Wednesday, November 30, 2005

[Bisnis] 30 November 2005

  • Pembelian selektif terhadap saham unggulan masih berlanjut di BEJ. Pelaku pasar kembali mengakumulasi berbagai saham kapitalisasi besar yang berpotensi gain. Akumulasi beli terutama menyentuh saham pilihan yang memiliki ‘corporate action’ menarik. Hal ini mampu mempertahankan indeks BEJ di teritori positif atau naik 1,218 poin menjadi 1.082,278. Lonjakan harga saham yang dimotori Perusahaan Gas Negara dan Bank Mandiri ikut menaikkan indeks BI-40 sebesar 0,24% pada posisi 286,852. Total volume saham Bisnis yang dipindahtangankan sebanyak 284 juta unit senilai Rp 633 miliar. Minat jual beli investor terhadap saham pertambangan masih tetap tingi kendati sebagian sudah overbought.
  • Pasca redemption besar-besaran, nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana BNI Berbunga Dua yang dikelola oleh BNI Securities dilaporkan naik 5,77%. Kenaikan dihitung berdasarkan perbandingan NAB antara 6 September 2005, saat redemption terjadi, dengan NAB per tanggal 25 November 2005. Menurut Sudirman, Direktur Utama BNI Securities, NAB reksa dana BNI Berbunga Dua yang sempat terpuruk pada nilai Rp 1.291,182 pada 6 September 2005 naik 5,77% menjadi Rp 1.365,757 pada 25 November 2005.
  • Bapepam kembali menunda pengumuman hasil pemeriksaan terhadap empat manajer investasi (MI), terkait krisis reksa dana dan pencairan (redemption) secara masif, setelah sebelumnya berjanji akan mengumumkan hasil pemeriksaan itu kemarin.

Tuesday, November 29, 2005

[Bisnis] 29 November 2005

  • Pemerintah membeli kembali Surat Utang Negara (SUN) senilai Rp 613 miliar pada lelang yang dilaksanakan kemarin, sementara penukaran obligasi (debt switching) akan mulai dilakukan awal Desember 2005.
  • Pelaku pasar tampak optimis laju inflasi bulan November bakal turun. Optimisme pemodal itu didasari tingginya inflasi pada Oktober lalu. Sikap pemodal itu wajar karena inflasi yang rendah dan terkontrol akan menghambat Bank Indonesia menaikkan suku bung Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ke depan. Keyakinan itu mendorong pemodal kembali bermain selektif di saham Bank BRI, Telkom, Indosat, Antam dan lainnya. Mereka juga berharap agar bulan ini terjadi deflasi. Karena laju inflasi terkendali disertai suku bunga SBI yang rendah akan menggairahkan pasar saham.
  • Akumulasi beli terhadap berbagai saham unggulan mampu menaikkan indeks BEJ 6,660 poin atau 0,62% menjadi 1.081,060. Ekspektasi atas turunnya inflasi bulan November mendorong investor berspekulasi temporer di saham blue chips. Sejumlah pemain besar bermodal kuat terus mempertahankan indeks di teritori positif. Hal itu dilakukan dengan memborong saham blue chips penggerak bursa sehingga IHSG mampu menembus level 1.080-an. Transaksi kurang bergairah karena hanya digerakkan beberapa blue chips. Total volume saham berpindahtangan 1,065 miliar unit senilai Rp 720 miliar.
  • Penguatan indeks juga dipicu meningkatnya harga saham blue chips di Wall Street dan sebagian bursa regional. Bullish bursa global dan bursa Tokyo terus disikapi pemodal dengan menambah portofolionya di BEJ. Pertumbuhan ekonomi AS yang positif pada kuartal III 2005 yang mencapai 3,8% menyulut investor berburu saham di pasar modal. Pelaku pasar percaya, membaiknya ekonomi AS akan berimbas positif terhadap pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini. Sementara kemungkinan naiknya kembali suku bunga AS menjadi 4,25% pada bulan Desember tak menyurutkan animo beli di bursa. Bahkan kenaikan harga yang dimotori saham Bank BRI, Indosat, dan Telkom ikut mendongkrak indeks BI-40 sebesar 0,81% pada posisi 286,148. Begitu juga indeks LQ45 naik 0,77% di titik 232,987.

Monday, November 28, 2005

[Bisnis] 28 November 2005

  • Setelah kreditor bersikeras meminta hasil audit investigatif PT Great River International Tbk, kini giliran BEJ dan BES meminta laporan itu untuk mengetahui lebih rinci persoalan yang terjadi di tubuh emiten garmen tersebut.
  • Bank Indonesia mengizinkan perbankan syariah memberikah nisbah special kepada nasabah penabung untuk keperluan menjaga likuiditas dari kemungkinan larinya nasabah ke perbankan konvensional.
  • Lima bank investasi masuk dalam daftar singkat dalam seleksi pencarian penasihat keuangan yang akan mengkaji aspek keuangan dan tujuan strategis dari rencana pembentukan perusahaan induk BUMN pertambangan. Kelima calon itu terdiri dari BNI Securities, Bahana Securities, Danareksa Sekuritas, Citigroup, dan Rothschild Indonesia. Kelima perusahaan ini memasukkan proposal penawaran bersama mitra kerja masing-masing kandidat.
  • PT Bakrie & Brothers Tbk menyatakan telah melepas anak perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi dan berbasis di Uzbekistan, Bakri Uzbekistan Telecom (Buztel) ke investor asing dengan nilai aset yang dijual itu setara dengan US$4juta.

Friday, November 25, 2005

[Bisnis] 25 November 2005

  • PT Semen Gresik Tbk membeli kembali (buyback) obligasi yang diterbitkan pada 12 Juli 2001 sebesar Rp 5 miliar untuk tujuan pelunasan. Setelah adanya pembelian kembali tersebut maka mulai hari ini nilai nominal Obligasi Semen Gresik I seri B yang tercatat di Bursa Efek Surabaya (BES) berkurang menjadi Rp 424,5 miliar. Emiten itu pernah membeli kembali obligasinya sebesar Rp 13 miliar.
  • Surat Utang Negara seri VR0008 yang diterbitkan tahun 1999 senilai Rp 3,03 triliun akan jatuh tempo pada hari ini. Menurut pengumuman PT Bursa Efek Surabaya, terhitung pada 25 November 2005, surat utang ini tidak lagi tercatat dalam daftar efek yang dapat dikuotasikan dan dilaporkan perdagangannya di bursa efek.
  • Belum lama ini, pemerintah dalam mengurangi utang, melakukan pembelian kembali surat utang. Dari 12 seri surat utang negara (SUN) yang jatuh tempo 2006-2009, hanya delapan seri yang dapat direalisasikan. Untuk aksi tersebut, pemerintah hanya membeli delapan obligasi negara dengan nilai sekitar Rp 2,5 triliun dari rencana semula Rp 3 triliun. Program itu akan dilanjutkan dalam sisa tahun ini dengan rencana membeli kembali obligasi negara secara tunai dengan plafon sekitar Rp 4 triliun – Rp 5 triliun dalam dua kali periode lelang yaitu masing-masing Rp 3 triliun dan Rp 2 triliun.

Thursday, November 24, 2005

[Bisnis] 24 November 2005

  • PT Great River International Tbk terindikasi melanggar pasal 107 Undang-undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 dan terancam dikenakan denda maksimal Rp 5 miliar serta lima tahun pidana penjara.
  • PT Berlian Laju Tanker Tbk hingga saat ini telah membeli kembali saham perusahaan mencapai 274 juta lembar atau setara dengan 65,97% saham yang diizinkan rapat umum pemegang saham sebesar 415,5 juta lembar. Dalam laporan perusahaan ke PT Bursa Efek Jakarta, disebutkan belum lama ini perseroan telah menambah jumlah pembelian sebanyak 6.500 lot dari pasar dengan harga pembelian Rp 990 per lembar.
  • Koreksi teknikal menghambat pergerakan saham Bisnis ke tingkat lebih tinggi. Pemodal mulai melepas sejumlah saham kapitalisasi besar penggerak bursa. Aksi ambil untung tersebut wajar karena mayoritas saham blue chips cenderung overbought. Lonjakan saham Bisnis selama enam hari belakangan ini membuat kursnya mahal. Di sisi lain, berkurangnya sentimen positif pasar ikut menyulut investor mengamankan portofolionya. Pelaku pasar sengaja mendiskon saham unggulan guna membeli kembali di harga murah. Akibatnya, indeks BI-40 terkoreksi 0,61% di 279,989.
  • Tekanan jual pemodal atas saham blue chips terutama karena dipicu oleh faktor teknikal. Beberapa saham unggulan Bisnis sudah berharga mahal dan overbought. Kenyataan tersebut langsung dimanfaatkan pemodal mengambil keuntungan temporer di bursa. Sebagian pemodal mulai mengalihkan investasinya ke saham lapis kedua yang memiliki isu menarik. Terobosan itu dilakukan guna mempertahankan keuntungan di bursa. Mereka masih menunggu momen yang tepat untuk kemabli bertransaksi di BEJ. Kecenderungan itu bisa dimaklumi mengingat pasar saham kekurangan insentif positif.
  • Di sisi lain, koreksi teknikal yang melanda saham kapitalisasi besar kemarin ikut menjatuhkan indeks BEJ 5,214 poin atau 0,49% menjadi 1.061,080. Aktivitas transaksi berlangsung cukup baik kendati dibayangi aksi ambil untung. Total volume shaam yang berpindahtangan di BEJ mencapai 1,605 miliar lembar senilai Rp 883 miliar. Harus diakui fluktuasi saham unggulan yang cukup tajam membuat investor menahan diri. Sejumlah pemain besar terlihat menjual sahamnya untuk mendapatkan keuntungan di depan mata.

Wednesday, November 23, 2005

[Bisnis] 23 November 2005

  • Satu dari empat manajer investasi (MI) yang tengah di periksa Bapepam, terkait krisis reksa dana dan pencairan (redemption) secara masif, dinilai melakukan pelanggaran berat. Satu manajer investasi lainnya melakukan pelanggaran agak berat dan dua manajer investasi dinilai melakukan pelanggaran ringan. Empat manajer investasi yang tengah diperiksa Bapepam itu adalah PT BNI Securities, PT Trimegah Securities Tbk, PT Bahana TCW Investment Management, dan PT Mandiri Manajemen Investasi. Hasil final pemeriksaan akan diumumkan pada Selasa pekan depan, atau mundur dari rencana semula yang diperkirakan akan selesai pekan lalu.
  • PT Semen Cibinong Tbk berencana membeli kembali surat utang perusahaan guna menekan beban bunga dan konversi. Guna mendukung rencana itu, perusahaan dalam laporan ke PT Bursa Efek Surabaya, telah menyiapkan dana kas hingga US$20juta.
  • Minat jual beli investor terhadap saham blue chips masih cukup tinggi. Kenaikan kurs saham Bisnis yang berlangsung selama enam hari berturut-turut tak menyurutkan animo investor bertransaksi di BEJ. Mereka terus memborong saham kapitalisasi besar pada transaksi Selasa kemarin. Utamanya saham Inco, Astra International, Antam, Bank Danamon, Indosat, dan lainnya. Kelompok saham tersebut diakumulasi investor untuk investasi jangka panjang. Perlambatan ekonomi Indonesia pada triwulan III/2005 tidak berdampak signifikan atas pasar modal. Akumulasi beli terhadap saham kapitalisasi besar mampu mengangkat indeks BI-40 sebesar 0,40% pada posisi 281,711. Aktivitas transaksi berlangsung cukup baik dengan volume saham Bisnis yang berpindahtangan sebanyak 241 juta unit senilai Rp 552 miliar. Pelaku pasar tetap antusias memburu saham Bisnis yang berfundamental baik dan prospektif.
  • Kecenderungan ini tidak lepas dari pulihnya kepercayaan pasar atas investasi di bursa Jakarta. Selain itu, kebijakan Bank Indonesia yang cukup moderat menetapkan suku bunga di dalam negeri terus membangkitkan animo beli di lantai bursa. Kelompok saham tambang, telekomunikasi, dan perbankan tetap diminati investor meski sebagian sudah overbought. Sentimen beli atas saham unggulan ikut menaikkan indeks BEJ 3,837 poin atau 0,36% menjadi 1.066,294.
  • Kalangan investor optimis, kondisi bursa regional yang terus menguat disertai aksi korporasi emiten akan tetap mempertahankan indeks di teritori positif. Beberapa pemain besar berupaya mendongkrak indeks dengan memborong saham pilihan penggerak bursa. Langkah tersebut selain bertujuan mengangkat indeks, juga untuk menjaga citra pasar modal kita. Perlu diketahui, fleksibilitas yang ditujukan Bank Indonesia menghambat laju kenaikan suku bunga di dalam negeri terus diapresiasi positif oleh investor BEJ. Di sisi lain, tren penurunan harga minyak dunia turut membangkitkan motivasi pemodal menambah portofolionya. Bagaimanapun, potensi gain di saham Bisnis masih cukup tinggi. Apapun alasannya, melambatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2005 tak akan menghalangi investor meraih gain di bursa.

Tuesday, November 22, 2005

[Bisnis] 22 November 2005

  • PT Danareksa Sekuritas dan Morgan Stanley akhrinya menjadi pemenang dalam tender broker beli dan penasihat keuangan yang akan membantu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) membeli kembali (buyback) sahamnya.
  • Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam perdagangan kemarin kembali menguat tipis 7,47 poin menjadi 1.062,46 poin. Peningkatan indeks itu dipengaruhi kenaikan harga saham PT Bank Danamon Tbk dan PT Astra Internasional Tbk setelah Bank Indonesia menyatakan akan mencoba menghindari peningkatan tingkat suku bunga. Sedangkan kenaikan harga saham pertambangan seperti International Nickel dan Aneka Tambang, turut serta mempengaruhi perubahan indeks itu.
  • PT Astra Sedaya Finance kembali melakukan pelunasan sebagian obligasi III/2003 seri C senilai Rp 87,4 miliar. Dengan pelunasan ini jumlah obligasi III yang tercatat di PT Bursa Efek Surabaya dan dapat diperdagangkan tinggal Rp 205 miliar. Obligasi ini dilunasi dengan menggunakan metode pembayaran struktur amortisasi dengan tujuan perseroan dapat menyelaraskan antara aset yang akan jatuh tempo dengan pinjaman yang diperoleh.
  • Perburuan investor terhadap saham unggulan Bisnis berlanjut hingga Senin (21/11) kemarin. Pelaku pasar terus menambah portofolionya di bursa meski makro ekonomi belum stabil. Akumulasi beli investor terhadap saham blue chips digerakkan oleh kinerja fundamental emiten yang solid. Selain itu, stabilitas suku bunga di dalam negeri turut membangkitkan animo investor bertransaksi di bursa Jakarta.
  • Sikap Bank Indonesia yang mulai mengerem laju kenaikan bunga SBI terus disikapi pemodal BEJ. Kondisi keamanan dalam negeri yang kondusif ikut mendongkrak saham unggulan. Tingginya animo investor berburu saham kapitalisasi besar berhasil menaikkan indeks BI-40 sebesar 0,73% di posisi 280,579. Total volume saham Bisnis yang diperjualbelikan sebanyak 252 juta unit senilai Rp 626 miliar. Pemodal asing kembali berperan mengangkat saham Bisnis ke tingkat lebih tinggi. Sampai penutupan transaksi kemarin, asing membukukan net buying senilai Rp 68 miliar. Sentimen beli yang dimotori asing langsung diikuti sejumlah investor institusi lokal sehingga laju indeks terus berlanjut. Bahkan lonjakan saham besar mendongkrak IHSG 7,472 poin atau 0,71% di 1.062,447.

Monday, November 21, 2005

[Bisnis] 21 November 2005

  • Bank Indonesia telah menyetujui rencana PT Bank Central Asia Tbk untuk melakukan buyback 5% sahamnya yang ada di pasar. Namun BI meminta jajaran manajemen BCA memenuhi sejumlah persyaratan dalam mengeksekusi rencana buyback saham. Pertama, BCA menggunakan rencana buyback sahamnya hanya untuk keperluan penguatan modalnya, bukan untuk tujuan spekulasi. Kedua, BCA diminta untuk menjaga kemampuan permodalannya maupun likuiditasnya. Ketiga, pelaksanaan rencana ini harus sesuai dengan ketentuan BI, pasar modal, maupun ketentuan lainnya yang terkait. Keempat, BI meminta BCA melaksanakan rencana ini secara transparan dan mengancam akan mengenakan sanksi terhadap pengurus bank apabila diketahui transaksi ini menguntungkan pihak tertentu atau merugikan bank dan berjalan tidak wajar.
  • Volume transaksi obligasi pemerintah (SUN) yang dilaporkan melalui sistem layanan surat utang luar bursa PT Bursa Efek Surabaya (BES) sepanjang Oktober 2005 turun hingga 59,47% menjadi Rp 27,67 triliun dari Rp 68,28 triliun pada bulan sebelumnya.
  • Penguatan kus saham blue chips berhasil menggairahkan bursa Jakarta pekan lalu. Pelaku pasar cukup aktif mengakumulasi saham unggulan sehingga kursnya menguat signifikan. Pembelian kembali saham Bisnis yang kursnya murah dan oversold bertujuan memperbaiki harga agar tetap kompetitif. Pemicunya adalah stabilitas suku bunga SBI, menguatnya bursa regional, serta turunnya harga minyak dunia.
  • Selain itu, aksi korporasi beberapa emiten besar ikut mendongkrak sahamnya. Indeks komposit BEJ terkerek 26 poin atau 2,52% pada 1.054,985 dibanding sebelumnya di 1.028,984. IHSG terus mengalami penguatan hampir sepanjang perdagangan pekan lalu. Pembalikan arah indeks berawal dari aksi beli teknikal terhadap sejumlah saham blue chips. Keputusan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga SBI saat ini langsung direspon investor memburu saham unggulan. Pasalnya, kebijakan otoritas moneter tadi akan mengurangi risiko investasi di pasar modal.
  • Bahkan perekonomian nasional bisa tumbuh positif jika BI terus mengerem kenaikan bunga SBI sampai akhir tahun 2005. Dunia usaha, termasuk para emiten BEJ pun akan mampu mempertahankan kinerjanya. Di sisi lain, perburuan pemodal atas saham blue chips juga ditunjang menguatnya sebagian bursa regional. Bullish pasar Asia tadi tak disia-siakan pemodal dimana mereka aktif mengakumulasi beberapa saham blue chips yang berkinerja baik. Dampaknya, indeks BI-40 terkerek 3,14% pada 278,540 dibanding sebelumnya di 270,051. total volume saham Bisnis yang berpindahtangan 1,04 miliar unit senilai Rp 2,57 triliun. Asing net buying Rp 233 miliar dan rupiah ditutup melemah di Rp 10.090 per dolar AS. Gairah transaksi bursa regional telah dimanfaatkan pemodal BEJ berburu saham pilihan Bisnis.

Saturday, November 19, 2005

[Bisnis] 19 November 2005

  • Aksi beli teknikal terhadap saham unggulan mengakibatkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta kembali menguat, sehingga kemarin ditutup naik 21,701 poin atau 2,1% menjadi 1.054,985. Data perdagangan saham BEJ mengungkapkan 1.415.024 lot saham telah diperjualbelikan senilai Rp 895,741 miliar dengan frekuensi transaksi mencapai 13.179 kali. Harga 98 saham ditutup naik, harga 26 saham turun dan harga 238 saham lainnya stagnan.

Friday, November 18, 2005

[Bisnis] 18 November 2005

  • Perebutan aset PT Kiani Kertas masih berlangsung sengit dengan masuknya JP Morgan yang membawa dua calon investor, padahal konsorsium Deutsche Bank dan United Fiber System (UFS) mencapai kesepakatan dengan manajemen Kiani.
  • Peraturan bursa efek soal penghapusan saham perusahaan publik dari lantai perdagangan (delisting) saat ini dinilai lebih menyulitkan bagi emiten yang melakukan delisting sukarela ketimbang perusahaan yang akan delisting secara paksa. Penghapusan saham baik secara sukarela maupun paksa, harus tetap memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas.

Thursday, November 17, 2005

[Bisnis] 17 November 2005

  • Rencana penggabungan usaha PT Kalbe Farma Tbk, PT Dankos Laboratories Tbk, dan PT Enseval diperkirakan bakal mulus karena seluruh kreditor, termasuk asing, telah memberikan persetujuan.
  • Aksi beli teknikal terhadap saham blue chips berlanjut. Sentimen beli terfokus di saham telekomunikasi maupun kelompok saham perbankan. Upaya perbaikan harga saham terus dilakukan pemodal di tengah penantian atas reshuffle kabinet serta turunnya harga minyak di dalam negeri. Beberapa pemain besar kembali mendongkrak indeks dengan mengakumulasi saham unggulan penggerak pasar. Dampaknya, IHSG berhasil menguat 3,753 poin atau 0,37% di 1.025,829. Meski demikian, transaksi kurang bergairah dimana saham berpindahtangan hanya 1,10 miliar unit senilai Rp 485,3 miliar.
  • Pasar masih belum stabil dan tampak kekurangan insentif positif. Penguatan indeks semata-mata hanya faktor teknikal. Banyaknya saham unggulan yang kursnya sudah oversold mendorong investor membeli kembali secara selektif. Terobosan itu cukup wajar guna memperbaiki harga saham agar tetap atraktif. Di samping itu, menguatnya sebagian besar bursa regional menyulut investor berspekulasi di saham Bisnis. Hal itu mampu menaikkan indeks BI-40 sebesar 0,57% pada 270,087. Saham perbankan, terutama Bank BRI dan BCA aktif diburu investor menyusul kursnya yang murah dan kompetitif.
  • Di bagian lain, pemodal juga mengakumulasi saham INCO, Gudang Garam, serta Unilever Indonesia. Pembelian teknikal masih tertuju pada saham kapitalisasi besar penggerak bursa. Ini berkaitan dengan kondisi oversold yang melanda kelompok blue chips tersebut. Selain itu, aspek fundamental emiten yang cukup sulit ikut membangkitkan animo investor berburu saham unggulan. Hanya saja, investor tetap hati-hati dan selektif mengambil posisi. Karena bayang-bayang kenaikan suku bunga SBI dan ketidakpastian perombakan kabinet berpotensi melemahkan lagi indeks di masa depan.
  • Sementara itu, partisipasi asing di BEJ turut mengangkat indeks di teritori positif. Sampai penutupan transaksi Rabu (16 November), asing mencapai net buying Rp 39 miliar. Pembelian asing tersebut tidak begitu signifikan namun cukup berhasil menggerakkan saham Bisnis.

Wednesday, November 16, 2005

[Bisnis] 16 November 2005

  • Seiring dengan naiknya tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia yang mencapai 12,25%, jumlah kepemilikan investor asing di surat berharga itu meningkat menjadi sekitar Rp 10 triliun dibandingkan beberapa waktu lalu yang berkisar Rp 6 triliun.
  • Technical rebound yang melanda sejumlah saham kapitalisasi besar mampu memulihkan Bursa Efek Jakarta. Pelaku pasar berupaya membeli kembali saham unggulan yang kursnya sudah oversold. Aksi rebound terutama dilakukan pemain besar guna memperbaiki harga saham sekaligus mengangkat indeks di teritori positif. Pasalnya, koreksi harga saham blue chips belakangan ini mengakibatkan kursnya semakin murah dan kompetitif. Di samping itu, komitmen Bank Indonesia menjadi momentum pertumbuhan ekonomi 2005 turut disikapi pemodal membeli kembali saham unggulan.
  • Pernyataan otoritas moneter tadi menandakan laju kenaikan suku bunga SBI akan dikurangi. Kalangan investor optimis, peningkatan suku bunga yang lebih terkendali bisa menghambat penurunan kinerja emiten ke tingkat lebih dalam. Memang, komitmen BI itu masih harus dibuktikan pada pertemuan dewan gubernur pada Desember mendatang. Meski demikian, sikap otoritas moneter itu setidaknya telah menumbuhkan signal positif di pasar saham. Kenyataan itu bisa diamati dari pembelian kembali saham unggulan. Indeks komposit BEJ berhasil menguat 4,343 poin atau 0,43% pada 1.022,076.
  • Pulihnya bursa Jakarta terutama karena dipicu meningkatnya beberapa saham unggulan Bisnis. Lonjakan harga saham blue chips yang dimotori Astra International, Indosat, Telkom, Perusahaan Gas Negara, Bank BCA serta Bank BRI ikut menaikkan indeks BI-40 sebesar 0,44% di posisi 268,823. kegiatan transaksi berlangsung cukup baik dengan volume saham Bisnis berpindahtangan sebanyak 183 juta unit senilai Rp 458 miliar. Pelaku pasar tidak menyiakan kesempatan dimana mereka berupaya membeli kembali sejumlah saham unggulan. Hal itu bertujuan menghambat koreksi lebih dalam. Perlu diingat bahwa rebound yang terjadi di saham ungulan masih sangat terbatas.

Tuesday, November 15, 2005

[Bisnis] 15 November 2005

  • BEJ menyarankan PT Aqua Golden Mississippi Tbk menambah porsi saham publik ketimbang memutuskan untuk delisting, sementara rencana perusahaan itu menjadi perusahaan tertutup terancam gagal karena pemegang saham independen menuntut harga Rp 1 juta per saham.
  • PT Bank Danamon Tbk berencana menghapus pencatatan (delisting) sebanyak 49 juta unit atau setara dengan Rp 169 miliar dari PT Bursa Efek Surabaya, menyusul pengajuan rencana tersebut belum lama ini. Nilai saham yang dihapus pencatatannya itu diperoleh dari jumlah efek dikalikan dengan harga saham perusahaan pada perdagangan kemarin di level Rp 3.450 per lembar. Saham perusahaan yang dihapus itu menurut penjelasan bursa efek adalah atas nama PT Danareksa (Persero). Penghapusan pencatatan itu dilakukan BES terhitung 15 November. Setelah penghapusan itu, jumlah saham Bank Danamon yang tercatat dan dapat diperdagangkan di BES menjadi 4,82 miliar lembar.
  • Bursa Efek Surabaya menghentikan sementara perdagangan efek atas PT Eficorp Sekuritas Tbk terhitung sejak 10 November 2005 dikarenakan tidak dipenuhinya ketentuan laporan modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) oleh pihak perseroan.
  • Investor terus membuang saham blue chips di BEJ hingga awal pekan ini. Minimnya insentif positif serta penantian atas pengumuman resuffle kabinet SBY-Kalla menyulut investor melepas sahamnya di bursa. Di sisi lain, kekhawatiran terhadap melonjaknya suku bunga SBI mendorong investor mengambil posisi aman. Beberapa pemodal bahwa cenderung mengalihkan portofolionya ke deposito karena menjanjikan return menggiurkan. Bagaimanapun, suku bunga tinggi bakal menghantui perekonomian nasional, termasuk kinerja emiten BEJ. Harga saham Bisnis terus merosot.
  • Kejatuhan kurs saham blue chips memicu anjloknya indeks BEJ sebesar 11,251 poin atau 1,09% menjadi 1.017,733. Begitu juga indeks BI-40 terpangkas 0,89% pada 267,639. Total volume saham Bisnis yang diperjualbelikan sebanyak 220 juta unit senilai Rp 543 miliar. Pelaku pasar enggan memegang saham pilihan dalam waktu lama. Hal itu tercermin dari berlanjutnya tekanan jual di saham Bisnis sampai transaksi Senin. Profit taking di BEJ sudah berlangsung lima hari berturut-turut sejak pekan lalu. Tingginya risiko investasi membuat investor tak berani membeli saham pilihan dalam jumlah besar. Harus diakui, suku bunga SBI yang cenderung naik belakangan ini telah berdampak negatif di pasar saham. Apalagi lonjakan suku bunga tadi diikuti tarik ulur perombakan kabinet SBY-Kalla. Realitas tersebut membuat investor kehilangan instrumen investasi di bursa. Sebaliknya, pemodal justru makin agresif mendiskon sahamnya guna mendapatkan keuntungan tersisa.
  • Perilaku investor itu wajar karena meningkatnya suku bunga sangat tidak menguntungkan investasi di pasar modal. Pelaku pasar terus mengurangi aktivitasnya di bursa dan sebagian sengaja membuang sahamnya. Perdagangan saham hari ini masih akan dibayangi profit taking. Pemodal diperkirakan kembali melepas saham Bisnis yang bisa mendatangkan keuntungan. Di sisi lain, mereka juga mencoba berspekulasi di saham unggulan dan lapis kedua.

Monday, November 14, 2005

[Bisnis] 14 November 2005

  • Pelaku pasar di bursa Jakarta tampak dihantui sentimen negatif pasca libur lebaran. Sejak pembukaan transaksi, Rabu (9/11), investor aktif melepas saham unggulan di bursa. Hal itu dipicu memburuknya kondisi makro ekonomi, terutama lonjakan inflasi serta kenaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Di samping itu, isu perombakan kabinet SBY-Kalla ikut menyulut tekanan jual terhadap saham Bisnis. Berbagai isu negatif di atas membuat pasar tak merespon tewasnya gembong teroris di Indonesia, DR. Azahari pekan lalu. Pemodal justru membuang saham. Faktor makro ekonomi yang cenderung memburuk dikhawatirkan bakal menghambat pertumbuhan ke tingkat lebih tinggi. Pasalnya, laju inflasi yang tak terkendali pasca kenaikan harga BBM berpotensi melonjakan suku bunga SBI ke lebel signifikan.
  • Kenyataan itu diperlihatkan Bank Indonesia yang cukup agresif menaikkan suku bunga SBI pekan lalu. Padahal, lonjakan inflasi yang diikuti naiknya bunga SBI akan berdampak negatif terhadap kinerja emiten. Para emiten BEJ akan merevisi target labanya pada semester I 2006 jika otoritas moneter gagal menjinakkan laju inflasi nanti. Di sisi lain, desakan perombakan kabinet oleh kalangan DPR dan pengamat berpotensi memanaskan suhu politik di dalam negeri. Pelaku pasar cemas, bongkar pasang personil kabinet, terutama menteri di bidang ekonomi akan mengganggu pemulihan ekonomi nasional. Di mata pemodal BEJ, tim ekonomi kabinet SBY-Kalla sebaiknya terus diberi kesempatan untuk membenahi perekonomian. Pasalnya, reshuffle kabinet tak akan menyelesaikan masalah, khususnya percepatan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, isu perombakan kabinet disikapi investor dengan membuang sahamnya.
  • Akibatnya, indeks BEJ terpangkas 35 poin atau 3,37% menjadi 1.028,984 dibanding periode lalu di 1.064,953. Koreksi indeks terutama karena disulut anjloknya saham unggulan kapitalisasi besar. Hal itu ikut menyeret anjloknya indeks BI-40 sebesar 3,18% pada 270,051 dari minggu lalu di 278,943. Indeks LQ45 merosot 3,84% dari 227,930 menjadi 219,163. Total volume saham Bisnis yang berpindahtangan 1,205 miliar unit senilai Rp 3,08 triliun. Kurs Rupiah menguat tipis di Rp 9.983 per dolar AS.

Friday, November 11, 2005

[Bisnis] 11 November 2005

  • Laju inflasi yang tajam disertai naiknya suku bunga SBI menjadi 12,25% terus menekan saham blue chips di bursa Jakarta. Pelaku pasar kembali melepas saham kapitalisasi besar sehingga indeks BEJ terkoreksi 9,12 poin atau 0,86% menjadi 1.043,697. Aksi profit taking tersebut wajar karena meningkatnya inflasi dan suku bunga SBI akan menjatuhkan harga saham. Bagaimanapun, inflasi 2005 diperkirakan bisa menyentuh 17% dan suku bunga BI Rate diperkriakan melonjak hingga 14% tahun ini. Realitas tersebut telah menimbulkan kecemasan para pelaku pasar di bursa Jakarta.
  • Pasalnya laju inflasi yang tak terkendali, terutama pasca kenaikan harga BBM berpotensi menghambat makro ekonomi nasional. Daya beli masyarakat tampak merosot drastis sehingga beberapa perusahaan mulai mengurangi produksinya. Sementara itu, sampai penutupan transaksi Kamis, indeks BI-40 turun 0,70% pada 274,104. Total volume saham Bisnis yang berpindahtangan 213 juta unit senilai Rp 594 miliar. Sentimen negatif inflasi terus menyulut tekanan jual terhadap saham blue chips di bursa. Investor takut, laju inflasi yang tak terkendali akan menyulut Bank Indonesia menaikkan suku bunga SBI ke tingkat lebih tinggi lagi. Ketakutan pemodal itu cukup beralasan karena tren suku bunga global yang terus meningkat. Bahkan sejumlah investor mulai mengalihkan investasinya ke deposito sebagai antisipasi naiknya suku bunga SBI.
  • Di bagian lain, belum adanya insentif positif baru pasca lebaran turut menghambat pergerakan saham Bisnis ke posisi lebih tinggi. Pelaku pasar cenderung wait and see. Sebagian pemodal kembali merealisasikan keuntungan tersisa dan sekaligus meminimalkan risiko kerugian di bursa.

Thursday, November 10, 2005

[Bisnis] 10 November 2005

  • Tekanan terhadap kinerja perbankan, inflasi year-on-year yang mencapai 17,89%, dan melemahnya bursa regional dinilai menjadi pemicu melemahnya harga saham di Bursa Efek Jakarta. Pasca libur lebaran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup melemah 12,13 poin menjadi 1.052,82 dari 1.064,95 pada penutupan perdagangan 1 November dengan nilai transaksi Rp 1,24 triliun. Pada penutupan sesi pertama kemarin indeks sempat ditutup turun 20,05 poin atau 1,9% di level 1.044,9. Salah satu pemicu penurunan indeks tersebut adalah turunnya harga sejumlah saham perbankan, akibat kekhawatiran para pelaku pasar terhadap arah suku bunga setelah Bank Indonesia menaikkan BI Rate menjadi 12,25% pada 1 November 2005. Respon negatif terhadap saham perbankan diperkirakan akan berlanjut pada hari ini, setelah Bank Indonesia resmi menaikkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) satu bulan menjadi 12,25% kemarin sore atau bersamaan dengan penutupan pasar saham.
  • Bank Indonesia kembali menaikkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menjadi 12,25% pada lelang yang berlangsung kemarin. Kenaikan suku bunga SBI in menyamai tingkat suku bunga BI Rate yang baru saja dinaikkan sebesar 125 basis poin menjadi 12,25%. BI Rate merupakan bunga acuan atau kisaran bunga yang dikehendaki otoritas moneter.
  • Lembaga Penjamin Simpanan akhirnya menaikkan tingkat suku bunga penjaminan menjadi 13% seiring dengan kebijakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga BI Rate menjadi 12,25%.
  • Isu reshuffle kabinet menjatuhkan BEJ saat perdagangan hari pertama bursa saham kembali dibuka pasca libur lebaran. Rumor ini berkembang setelah Ketua Umum Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir bertemu Presiden SBY di Cikeas Selasa lalu. Investor merespon dengan melakukan aksi jual sehingga Indeks Harga Saham Gabungan kemarin jatuh 1,14% atau 12,132 poin ditutup pada level 1.052,821.
  • Pasar yang dibayangi sentimen negatif ikut menyulut saham pilihan Bisnis bergerak melemah. Spekulasi jual di saham-saham unggulan maupun lapis kedua tampak terus terjadi. Pemodal enggan mengambil posisi lebih jauh menyusul situasi politik dan ekonomi yang tidak menentu. Munculnya isu perombakan kabinet dan dugaan akan ada pergantian menteri-menteri di bidang ekonomi membuat pelaku pasar kembali dilanda ketidakpastian. Bagaimanapun di tengah tantangan usaha yang semakin berat, berubah-ubahnya arah kebijakan karena pergantian menteri baru yang kinerjanya juga masih harus dipertanyakan membuat pelaku pasar semakin dilanda kekhawatiran. Sementara kenaikan inflasi yang jauh di atas perkiraan BI ikut menghantui investor mengambil posisi jual beli saham.
  • Membumbungnya harga BBM menjadi penyebab utama melejitnya inflasi bulan lalu yang naik ke 8,7% atau posisi tertinggi selama empat tahun terakhir. Dengan demikian, inflasi dari Januari sampai Oktober sudah mencapai 15,65% sementara inflasi tahunan meroket hingga 17,89%. Sebagai langkah antisipasi meredam kenaikan inflasi yang dinilai sudah mengkhawatirkan tersebut Bank Indonesia segara mengambil langkah dengan menaikkan BI Rate menjadi 12,25%. Kondisi tersebut semakin menimbulkan ketidakpastian iklim investasi bursa karena perbankan akan kembali menaikkan tingkat suku bunganya. Dampak inflasi dan kenaikan suku bunga menyebabkan berbagai sektor saham Bisnis antara lain perbankan dan properti bakal terpukul. Trend jual sudah terlihat sepanjang perdagangan bulan lalu dimana investor aktif melepas saham unggulan perbankan maupun properti.
  • Investor pun mulai melakukan antisipasi memburuknya kinerja emiten karena kondisi makro ekonomi yang tidak stabil dan menyebabkan resiko usaha meningkat serta laba perusahaan mengalami penurunan. Indikator ini terlihat dari non performing loan (NPL) perbankan selama kuartal III 2005 naik menjadi 5% dibanding kuartal kedua sebelumnya yang baru mencapai 3,7%. Umumnya sebagian pelaku pasar cenderung wait and see. Tercatat volume saham yang dipindahtangankan di lantai bursa mencapai 1,946 miliar unit dan senilai Rp 1,2 triliun. Anjloknya saham-saham unggulan mendorong penurunan Indeks Bisnis yang ditutup melemah 1,037% atau 2,893 poin menjadi 276,05. Sedangkan indeks LQ45 terkoreksi 1,35% atau 3,077 poin ke level 224,853.
  • Melemahnya animo spekulasi investor juga disulut kinerja beberapa emiten Bisnis kuartal III 2005 yang kurang menggembirakan dan tidak sesuai ekspektasi pasar. Sejumlah emiten harus membukukan pertumbuhan negatif pada perolehan laba akibat membengkaknya rugi selisih kurs, beban bunga yang tinggi dan sebagainya. Sementara harga minyak yang masih berfluktuasi, kekhawatiran terhadap hiperinflasi dan ancaman kenaikan suku bunga akan menjadi potensi negatif yang memangkas keuntungan emiten pada kuartal berikutnya.

Wednesday, November 09, 2005

[Bisnis] 9 November 2005

  • Para pelaku pasar saham dan obligasi masih akan menunggu kepastian arah suku bunga dari bank sentral, menyusul tingkat inflasi Oktober yang mencapai 8,79% dan kenaikan BI Rate menjadi 12,25% pekan lalu. Pelaku pasar diperkirakan tidak akan langsung merespon secara signifikan pada hari pertama perdagangan saham hari ini, setelah libur lebaran sejak 2 November. Sejumlah pelaku pasar mengatakan akan melakukan berbagai kalkulasi atas inflasi dan arah suku bunga, serta kinerja emiten kuartal III/2005.
  • Nilai tukar euro terhadap dolar AS merosot ke level terendah dalam dua tahun, menyusul kekhawatiran aksi kerusuhan yang meningkat di Prancis dalam sepekan terakhir akan menyebar ke negara Eropa lainnya.
  • Transaksi jual-beli kembali (repurchase agreement/repo) obligasi negara sepanjang September 2005 naik tipis menjadi Rp 12,24 triliun dari Rp 12,22 triliun pada bulan sebelumnya. Berdasarkan data yang diperoleh Bisnis, transaksi repo selama September 2005 didominasi oleh reverse repo yaitu pemberian likuiditas dari satu pihak ke pihak lainnya yang mencapai Rp 7,25 triliun. Sisanya sebesar Rp 4,99 triliun merupakan transaksi repo yang dilaporkan oleh pihak yang memerlukan likuiditas sehingga menjual instrumen obligasi yang mereka miliki kepada pihak lain untuk mendapatkan likuiditas.

Tuesday, November 08, 2005

[Bisnis] 8 November 2005

  • State Bank of India (SBI), bank terbesar di India, menyatakan akan mengakuisisi 76% saham di PT Bank IndoMonex. Akuisisi tersebut, yang tergantung pada persetujuan regulator, akan menajdi yang ketiga bagi bank tersebut di luar neger tahu ini. IndoMonex merupakan bank yang berbasis di Jakarta dan memiliki tujuh buah kantor cabang di Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
  • Gejolak harga minyak dunia mengganjal saham Bisnis sepanjang perdagangan kuartal III/2005. Banyak saham blue chips yang terpangkas signifikan sehingga investor BEJ pun menderita kerugian cukup besar. Hal itu tercermin dari anjloknya indeks BI-40 sebesar 2,29% pada posisi 288,376 (30 Sept) dibanding akhir Juni 2005 di posisi 295,163. Meroketnya harga minyak dunia hingga US$70 per barel pada Agustus lalu membuat investor BEJ panik membuang saham blue chips di bursa. Apalagi fluktuasi minyak sempat menjatuhkan rupiah mencapai Rp 11.800 per dolar AS. Kenyataan tersebut mengakibatkan pemodal kehilangan pegangan investasi. Pelaku pasar umumnya membuang saham blue chips untuk menghindari risiko lebih besar. Karena gejolak harga minyak dunia diikuti kenaikan suku bunga AS dan bunga SBI di dalam negeri. Kondisi ini langsung berimbas negatif terhadap pasar saham dunia, termasuk bursa Jakarta.
  • Pasalnya, lonjakan harga minyak dunia dikhawatirkan bisa menyulut krisis energi global. Bahkan tersendatnya pasokan minyak akibat permintaan yang jauh lebih tinggi berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dunia 2005. Banyak perusahaan besar di dunia yang merevisi proyeksi pendapatan maupun labanya. Keputusan itu diambil akibat fluktuasi harga minyak dunia yang sangat tajam. Bagaimanapun, lonjakan harga minyak akan melambungkan biaya operasional perusahaan, terutama pembelian bahan bakar. Dampaknya, pendapatan korporasi global, termasuk emiten BEJ akan terpangkas. Antisipasi terhadap meroketnya harga minyak mendorong investor merealisasikan keuntungan di bursa. Profit taking pemodal itu telah menyulut kejatuhan indeks BEJ 3,84% pada 1.079,275 dari periode Juni di 1.122,376.

Monday, November 07, 2005

[Bisnis] 7 November 2005

  • Inflasi yang naik diluar dugaan hingga mencapai 17,89% pada Oktober 2004 hingga Oktober tahun ini, dikhawatirkan kembali menghambat pasar obligasi yang mulai membaik serta industri reksa dana yang sedang dalam pemulihan. Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan tingkat imbal hasil (yield) yang diminta investor akan lebih tinggi. Akibatnya di pasar sekunder obligasi, kondisi itu akan menekan harga surat utang. Semakin meningkatnya yield surat utang yang diminta oleh pemodal membuat harga obligasi semakin merosot. Kenaikan yield merupakan dampak dari kenaikan tingkat bunga. Bank Indonesia kembali menaikkan BI Rate 125 basis poin menjadi 12,25%. Tindakan yang reaktif tersebut tentu saja akan menurunkan peranan pasar surat utang sebagai sumber pembiayaan.
  • Keputusan Bank Indonesia menaikkan BI Rate sebesar 125 basis poin (bps) menjadi 12,25% pada pekan lalu tidak lagi mengejutkan bagi perbankan. Sebagian besar bank bahkan sudah mengantisipasi kenaikan BI Rate sampai ke tingkat 14% dengan lebih dulu menyesuaikan suku bunga.
  • Transaksi saham unggulan Bisnis selama bulan Oktober lalu berlangsung sepi dan kurang atraktif. Ledakan bom di Jimbaran dan Kuta, Bali pada awal Oktober menghambat pergerakan saham Bisnis di bursa. Di sisi lain, kekhawatiran terhadap kenaikan suku bunga AS akibat lonjakan inflasi di negara itu turut membayangi aktivitas jual beli di saham Bisnis. Keputusan pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata sebesar 126% ikut menyulut investor membuang saham blue chips. Begitu juga kebijakan moneter ketat Bank Indonesia turut menghantui investor bertansaksi di saham pilihan.
  • Selama Oktober, indeks BI-40 jatuh 3,3% pada posisi 278,833 dibanding bulan September di 288,376. Disamping faktor bom Bali, peningkatan suku bunga AS, lonjakan harga BBM, serta laju inflasi, kelesuan pasar juga dipicu puasa Ramadhan. Fluktuasi indeks dan kurs saham Bisnis relatif tajam bulan lalu. Sedangkan dampak bom Bali II terhadap transaksi di pasar modal tidak signifikan. Reaksi pelaku pasar hanya bersifat temporer. Yang paling berpengaruh adalah lonjakan inflasi di AS dan bunga Fed. Di samping itu, kenaikan harga BBM di dalam negeri ikut berdampak negatif terhadap pasar saham. Ketika pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM awal Oktober 2005, investor langsung bereaksi negatif membuang sahamnya. Karena kebijakan harga minyak tersebut berpotensi memangkas pendapatan emiten BEJ. Dunia usaha, terutama sektor industri akan kewalahan akibat melambungnya biaya operasional. Apalagi, gelombang penolakan massa dan mahasiswa berlangsung hampir di semua kota besar di tanah air.
  • Bahkan akumulasi berbagai sentimen negatif di atas turut memangkas indeks BEJ 13 poin atau 1,2% menjadi 1.066,224 dibanding periode September di 1.079,275. Hal sama juga menerjang indeks LQ45 yang ikut terpuruk 3,38% dari posisi 235,810 menjadi 227,828. Meski demikian, asing net buying Rp 6 triliun dan rupiah menguat di level Rp 10.115 per dolar AS.

Wednesday, November 02, 2005

[BPS] Inflasi bulan Oktober

  • Pada bulan Oktober 2005 terjadi inflasi 8,70 persen. Kota-kota IHK yang berjumlah 45 kota seluruhnya mengalami inflasi yang sangat signifikan. Inflasi tertinggi terjadi di Bandar Lampung yang mencapai 12,87 persen, dan inflasiterendah di Palu 3,84 persen.
  • Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada semua kelompok barang dan jasa sebagai berikut : kelompok bahan makanan naik sebesar 7,24 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 3,21 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 7,40 persen, kelompok sandang 1,84 persen, kelompok kesehatan 0,95 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 1,40 persen dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang mencapai 28,57persen.
  • Laju inflasi tahun kalender (Januari-Oktober) 2005 sebesar 15,65 persen, sedangkan tingkat inflasi “ year on year” (Oktober 2005 terhadap Oktober 2004)sebesar 17,89 persen.

[Bisnis] 2 November 2005

  • Kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 1 Oktober lalu mengerek angka inflasi ke level 17,89% pada Oktober (tahunan/yoy) sekaligus memecahkan rekor inflasi yang bertahan sejak 2001. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi Oktober didominasi dampak kebijakan kenaikan harga BBM, yang menyumbang 3,47% kenaikan harga barang dan jasa pada bulan itu. Sedangkan kenaikan tarif transportasi menyumbang inflasi sekitar 2,08%. Inflasi Oktober secara bulanan mencapai 8,79%, melampaui target inflasi setahun yang dipatok APBN sebesar 8,6%. Bank Indonesia pekan lalu sempat mengoreksi proyeksi inflasi tahun ini menjadi 14%, namun pejabat pemerintah masih bertahan pada target satu digit.
  • Bank Sentral AS, the Federal Reserve, di perkirakan bakal menaikkan tingkat suku bunga untuk yang ke-12 kalinya menjadi 4%. Meski ada kecemasan harga minyak yang tinggi dapat membahayakan inflasi, tindakan menaikkan suku bunga itu dilandasi keyakinan ekspansi berada pada jalurnya.
  • Memasuki pekan keempat Oktober 2005, cadangan devisa masih terus menguat setelah dua pekan sebelumnya sempat terdongkrak hampir US$2 miliar hingga melejit ke level US$32 miliar. Posisi cadangan devisa pada pekan keempat Oktober 2005 tercatat US$32,53 miliar atau naik US$169,6 juta dari posisi pekan sebelumnya sebesar US$32,36 miliar.
  • Manajemen PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dan Asia Cellular Satelit (AceS) mengaku kaget bakal dipailitkan oleh PT Danareksa Sekuritas karena selama ini lancar membayar cicilan utang hingga kewajibannya telah berkurang dari US$600 juta pada tahun 1998 menjadi US$222 juta.
  • Sehari menjelang lebaran, saham unggulan Bisnis bergerak datar. Pelaku pasar mengurangi aktivitasnya di bursa pada transaksi Selasa kemarin. Kegiatan transaksi berlangsung lamban dan diwarnai tekanan jual. Pemodal terus mengindari risiko dengan mengamankan portofolionya di bursa. Kecenderungan itu wajar karena pasar masih dihantui kelesuan. Bahkan lonjakan inflasi Oktober mencapai 8,7% menyulut investor membuang sahamnya. Perhatian investor lebih tertuju pada perayaan Idhul Fitri dan laju inflasi yang menakutkan. Akibatnya, indeks BI-40 hanya naik tipis di 278,943.
  • Banyak investor yang sudah menikmati libur panjang sehingga gerakan saham blue chips hanya dikisaran sempit. Di sisi lain, investor juga hanya membeli saham unggulan untuk mendapatkan gain temporer. Tindakan itu bertujuan menghindari risiko di tengah keputusan Bank Indonesia menaikkan BI Rate secara agresif menjadi 12,25% kemarin.

Tuesday, November 01, 2005

[Bisnis] 1 November 2005

  • PT Danareksa akan memailitkan PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dan PT Asia Cellular Satelit (AceS) karena kedua debitor tersebut tidak kooperatif dalam menyelesaikan utang mereka.
  • PT Excelcomindo Pratama Tbk membukukan kerugian yang membengkak pada akhir September tahun ini karena penambahan rugi selisih kurs. Dalam pernyataannya kepada Bursa Efek Jakarta, kerugian emiten selular itu meningkat menjadi Rp 276,5 miliar atau Rp 49 per saham dari sebelumnya Rp 18,1 miliar atau Rp 3 per saham. Penjualan emiten itu naik 14% menjadi Rp 2,17 triliun.
  • Pada perdagangan saham kemarin, indeks harga saham gabungan (IHSG) di BEJ ditutup naik 7,9 poin menjadi 1.066,2 karena dipicu oleh hasil laporan keuangan triwulan III PT Astra International dan PT Telkom yang menunjukkan pertumbuhan. Menjelang penutupan perdagangan hari ini, sebagian investor berspekulasi membeli sejumlah saham unggulan karena optimis bahwa harga saham pasca libur lebaran bakal meningkat. Mesti indeks menguat tipis, namun perdagangan sepi. Sehingga nilai transaksinya hanya sebesar Rp 438 miliar dibandingkan rata-rata harian yang nominalnya di atas Rp 1 triliun. Transaksi asing menunjukkan posisi net selling [transaksi jual lebih besar dari transaksi beli] Rp 135 miliar. Pada perdagangan kemarin, harga 48 saham mencatat kenaikan, 30 harga saham lainnya menurun, dan 285 saham harganya stagnan.
  • Harga surat utang negara yang berdenominasi rupiah merosot yang merupakan fluktuasi terbesar di pasar obligasi kemarin sebagai respons atas rencana BI meningkatkan tingkat suku bunga yang menghambat laju inflasi.