tahun ini.
  • Hanya segelintir emiten yang menikmati keuntungan dari gejolak harga minyak dunia. Yakni perusahaan tambang, terutama yang mengeksplorasi minyak. Koreksi harga saham Semen Gresik, Astra International, Indosat serta Telkom ikut merosotkan indeks BI-40 sebesar 0,54% pada posisi 307,333. Total volume saham Bisnis yang berpindahtangan sebanyak 284 juta unit senilai Rp 654 miliar. Investor asing mencatat net selling Rp 74 miliar. Sedangkan mata uang rupiah ditutup melemah di Rp 9.815 per dolar AS. Lonjakan harga minyak dunia ke level US$65 per barel adalah pemicu utama anjloknya saham pilihan Bisnis di bursa Jakarta.

Thursday, August 11, 2005

Tanggal 11 Agustus 2005

  • Ada kado tak sedap di HUT ke-28 diaktifkannya kembali pasar modal. PT Komatsu Indonesia Tbk menyatakan akan menghapus pencatatan sahamnya di bursa secara sukarela (voluntary delisting). Perusahaan alat berat itu menawarkan pembelian kembali sahamnya yang dimiliki oleh publik pada harga Rp 8.500 per lembar lewat mekanisme penawaran tender (tender offer). Saham Komatsu kemarin ditutup pada harga Rp 5.250, naik tipis dari Rp 5.200 pada penutupan perdagangan sebelumnya. Sedangkan harga nominal saham Komatsu sebesar Rp 500 per lembar. Dalam suratnya kepada PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) kemarin, Presdir Komatsu Budiardjo Sosrosukarto menyebutkan usulan menjadi perusahaan tertutup (go private) itu sejalan dengan kebijakan global yang diambil oleh induk perusahaannya, yaitu Komatsu Ltd. Dalam surat itu, Komatsu juga meminta BEJ menghentikan perdagangan sementara (suspensi) saham Komatsu mulai hari ini. Penawaran tender akan dilakukan pada 20 Oktober – 28 November 2005, sehingga permohonan delisting bakal dapat diajukan pada 12 Desember 2005. Komatsu Indonesia berdiri pada 13 Desember 1982 dan mencatatkan sahamnya di bursa pada 31 Oktober 1995.
  • Bank Indonesia akhirnya melakukan perubahan atas suku bunga BI Rate dari semula 8,5% menjadi 8,75% padahal instrumen moneter ini semula ditargetkan bertahan selama tiga bulan sejak diterapkan pertama kali pada tanggal 5 Juli 2005. Dampaknya, bank akan semakin mengendurkan ekspansi kreditnya karena suku bunga Sertifikat Bank Indonesia mengalami lonjakan pesat dari semula 8,5% menjadi 8,71% mengikuti kenaikan BI Rate.
  • Pemodal kembali memburu saham blue chips di BEJ. Perburuan investor terutama menyentuh saham kapitalisasi besar penggerak bursa. Kondisi saham unggulan yang sudah relatif murah kembali dimanfaatkan pemodal untuk memperbesar portofolionya. Mayoritas saham Bisnis berhasil membukukan kenaikan kurs cukup signifikan. Bahkan lonjakan harga saham blue chips mendongkrak indeks BI-40 sebesar 1,56% di 309,988. Total volume saham Bisnis yang berpindahtangan 321 juta unit senilai Rp 877 miliar. Indeks BEJ ikut melonjak 14,039 poin atau 1,21% menjadi 1.176,838.
  • Kalangan investor sangat antusias memburu saham unggulan sehingga kursnya terkerek signifikan. Saham Telkom, Semen Gresik, Astra International, Indosat, serta Antam tampil sebagai penggerak utama bursa Jakarta. Kelompok saham kapitalisasi besar tersbeut diborong investor untuk investasi jangka panjang. Perlu diketahui, koreksi harga yang menerjang saham kapitalisasi pada beberapa hari lalu membuat kursnya lebih murah atau oversold.
  • Kenyataan ini tidak disia-siakan pemodal dimana mereka langsung memborong kembali. Pasalnya, potensi keuntungan di saham blue chips masih tinggi. Pelaku pasar tak bereaksi negatif terhadap kenaikan suku bunga Fed menjadi 3,5% serta kemungkinan naiknya kembali suku bunga SBI di dalam negeri. Mereka justru memanfaatkan murahnya kurs saham Bisnis dengan melakukan pembelian teknikal.
  • Bagaimanapun juga, aspek fundamental emiten yang solid serta prospek usahanya yang cerah membuat investor yakin harga saham Bisnis terus melambung. Di sisi lain, aksi korporasi yang dilakukan para emiten turut mempertebal keyakinan pemodal memburu sahamnya. Bahkan fluktuasi harga minyak tidak menghalangi minat beli investor. Seperti kita ketahui, kenaikan tingkat suku bunga AS telah diantisipasi pemodal jauh hari sebelumnya. Hal ini membuat pasar tak bergejolak.
  • Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEJ menempati posisi tertinggi selama tiga minggu terakhir. Pada perdagangan kemarin indeks ditutup naik 1,2% atau 14,04 poin menjadi 1.176,84. Dari keseluruhan saham yang diperdagangkan, sebanyak 72 saham emiten menempati posisi lebih tinggi dibandingkan penutupan sebelumnya dan 49 lainnya menurun. Posisi puncak ditempati oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, disusul kemudian PT Bank Central Asia dan PT Astra International Tbk yang banyak mendorong kenaikan indeks ini. Saham yang paling aktif diperjualbelikan kali ini adalah saham milik PT Panin Life Tbk yang naik Rp 15 menjadi Rp 215. PT Bank Pan Indonesian Tbk meningkat Rp 30 menjadi Rp 340.

Wednesday, August 10, 2005

Tanggal 10 Agustus 2005

  • Faktor teknikal yang ditandai pembelian kembali pemodal atas sejumlah saham unggulan mampu mengangkat BEJ ke teritori positif. Pelaku pasar berupaya memperbaiki harga saham blue chips sehingga kursnya tetap atraktif diperjualbelikan di bursa. Terobosan pemodal itu wajar karena koreksi yang menerjang saham unggulan belakangan ini sudah terlampau dalam. Bahkan pembelian teknikal juga bertujuan menghambat koreksi indeks ke tingkat lebih dalam. Sampai penutupan transaksi Selasa, indeks komposit BEJ naik 4,213 poin atau 0,36% menjadi 1.162,799.

  • Pelaku pasar tampak masih berhati-hati dan selektif dalam mengambil posisi di bursa. Akumulasi beli hanya menyentuh saham unggulan maupun lapis kedua yang memiliki fundamental baik dan prospektif. Harga saham Bisnis berangsur pulih setelah sebelumnya terpangkas signifikan. Kelompok saham telekomunikasi, pertambangan, serta saham semen cukup aktif diperjualbelikan di bursa. Hal ini bisa dicermati dari kenaikan kurs Telkom, Indosat, Semen Gresik dan beberapa saham besar lainnya kemarin. Indeks 40 saham pilihan Bisnis (BI-40) berhasil menguat 0,35% di 305,212.
  • Kegiatan transaksi berlangsung cukup marak dengan volume saham berpindahtangan mencapai 263 juta unit senilai Rp 655 miliar. Pemodal aktif membeli kembali saham pertambangan menyusul fluktuasi dolar AS yang masih tajam serta meningkatnya harga minyak dunia. Kalangan investor mengakumulasi beberapa saham pilihan yang kursnya sudah oversold. Di sisi lain, mereka juga terus merealisasikan keuntungan tersisa di saham blue chips lainnya. Indeks LQ45 menguat 0,33% di 255,099. Harus diakui, koreksi yang melanda sejumlah saham kapitalisasi besar beberapa waktu lalu membuang kursnya lebih murah dan kompetitif.

Tuesday, August 09, 2005

Tanggal 9 Agustus 2005

  • Tekanan jual investor terhadap saham unggulan masih berlanjut. Lonjakan harga minyak dunia mencapai level tertinggi baru di US$62,69 per barel kembali menyulut aksi ambil untung di BEJ. Pemodal juga mengantisipasi kemungkinan naiknya suku bunga Fed dengan mengamankan portofolionya. Sementara dari dalam negeri, keputusan pemerintah menaikkan harga BBM untuk industri terus menyulut tekanan jual terhadap saham blue chips. Begitu juga, rencana Perusahaan Listrik Negara atau PLN menaikkan tarif listri industri turut menjatuhkan saham pilihan Bisnis di bursa.

  • Seperti diketahui, fluktuasi harga minyak mentah yang makin tajam dikhawatirkan bakal memangkas pendapatan emiten BEJ tahun ini. Di samping berbagai faktor internal maupun eksternal di atas, koreksi indeks juga tidak lepas dari masalah teknikal. Pasalnya lonjakan harga saham Bisnis maupun IHSG belakangan ini sudah terlampau tinggi atau pernah mencapai level 1.196-an. Sementara pada perdagangan hari pertama pekan ini, indeks BEJ terpangkas 15,504 poin atau 1,32% menjadi 1.158,586.
  • Kemerosotan indeks tersebut dipicu anjloknya saham blue chips penggerak pasar. Indeks BI-40 terkoreksi 1,58% di 304,146. Demikian halnya indeks LQ45 terpuruk 1,55% pada 254,241. Kegiatan transaksi didominasi tekanan jual. Total volume saham Bisnis yang berhasil diperjualbelikan sebanyak 236 juta unit senilai Rp 741 miliar. Sentimen jual dimotori investor asing yang mencatat net sellingRp 192 miliar.
  • PT Bank Tabungan Negara (BTN) akan mengeluarkan obligasi syariah sebesar Rp 100 miliar pada triwulan IV tahun ini sebagai salah satu opsi pembiayaan.

Monday, August 08, 2005

Tanggal 8 Agustus 2005

  • Dua stasiun televisi – Trans TV dan TV3 Malaysia – tengah bersaing mengambil alih PT Lativi Media Karya sekaligus menyelesaikan persoalan kredit di PT Bank Mandiri Tbk senilai Rp 327,78 miliar. Lativi merupakan salah satu debitor Bank Mandiri yang menerima kucuran kredit senilai Rp 327,78 miliar dalam kurun waktu 2001- 2004. Kejaksaan Agung baru-baru ini memeriksa kucuran kredit itu karena dianggap menyalahi prosedur. Akibatnya, tiga mantan pucuk pimpinan Bank Mandiri dan seorang eksekutif Lativi dikenai status tersangka dalam kasus ini.
  • PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) memberi peringatan pertama kepada 27 perusahaan publik yang terlambat menyampaikan laporan keuangan semester I/2005, yang berakhir pada 30 Juli. Berdasarkan catatan BEJ, keseluruhan emiten yang belum menyampaikan laporan keuangan semester pertama mencapai 32 perusahaan dengan alasan yang berbeda. Tiga perusahaan menyatakan terlambat menyampaikan laporan keuangan karena masih diaudit, dua perseroan disebabkan masih melakukan penelaahan terbatas, dan selebihnya menyatakan karena persoalan internal.
  • PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akhir pekan lalu menunjuk tiga penjamin pelaksana emisi obligasi Rp 1,7 triliun setelah menyeleksi lima peserta. Tiga penjamin emisi yang akan menangani penerbitan surat utang PLN adalah PT Danareksa Sekuritas, PT Trimegah Securities Tbk, dan PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas. Mereka dapat menyisihkan dua pesaingnya yaitu PT Mandiri Sekuritas dan PT Bahana Securities.
  • Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) memperkirakan lebih dari 60% transaksi di pasar modal saat ini masih dikuasai oleh hanya 20 perusahaan sekuritas. Jumlah keseluruhan perusahaan sekuritas anggota bursa saat ini lebih dari 120 perusahaan. Namun, dari tahun ke tahun yang menguasai transaksi di bursa hanya kurang dari 20% perusahaan sekuritas.

Saturday, August 06, 2005

Tanggal 6 Agustus 2005

  • PT Perusahaan Pengelola Aset telah mengajukan rencana penjualan 5,04% saham di PT Bank Central Asia Tbk dan 5,53% saham di PT Bank Internasional Indonesia Tbk untuk menutup keniakan target setoran yang mencapai Rp 6 triliun dari sebelumnya Rp 4 triliun. PT PPA baru meraup dana segar Rp 2,68 triliun dari penjualan 10,5% atau 515.266.810 lembar saham PT Bank Danamon Tbk bulan lalu, PT PPA menyetorkan dana Rp 1,29 triliun ke kas negara dari pelepasan aset yang dikelolanya. BUMN itu memperoleh pendapatan Rp 1,35 triliun melalui pelepasan 15,25% saham PT Bank Internasional Indonesia Tbk dan uang RP 221,4 miliar dari penjualan 5,22% sahamnya di PT Bank Niaga Tbk.

Friday, August 05, 2005

Tanggal 5 Agustus 2005

  • Koreksi teknikal di BEJ telah menghambat pergerakan saham Bisnis ke tingkat lebih tinggi. Pelaku pasar cenderung melepas saham kapitalisasi besar untuk merealisasikan keuntungan temporer. Kondisi overbought yang melanda mayoritas saham blue chips menyulut investor ambil untung di bursa. Pelepasan saham unggulan juga dipicu melemahnya mayoritas bursa regional kemarin. Pemodal berupaya menghindari risiko dengan mendiskon saham Bisnis yang bisa mendatangakn keuntungan. Karena secara teknikal, kenaikan kurs saham blue chips sudah cukup tinggi.
  • Seperti diketahui, tekanan jual terhadap saham unggulan sempat menjatuhkan indeks di bawah level 1.179-an sebelum terjadi pembelian kembali menjelang penutupan perdagangan. Aksi ambil untung pemodal tadi wajar karena beberapa saham blue chips sudah memasuki area jenuh beli atau overbought. Di sisi lain, berkurangnya aksi korporasi emiten di BEJ serta melambungnya harga minyak dunia ke level US$62 per barel ikut menjatuhkan saham Bisnis.
  • Indeks BI-40 melemah 0,78% pada 312,562. Total volume saham Bisnis yang dipindahtangankan adalah 373 juta unit senilai Rp 731 miliar. Beberapa saham kapitalisasi besar dibuang investor sehingga pergerakan indeks terhambat. Saham Semen Gresik, Astra International, Medco, Unilever, Telkom, serta Bank BRI adalah pemicu utama anjloknya saham unggulan Bisnis kemarin. Pelaku pasar tidak menyiakan kesempatan dimana mereka agresif melepas kelompok saham di atas untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek. Selain itu, hampir sebagian besar emiten sudah mempublikasikan keuangan semester I 2005 sehingga pasar kekurangan insentif.
  • Sementara itu, profit taking yang melanda saham blue chips di bursa regional turut menekan saham pilihan Bisnis di BEJ. Kalangan investor cenderung mengambil posisi aman dengan membuang saham unggulan yang berpotensi mendatangkan keuntungan. Sikap pemodal itu bisa dimaklumi karena lonjakan saham Bisnis yang terlampau tinggi sangat rawan profit taking.
  • Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta menurun 6,88 poin atau 0,6% menjadi 1.183,533 menyusul diumumkannya rencana kenaikan pajak pengguna listrik bulan depan. Beberapa emiten yang harga sahamnya menurun a.l. PT Unilever Indonesia dan PT Telkom. Selain Telkom dan Unilever, emiten yang mengalami penurunan harga saham adalah PT Indofood Sukses Makmur dan PT Astra International. Saham Astra disebabkan karena pernyataan UBS AG yang akan memotong perkiraan pendapatan perseroan, ketatnya persaingan, serta rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak mobil sebesar 10%.
  • Setelah dana kelolaan reksa dananya anjlok hingga Rp 1,7 triliun per 2 Agustus 2005 dari sekitar Rp 22,83 triliun pada lima bulan lalu, PT Mandiri Manajemen Investasi akan segera melakukan upaya pemulihan dengan meluncurkan reksa dana terstruktur dalam waktu dekat. Reksa dana terstruktur dalam bentuk reksa dana dengan penjaminan diperkirakan akan menjadi pilihan favorit para investor karena adanya jaminan penerimaan dana jatuh tempo minimal sama dengan dana yang diinvestasikan.
(Sumber: Bisnis Indonesia)

Wednesday, August 03, 2005

Tanggal 3 Agustus 2005

  • Pemerintah bakal mendapatkan dana segar Rp 2,67 triliun – Rp 2,73 triliun dari penjualan 10,5% atau 515.226.810 saham PT Bank Danamon Tbk di harga Rp 5.200 – Rp 5.300 per saham mulai hari ini.
  • Aksi beli teknikal mampu mendongkrak seham unggulan Bisnis ke level signifikan. Sentimen beli terutama melanda saham kapitalisasi besar penggerak bursa, seperti Telkom, Medco, Perusahaan Gas Negara, Bank BCA dan Unilever. Keberhasilan para emiten mendongkrak kinerjanya pada semester pertama 2005 menyulut investor memborong sahamnya di bursa. Selain itu, menguatnya mayoritas bursa regional ikut melonjakkan saham blue chips. Bahkan menguatnya kurs rupiah pada posisi Rp 9.750 per dolar AS turut menaikkan saham pilihan Bisnis ke tingkat level lebih tinggi.
  • Pelaku pasar aktif memborong saham Telkom sehingga kursnya melonjak Rp 200 pada posisi Rp 5.700 per unit. Perburuan pemodal atas saham BUMN telekomunikasi terbesar itu dipicu keberhasilan perseroan meraih laba signifikan tahun ini. Pada Semester I/2005, Telkom mencetak labar bersih Rp 3,70 triliun atau melonjak 47,57% dibanding periode sama tahun 2004 sebesar Rp 2,5 triliun. Pendapatan usaha emiten terdongkrak dari Rp 16,14 triliun menjadi Rp 19,35 triliun paruh pertama 2005. Pemodal optimistis, kinerja BUMN telekomunikasi tersebut tetap tumbuh signifikan hingga akhir tahun nanti.
  • Lonjakan kurs Telkom yang diikuti Perusahaan Gas Negara, Bank BCA, Medco, serta Bank Niaga mendorong penguatan indeks BI-40 sebesar 0,93% pada 314,401. Total volume saham Bisnis yang diperjualbelikan 222 juta unit senilai Rp 525 miliar. Momentum publikasi keuangan emiten pertengahan tahun ini menyulut investor membeli kembali saham blue chips di BEJ. Beberapa saham kapitalisasi besar yang sebelumnya terkoreksi aktif dibeli kembali investor untuk memperbaiki harga. Kenaikan blue chips mampu melonjakkan IHSG di level 1.189,327, rekor tertinggi baru sepanjang sejarah BEJ.

Tuesday, August 02, 2005

Tanggal 2 Agustus 2005

  • Inflasi bulan Juli mencapai 0,78% (mtm) atau 5,09% berdasarkan Januari – Juli atau 7,84% (yoy).
  • Pemerintah membutuhkan dana sekitar Rp 10,94 triliun untuk dapat menguasai PT Indosat untuk dapat menjadi pemegang saham pengendali. Posisi sekarang yang hanya 15% harus berubah menjadi 51%. Berarti harus menambah 36% yang dibeli dari publik atau setara dengan 1,9 miliar unit saham dari total 5,285 miliar unit saham. Bila yang dijadikan patokan adalah harga saham Indosat pada penutupan perdagangan akhir 2004 yaitu Rp 5.750 per unit saham maka total dana yang harus disediakan pemerintah adalah sekitar Rp 10,94 triliun.
  • Aksi profit taking kembali membayangi perdagangan saham di BEJ minggu ini. Pelaku pasar terus merealisasikan keuntungan jangka pendek di berbagai saham kapitalisasi besar yang kursnya mahal. Selain faktor teknikal, sentimen jual pemodal juga dipicu melonjaknya kembali harga minyak dunia ke level US$61 per barel. Kalangan investor mulai hati-hati dan selektif bertransaksi di saham blue chips. Kecenderungan ini wajar karena mayoritas saham Bisnis telah memasuki masa jenuh beli atau overbought. Bahkan berkurangnya isu positif ikut melemahkan saham pilihan Bisnis.
  • Sampai penutupan transaksi Senin, indeks BEJ terkoreksi 4,078 poin atau 0,34% menjadi 1.178,223. Kendati dibayangi tekanan jual, aktivitas perdagangan berlangsung marak dengan volume saham berpindahtangan 3,195 miliar unit senilai Rp 1,3 triliun. Pemodal aktif melepas sejumlah saham pilihan yang kursnya sudah melonjak tajam sepanjang bulan lalu.
  • Profit taking sengaja dilakukan pemodal guna meminimalikan risiko di bursa. Juga sebagai antisipasi terhadap kemungkinan naiknya kembali suku bunga Fed minggu ini. Kenaika suku bunga AS berpotensi mendongkrak suku bunga dalam negeri. Harus diakui, aksi ambil untung yang melanda saham unggulan minggu ini sangat wajar. Pasalnya, harga saham di BEJ saat ini sudah mahal dan cenderung overbought. Hal ini membuat laju pergerakan indeks ke tingkat lebih tinggi mulai terbatas. Investor hanya bermain selektif di saham pilihan dan lapis kedua yang masih murah dan memiliki isu inividual menarik. Perilaku pemodal bisa dimaklumi karena risiko investasi di BEJ cenderung meningkat sejalan dengan lonjakan harga saham yang tajam pekan lalu. Apalagi harga minyak dunia cenderung melambung dimana akan menekan pasar saham.
  • Sentimen yang dimotori saham Medco, Telkom dan lainnya langsung melemahkan indeks BI-40 sebesar 0,09% pada 311,489. Begitu juga indeks LQ45 turun 0,36% di 259,916. Derasnya tekanan jual di berbagai saham kapitalisasi besar menyeret IHSG di level 1.178-an. Rekor indeks di atas titik psikologis 1.180 ternyata tidak bertahan lama. Namun begitu, aksi jual tadi diperkirakan hanya temporer. Pelaku pasar akan membeli kembali saham blue chips setelah kursnya murah dan kompetitif. Yang penting gejolak harga minyak tak berlarut dan suku bunga Fed hanya naik 25 basis poin.

Monday, August 01, 2005

Tanggal 1 Agustus 2005

  • Bank Indonesia menaikkan suku bunga penjaminan untuk Agustus secara drastis. Penjaminan untuk simpanan rupiah berjangka waktu satu bulan yang semula 8,04% dinaikkan menjadi 8,45%. Bank Indonesia (BI) mengumumkan suku bunga penjaminan untuk simpanan rupiah berjangka waktu tiga bulan adalah 8,5%, enam bulan 8,55%, 12 bulan 8,7% dan 24 bulan sebesar 9%.
  • Transaksi saham di bursa Jakarta bulan lalu berlangsung marak dan bergairah. Pemegang saham Bisnis berhasil meraup keuntungan signifikan. Hal itu bisa dilihat dari kenaikan indeks BI-40 sebesar 5,62% atau lebih tinggi dibanding penutupan Juni di 295,163. Total volume saham Bisnis yang berpindahtangan Juli lalu sebanyak 4,945 miliar senilai Rp 10,99 triliun. Penguatan saham blue chips turut mendongkrak indeks BEJ sebesar 5,33% menjadi 1.182,301 dibanding periode Juni di level 1.122,376. Indeks LQ45 naik 5,79% dari 246,57 menjadi 260,867. Asing net buying Rp 2,06 triliun.
  • Pelaku pasar aktif mengakumulais saham pilihan untuk investasi jangka panjang. Utamanya adalah saham emiten yang berfundamental solid dan berprospek baik. Keberhasilan para emiten meraih pendapatan dan laba signifikan pada semester I 2005 menyulut investor memborong sahamnya di bursa. Meski sempat didera sentimen negatif rupiah, kenaikan harga minyak dunia, serta teror bom di London namun minat beli investor atas saham blue chips tetap tinggi. Selain aspek fundamental emiten, perburuan saham unggulan juga dipicu menguatnya saham blue chips di pasar global dan regional.
  • Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menerbitkan peraturan baru tentang pedoman pengelolaan reksa dana khusus, yaitu reksa dana terproteksi, reksa dana dengan penjaminan, dan reksa dana indeks. Pengelolaan ketiga jenis reksa dana tersebut berbeda dengan reksa dana konvensional yaitu reksa dana pendapatan tetap, saham, campuran, dan pasar uang. Salah satu yang membedakan adalah ketentuan investasi maksimum 10% dari nilai aktiva bersih (NAB) pada satu efek, tidak berlaku pada ketiga jenis reksa dana khusus tersebut. Harapannya itu akan mempermudah manajer investasi. Peraturan khusus untuk ketiga jenis reksa dana baru itu teruang dalam peraturan Bapepam nomor IV.C.4.
  • Reksa dana terproteksi (capital protected fund) merupakan jenis reksa dana yang memberikan perlindungan atas investasi awal investor. Manajer investasi akan menginvestasikan sebagian dana yang dikelolanya pada efek bersifat utang yang masuk dalam kategori layak investasi sehingga diharapkan dapat menutupi jumlah nilai investasi investor yang diproteksi. Peraturan Bapepam juga membolehkan manajer investasi pengelola reksa dana terproteksi untuk membeli efek luar negeri maksimum 30% dari nilai aktiva bersih, dengan catatan informasi mengenai efek itu dapat diakses melalui media massa.Reksa dana dengan penjaminan itu memang memberikan jaminan kepada investornya untuk menerima kembali dana investasi mereka sekurang-kurangnya sebesar nilai investasi awal