Thursday, November 10, 2005

[Bisnis] 10 November 2005

  • Tekanan terhadap kinerja perbankan, inflasi year-on-year yang mencapai 17,89%, dan melemahnya bursa regional dinilai menjadi pemicu melemahnya harga saham di Bursa Efek Jakarta. Pasca libur lebaran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup melemah 12,13 poin menjadi 1.052,82 dari 1.064,95 pada penutupan perdagangan 1 November dengan nilai transaksi Rp 1,24 triliun. Pada penutupan sesi pertama kemarin indeks sempat ditutup turun 20,05 poin atau 1,9% di level 1.044,9. Salah satu pemicu penurunan indeks tersebut adalah turunnya harga sejumlah saham perbankan, akibat kekhawatiran para pelaku pasar terhadap arah suku bunga setelah Bank Indonesia menaikkan BI Rate menjadi 12,25% pada 1 November 2005. Respon negatif terhadap saham perbankan diperkirakan akan berlanjut pada hari ini, setelah Bank Indonesia resmi menaikkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) satu bulan menjadi 12,25% kemarin sore atau bersamaan dengan penutupan pasar saham.
  • Bank Indonesia kembali menaikkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menjadi 12,25% pada lelang yang berlangsung kemarin. Kenaikan suku bunga SBI in menyamai tingkat suku bunga BI Rate yang baru saja dinaikkan sebesar 125 basis poin menjadi 12,25%. BI Rate merupakan bunga acuan atau kisaran bunga yang dikehendaki otoritas moneter.
  • Lembaga Penjamin Simpanan akhirnya menaikkan tingkat suku bunga penjaminan menjadi 13% seiring dengan kebijakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga BI Rate menjadi 12,25%.
  • Isu reshuffle kabinet menjatuhkan BEJ saat perdagangan hari pertama bursa saham kembali dibuka pasca libur lebaran. Rumor ini berkembang setelah Ketua Umum Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir bertemu Presiden SBY di Cikeas Selasa lalu. Investor merespon dengan melakukan aksi jual sehingga Indeks Harga Saham Gabungan kemarin jatuh 1,14% atau 12,132 poin ditutup pada level 1.052,821.
  • Pasar yang dibayangi sentimen negatif ikut menyulut saham pilihan Bisnis bergerak melemah. Spekulasi jual di saham-saham unggulan maupun lapis kedua tampak terus terjadi. Pemodal enggan mengambil posisi lebih jauh menyusul situasi politik dan ekonomi yang tidak menentu. Munculnya isu perombakan kabinet dan dugaan akan ada pergantian menteri-menteri di bidang ekonomi membuat pelaku pasar kembali dilanda ketidakpastian. Bagaimanapun di tengah tantangan usaha yang semakin berat, berubah-ubahnya arah kebijakan karena pergantian menteri baru yang kinerjanya juga masih harus dipertanyakan membuat pelaku pasar semakin dilanda kekhawatiran. Sementara kenaikan inflasi yang jauh di atas perkiraan BI ikut menghantui investor mengambil posisi jual beli saham.
  • Membumbungnya harga BBM menjadi penyebab utama melejitnya inflasi bulan lalu yang naik ke 8,7% atau posisi tertinggi selama empat tahun terakhir. Dengan demikian, inflasi dari Januari sampai Oktober sudah mencapai 15,65% sementara inflasi tahunan meroket hingga 17,89%. Sebagai langkah antisipasi meredam kenaikan inflasi yang dinilai sudah mengkhawatirkan tersebut Bank Indonesia segara mengambil langkah dengan menaikkan BI Rate menjadi 12,25%. Kondisi tersebut semakin menimbulkan ketidakpastian iklim investasi bursa karena perbankan akan kembali menaikkan tingkat suku bunganya. Dampak inflasi dan kenaikan suku bunga menyebabkan berbagai sektor saham Bisnis antara lain perbankan dan properti bakal terpukul. Trend jual sudah terlihat sepanjang perdagangan bulan lalu dimana investor aktif melepas saham unggulan perbankan maupun properti.
  • Investor pun mulai melakukan antisipasi memburuknya kinerja emiten karena kondisi makro ekonomi yang tidak stabil dan menyebabkan resiko usaha meningkat serta laba perusahaan mengalami penurunan. Indikator ini terlihat dari non performing loan (NPL) perbankan selama kuartal III 2005 naik menjadi 5% dibanding kuartal kedua sebelumnya yang baru mencapai 3,7%. Umumnya sebagian pelaku pasar cenderung wait and see. Tercatat volume saham yang dipindahtangankan di lantai bursa mencapai 1,946 miliar unit dan senilai Rp 1,2 triliun. Anjloknya saham-saham unggulan mendorong penurunan Indeks Bisnis yang ditutup melemah 1,037% atau 2,893 poin menjadi 276,05. Sedangkan indeks LQ45 terkoreksi 1,35% atau 3,077 poin ke level 224,853.
  • Melemahnya animo spekulasi investor juga disulut kinerja beberapa emiten Bisnis kuartal III 2005 yang kurang menggembirakan dan tidak sesuai ekspektasi pasar. Sejumlah emiten harus membukukan pertumbuhan negatif pada perolehan laba akibat membengkaknya rugi selisih kurs, beban bunga yang tinggi dan sebagainya. Sementara harga minyak yang masih berfluktuasi, kekhawatiran terhadap hiperinflasi dan ancaman kenaikan suku bunga akan menjadi potensi negatif yang memangkas keuntungan emiten pada kuartal berikutnya.