Friday, March 04, 2005

Tanggal 14 Januari 2005

  • Paris Club memutuskan langkah di luar kebiasaan dengan memberikan moratorium (pembekuan sementara pembayaran) utang Indonesia senilai US$3 miliar selama satu tahun tanpa syarat.
  • Keputusan Paris Club yang memberikan moratorium utang kepada Indonesia memberikan angin segar di BEJ. IHSG naik 13,092 poin (1,3%) menjadi 1.021,67 pada penutupan perdagangan kemarin, sementara rupiah ikut terapresiasi.
  • Negara diperkirakan mengalami kerugian sedikitnya Rp 300 miliar - menyusul ditutupnya PT Bank Global Tbk per 13 Januari 2005, sebulan setelah dibekukan kegiatan usaha bank tersebut 14 Desember 2004 - akibat minimnya aset yang dimiliki bank tersebut dibandingkan kewajibannya. Direktur Pengawasan Bank I Bank Indonesia Anton Torihoran mengatakan perkiraan tersebut merupakan selisih antara aset sementara yang dimiliki Bank Global Rp 458 miliar dan total dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai Rp 758 miliar. Padahal, per September 2004 total aset Bank Global tercatat Rp 1,848 triliun, kendati Rp 800 miliar diantaranya berupa obligasi yang diduga bodong. Kasus Bank Global ini juga melibatkan Bapepam karena terkait dengan penjualan reksa dana fiktif dan peringkat obligasi yang kemudian dipertanyakan. Pemerintah masih akan meneliti lebih lanjut angka sebenarnya dari aset maupun DPK yang dimiliki Bank Global, pasalnya pemerintah mengalami kesulitan dalam mendata aset maupun DPK sebab terdapat sejumlah dokumen yang rusak dan hilang.
  • Sementara itu dana tunai Bank Global yang berhasil dikumpulkan hanya Rp 30 miliar, sedangkan kredit yang disalurkan kepada masyarakat mencapai Rp 260 miliar.
  • Penundaan pembayaran bunga kelima obligasi oleh PT Great River Indonesia Tbk tahun 2003 berbuntut disuspensinya saham emiten itu, sementara PT Kasnic Credit Rating Indonesia memberikan outlook negatif untuk obligasi pertama PT Great River Indonesia Tbk tahun 2003 sebesar Rp 300 miliar karena emiten itu menunda pembayaran bunga kelima yang jatuh tempo pada 13 Januari 2005. Total dana yang dibutuhkan untuk melunasinya sebesar Rp 11 miliar. Selain faktor penundaan pembayaran bunga, menurut Kasnic, penjualan saham perusahaan yang sedang dalam proses pemeriksaan oleh Bapepam menjadi dasar diberikannya outlook negatif.
  • Keputusan atas perkara penolakan buyback obligasi PT Indofood Sukses Makmur Tbk senilai US$280 juta oleh pemegang obligasi di pengadilan United Kingdom diperkirakan akan memakan waktu maksimal tiga bulan.
  • Technical rebound berhasil mendongkrak bursa Jakarta ke teritori positif. Pelaku pasar aktif membeli kembali berbagai saham unggulan penggerak bursa. Pembelian teknikal ini dimaksudkan untuk memperbaiki harga saham agar tetap atraktif. Sentimen positif penundaan pembayaran utang oleh kreditor Paris Club mampu mendongkrak saham blue chips serta kurs rupiah ke level signifikan.
  • Pemodal optimistis, moratorium utanga akan mempercepat Indonesia membangun kembali Aceh. Bahkan kepastian penundaan utang tersebut membuat APBN pemerintah tahun 2005 tetap aman. Di sisi lain, kenaikan indeks juga dipicu perburuan teknikal pemodal terhadap saham kapitalisasi besar yang kursnya terkoreksi cukup dalam pada tiga hari terakhir.
  • Sementara menguatnya bursa global dan sebagian besar bursa regional ikut menggairahkan BEJ. Investor memanfaatkan penguatan bursa regional dan kesepakatan Paris Club untuk membeli kembali saham Bisnis. Karena gairah transaksi di bursa Asia akan kembali mendongkrak saham blue chips ke tingkat lebih tinggi. Berbagai saham unggulan yang berfundamental bagus dan prospektif aktif ditransaksikan pemodal BEJ. Dampaknya, indeks BEJ terdongkrak 13,092 poin atau 1,3% menjadi 1.021,67. Kalangan investor tidak menyiakan kesempatan membeli kembali saham unggulan.
  • Pasalnya potensi penguatan saham blue chips di masa datang masih cukup tinggi meski saat ini kursnya overbought. Keyakinan pemodal itu ditunjukkan melalui pembelin teknikal kemarin. Bagaimanapun, saham pilihan Bisnis harus diangkat sehingga kursnya tetap kompetitif. Terutama saham blue chips yang belakangan ini terkoreksi cukup dalam. Akumulasi beli investor juga menyentuh saham unggulan yang belum bergerak.
  • Lonjakan harga saham Bisnis ikut mengkerek indeks BI-40 sebesar 1,4 6% pada posisi 262,088. Total volume saham pilihan yang berpindahtangan mencapai 610 juta unit senilai Rp 1,05 triliun. Aksi beli teknikal yang dipicu moratorium utang dan penguatan bursa regional berhasil mendongkrak saham unggulan.
  • Saham Astra International, Telkom, dan Gudang Garam tampil sebagai penggerak utama BEJ. Mayoritas saham Bisnis berhasil mengkontribusikan gain cukup signifikan kepada pemodal. Bahkan sejumlah saham lapis kedua ikut meningkat karena diborong investor.
  • Sejumlah investor asing membeli kembali saham blue chips sehingga transaksi berlangsung marak. Net buying asing di BEJ kemarin mencapai Rp 86 miliar. Akumulasi beli asing terutama dipicu murahnya kurs sebagian saham unggulan. Disamping itu, koreksi saham blue chips yang cukup dalam menyulut asing masuk bursa. Pembelian asing tersebut langsung diikuti pemodal institusi di dalam negeri. Hal ini mengakibatkan indeks kembali terkerek ke level signifikan. Secara teknikal, sebagian saham unggulan sudah relatif murah.
(Sumber: Bisnis Indonesia)

Thursday, March 03, 2005

Tanggal 13 Januari 2005

  • Paris Club, pada sidang sesi pertama yang dihadiri perwakilan 19 negara kreditor, menyetujui moratorium (penghentian sementara pembayaran) utang Indonesia.
  • Saham PT Bimantara Citra Tbk bisa dihapus dari BEJ bila perusahaan tersebut tetap bersikeras membagikan saham Mobile-8 - anak perusahaan Bimantara - sebagai dividen kepada para pemegang sahamnya.
  • PT Great River International Tbk dipastikan tidak membayar kupon obligasi senilai Rp 11 miliar yang jatuh tempo hari ini. Namun manajemen menyatakan penundaan itu tidak menjadi masalah karena sudah disepakati dengan wali amanat.

  • Saham unggulan Bisnis terus melemah hingga perdagangan kemarin. Pelaku pasar kembali mendiskon saham blue chips penggerak bursa sehingga koreksi indeks pun sulit dihindari. Persetujuan kreditor Paris Club terhadap penangguhan pembayaran utang Indonesia ditanggapin dingin investor BEJ. Hal ini bisa dilihat dari pergerakan harga saham Bisnis yang cenderung turun. Pemodal tampak sudah mengantisipasi keputusan Paris Club tersebut. Pelaku pasar sebenarnya lebih menghendaki penghapusan utang luar negeri Indonesia ketimbang penangguhan utang.
  • Di sisi lain, berkurangnya informasi positif di BEJ serta melemahnya sebagian bursa regional mendorong investor mengalihkan investasinya ke saham-saham lapis kedua. Sejumlah saham blue chips kembali dilepas pemodal untuk mendapatkan gain tersisa. Sedangkan saham kelompok Sinar Mas, terutama Indah Kiat dan Tjiwi Kimia cukup aktif dispekulasikan investor BEJ. Pemodal berupaya mendatangkan gain temporer di saham lapis bawah sambil menanti aksi korporasi emiten pekan ini. Trading jangka pendek sengaja dilakukan pemodal untuk mempertahankan gain di saham Bisnis.
  • Sentimen jual yang berlangsung di saham unggulan mengakibatkan indeks BI-40 melemah 0,51% pada posisi 258,312. Total volume saham Bisnis yang berpindahtangan mencapai 314 juta unit senilai Rp 556 miliar. Mayoritas saham blue chips terkoreksi mesti tidak begitu signifikan. Kalangan investor cenderung selektif dan hati-hati mengambil posisi jual beli di saham blue chips. Sebaliknya, mereka berspekulasi di saham lapis kedua yang memiliki resiko investasi rendah. Terobosan ini wajar karena minimnya insentif penggerak pasar yang bisa memicu tekanan jual di BEJ hingga akhir pekan.
  • Sementara penguatan rupiah hingga Rp 9.190 per dolar AS tak berdampak signifikan terhadap transaksi saham di BEJ. IHSG justru kembali terkoreksi 3,095 poin menjadi 1.008,578. Pemodal asing terus melepas saham kapitalisasi besar sehingga indeks tetap bertengger di teritori negatif. Hingga penutupan perdagangan di BEJ, asing net selling RP 62 miliar. Jika dikumulasikan selama tiga hari transaksi, net jual asing sudah melebihi Rp 500 miliar. Perlu diketahui, keberhasilan Indonesia mendapatkan penundaan pembayaran utang dari kreditor Paris Club mendorong asing keluar dari bursa Jakarta.
  • Tak dapat diingkari bahwa kondisi saham unggulan yang cenderung overbought menjadi salah satu pemicu tekanan jual di BEJ. Banyak saham Bisnis yang kursnya sudah mahal akibat lonjakan harga yang berlangsung sejak akhir tahun lalu. Akibatnya, investor melakukan konsolidasi dengan mendiskon saham Bisnis yang berpotensi gain. Mereka kembali menjual saham pilihan untuk membeli kembali di harga yang lebih murah. Bahkan sebagian investor aktif mengakumulasi saham lapis kedua yang prospektif. Bagaimanapun, potensi gain di saham lapis kedua cukup signifikan dengan resiko rendah.
  • Secara umum, aktivitas perdagangan berlangsung cukup bergairah kendati hanya digerakan oleh saham Gudang Garam dan Semen Gresik. Pemodal umumnya masih menahan diri untuk bertransaksi dalam jumlah besar di saham unggulan. Sikap pemodal ini bisa dimaklumi karena mayoritas saham unggulan masih relatif mahal. Di samping itu, berkurangnya aksi korporasi emiten, terutama pengumuman rencana bisnis tahun ini membuat investor kehilangan pegangan.

  • PT Bursa Efek Surabaya mencatat kasus obligasi yanga gagal atau terlambat membayar bunga saat ini jumlahnya kurang 5% dari total 107 emiten obligasi korporasi sehingga resiko investasi di obligasi korporasi dinilai masih kecil.
(Sumber: Bisnis Indonesia)

Tanggal 12 Januari 2005

  • Pemerintah akan mengganti proses perizinan investasi menjadi bentuk registrasi untuk mempermudah masuknya modal asing menyusul masukan dari negara kreditor yang tergabung dalam Consultative Group for Indonesia.
  • Pemerintah Prancis siap memberikan moratorium utang pemerintah Indonesia senilai 130 juta euro tahun ini. Dan untuk tahun-tahun mendatang akan ada pembicaraan di tingkat multilateral maupun bilateral.
  • PT Kasnic Credit Rating Indonesia menurunkan peringkat obligasi I tahun 2002 PT Barito Pacific Timber Tbk menjadi D (default) dari CCC karena kegagalan perseroan membayar kupon bunga obligasi yang jatuh tempo pada 10 Januari 2005.
  • Laba bersih 2004 PT Semen Gresik Tbk diperkirakan meningkat 31,98% menjadi sekitar Rp 500 miliar dari laba bersih tahun 2003 sebesar Rp 378,84 miliar. Direktur Keuangan Semen Gresik Cholil Hasan mengatakan kenaikan laba bersih itu didukung oleh pertumbuhan pasar semen nasional. Penadapatan Semen Gresik tahun 2004 kemungkinan sekitar Rp 4,9 triliun.

  • Tekanan jual pemodal terhadap saham unggulan masih berlanjut meski mulai berkurang. Sejumlah saham kapitalisasi besar yang kursnya mahal kembali dibuang investor guna mendapatkan keuntungan temporer. Aksi jual ini dilakukan pemodal sambil mengantisipasi hasil pertemuan Paris Club. Apakah pemerintah Indonesia akan mendapatkan penghapusan utang atau hanya penundaan pembayaran utang.
  • Disisi lain, berkurangnya insentif penggerak pasar ikut menjatuhkan saham Bisnis. Investor cenderung mengambil posisi jual ketimbang membeli saham blue chips. Meski demikian, koreksi indeks yang berlangsung dua hari belakangan ini tidak lepas dari faktor teknikal. Pasalnya, lonjakan harga saham unggulan yang tinggi sejak akhir tahun lalu mengakibatkan mayoritas saham menjadi overbought. Kecenderungan ini menyulut investor membuang saham Bisnis untuk mengamankan investasinya di BEJ. Pelaku pasar melepas saham besar dan mengalihkan transaksinya ke saham lapis kedua.
  • Alternatif ini ditempuh investor guna mempertahankan keuntungan di bursa Jakarta. Bagaimanapun, potensi penguatan saham blue chips ke depan diperkirakan berkurang. Sementara sampai penutupan transaksi Selasa, indeks BEJ kembali terkoreksi 3,805 poin atau 0,37% menjadi 1.011,673. Kalangan ini mulai selektif mengambil posisi di BEJ.
  • Sikap pemodal ini dipicu mahalnya harga saham blue chips serta berkurangnya isu individual di lantai bursa. Bahkan pemain asing cenderung mendiskon saham blue chips dan mengalihkan investasinya ke sejumlah bursa Asia yang masih menarik. Net selling asing di BEJ kemarin mencapai Rp 236 miliar. Beberapa saham BUMN, sektor rokok, serta saham semen menjadi pemicu utama melemahnya kembali indeks komposit.
  • Sentimen jual beli yang kurang berimbang ikut menjatuhkan indeks BI-40 sebesar 0,83% di posisi 259,653. Total volume saham Bisnis yang dipindahtangankan sebanyak 435 juta unit senilai Rp 980 miliar. Perdagangan saham Bisnis hari ini akan mengalami rebound. Pemodal diperkirakan akan membeli kembali saham blue chips yang kursnya sudah relatif murah. Di samping itu, mereka juga berspekulasi temporer di saham lapis kedua yang prospektif. Pelaku pasar masih menanti hasil pertemuan Paris Club dan insentif positif lain di BEJ.
  • PT Apexindo Pratama Duta Tbk berencana menerbitkan obligasi syariah ijarah sekitar Rp 150 miliar dari total surat utang Rp 750 miliar yang akan diterbitkan perusahaan itu. Perseroan telah menunjuk tiga lembaga penunjang sebagai penjamin emisi, yaitu Stanchart Securities, PT Mandiri Sekuritas, dan PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas. Dana hasil emisi obligasi akan dimanfaatkan untuk membiayai kembali kewajiban (refinancing) dan modal kerja. Sementara komposisi penggunaannya masih belum ditetapkan.
  • Industri dana pensiun tercatat sebagai pemegang obligasi PT Bahtera Adimina Samudra Tbk terbesar yaitu 52% atau Rp 52 miliar dari Rp 100 miliar total nilai obligasi yang diterbitkan emiten tersebut. Data dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) tersebut juga memperlihatkan dana pensiun yang menjadi pemegang obligasi Bahtera Adimina paling besar adalah Dana Pensiun Perumpel dan Perumpeng yaitu sebesar Rp 10,5 miliar.
(Sumber: Bisnis Indonesia)

Tanggal 11 Januari 2005

  • Standard Chartered Bank kembali berniat memburu pelepasan 26,17% saham Bank Permata setelah menguasai 62% saham bank itu, sementara Standard Chartered Plc juga bersaing dengan HSBC Holding Plc untuk membeli Korea First Bank.
  • PT Bursa Efek Jakarta akan meneliti lonjakan harga saham PT Semen Cibinong Tbk yang mencapai 75% menjelang terjadinya pengalihan 77,83% saham dari Holchim ke induk perusahaan Holderfin BV pada 30 Desember.
  • PT Barito Pacific Timber Tbk akan membayar kupon obligasi Rp 33 miliar yang kemarin gagal bayar selambatnya pada Juni 2005 bersamaan dengan pembayaran kupon kedua. Sehingga total pembayaran dengan kupon pada Juni itu akan mencapai Rp 66 miliar. Saham Barito yang disuspensi oleh BEJ kemarin akan dibuka kembali setelah manajemen memberikan laporan penjelasan masalah gagal bayar kupon itu secara tertulis ke BEJ. Sugeng Rijadi, Direktur PT Bursa Efek Surabaya menyatakan, Barito Pacific menghadapi tiga masalah yang mengganggu arus kas perseroan, pertama menurunnya harga plywood di pasar internasional pada triwulan IV tahun lalu, kedua terjadinya perubahan sistem pembayaran oelh pembeli luar negeri, dan ketiga Barito mengalami kesulitan arus kas karena telah membayar amortisasi dan tunggakan pembayaran bunga.
  • PT Astra Internasional Tbk secara konsolidasi memperkirakan dapat membukukan laba bersih 2004 naik 10% dari 2003, sedangkan penjualannya diprediksi melebihi Rp 30 triliun.
  • Profit taking menerjang berbagai saham pilihan Bisnis di BEJ. Pelaku pasar merealisasikan keuntungan yang diraihnya sepanjang pekan lalu. Aksi ambil untung dilakukan pemodal untuk mengamankan investasinya sambil menanti informasi positif segar. Bagaimanapun, lonjakan sejumlah saham blue chips belakangan ini sudah terlampau tajam dan cenderung overbought. Kondisi ini menyulut investor untuk melepasnya guna mendapatkan gain temporer. Kalangan investor memang tak ingin kehilangan gain di depan mata. Hal ini tercermin dari antusiasme mereka membuang saham unggulan.
  • Tekanan jual dimotori kelompok saham BUMN, seperti Telkom, Indosat, Semen Gresik, dan lainnya. Pemodal asing melepas saham kapitalisasi besar di atas dan beralih ke saham lapis kedua. Tindakan asing tersebut diikuti sejumlah investor institusi di dalam negeri. Akibatnya koreksi harga saham unggulan sulit dihindari.
  • Indeks BI-40 terpangkas 1,82% pada 261,848. Total saham Bisnis yang berpindah tangan mencapai 588 juta unit senilai Rp 1,11 trilliun. Asing net selling sebesar Rp 234 miliar. Derasnya tekanan jual asing ikut menjatuhkan indeks BEJ 17,047 poin atau 1,6% di 1.015,478.
  • Sentimen jual pemodal atas saham unggulan selain dipicu faktor teknikal, juga akibat kekhawatiran terhadap membengkaknya biaya pembangunan kembali di Aceh. Apapun alasannya, lonjakan biaya rekonstruksi Aceh bisa menghambat pertumbuhan ekonomi ke tingkat lebih tinggi. Beban pemerintah diperkirakan semakin berat bila puluhan triliun dana disalurkan untuk pembangunan Aceh.
  • Di sisi lain, ketidakpastian soal penghapusan atau penjadwalan utang Indonesia oleh negara donor ikut berimbas negatif di BEJ. Investor menyikapi pro-kontra moratorium dengan menjual saham Bisnis. Bahkan beberapa pemodal aktif mendiskon saham perbankan, terutama saham BCA dan Bank Mandiri menyusul rencana Bank Indonesia memberlakukan kebijakan moneter ketat tahun ini. Ada indikasi Bank Indonesia akan segera menaikkan suku bunga SBI guna mengantisipasi kenaikan suku bunga AS bulan depan. Sentimen jual atas saham bank juga dipicu kenaikan kursnya yang sudah terlampau tajam saat ini.
  • Investor tidak mau mengambil resiko sehingga mereka segera membuang di bursa. Profit taking terhadap saham BUMN dan perbankan telah menghambat laju pergerakan indeks. Harus diakui, aksi ambil untung yang terjadi awal pekan ini merupakan faktor teknikal. Mayoritas saham unggulan kapitalisasi besar sudah mahal. Oleh karena itu, investor langsung mendiskon saham Bisnis untuk membeli kembali di harga yang lebih murah.
  • Bank Indonesia menerbitkan aturan pelaksanaan transaksi fine tune operations (FTO) untuk operasi pasar terbuka bagi bank umum dan pialang. Aturan itu dikeluarkan dalam bentuk surat edaran No. 7/1/DPM sebagai petunjuk pelaksanaan dari Peraturan BI No. 6.33.PBI/2004 tentang Operasi Pasar Terbuka. Surat Edaran BI itu mengatur pelaksanaan transaksi fine tune operations bank umum dan perusahaan pialang pasar uang, serta perusahaan efek yang ditunjuk sebagai peserta lelang Surat Utang Negara di pasar perdana. FTO adalah transaksi dalam rangka OPT yang dilakukan sewaktu-waktu oleh BI apabila diperlukan untuk mempengaruhi likuiditas perbankan secara jangka pendek.
  • Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa mekanisme lelang transaksi FTO dilakukan dengan dua metode, yaitu metode harga tetap (fixed rate) dan metode harga beragam (variable rate). Pada metode harga tetap, tingkat diskonto atau suku bunga transaksi FTO ditetapkan oleh BI sedangkan untuk transaksi metode harga beragam, bank atau pialang harus terlebih dahulu mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat diskonto transaksi FTO. Transaksi FTO memiliki jangka waktu 1 hari hingga 14 hari dengan waktu pelaksanaan terbagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pagi dan sesi sore. Pihak yang diperbolehkan mengikuti transaksi adalah bank umum yang mengajukan penawaran untuk kepentingan sendiri dan pialang yang mengajukan penawaran untuk kepentingan bank umum.
  • Sementara proses settlemen fine tune dilakukan segera setelah BI mengumumkan hasil lelang transaksi FTO melalui BI-SSSS (Scripless Securities Settlement System - sarana transaksi dengan BI secara elektronik) pada tanggal yang sama dengan waktu transaksi dilakukan. Surat Edaran BI juga mengatur tentang jenis transaksi FTO yang boleh dilakukan, yaitu transaksi fine tune kontraksi dan transaksi fine tune ekspansi. Untuk fine tune kontraksi, transaksi dilakukan dengan sistem diskonto melalui perhitungan jumlah hari sesuai kalender. Sedangkan untuk fine tune ekspansi, transaksi dilakukan melalui perdagangan SBI atau SUN berdasar prinsip penjualan Surat Berharga untuk dibeli kembali.
(Sumber: Bisnis Indonesia)

Tanggal 10 Januari 2005

  • Bank Indonesia mengkaji lagi rencana menghapus Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI) seiring dengan rencana pemerintah menerbitkan Surat Perbendaharaan Negara (SPN). Deputi Gubernur BI Aslim Tadjuddin mengatakan pihaknya akan mencermati perpindahan dana kelebihan likuiditas bank yang selama ini disimpan di SBI maupun FASBI ke SPN. Dia menyatakan komitmentnya untuk menyerap kelebihan likuiditas di perbankan sehingga tingkat inflasi maupun suku bunga bisa dipertahankan tetap stabil. Aslim menjelaskan kebijakan moneter yang ketat dilakukan supaya kelebihan likuiditas perbankan dapat dikendalikan. Pada tahun ini, BI mematok target inflasi sebesar 6% dengan deviasi 1%.

  • BEJ akan memanggil pihak PT Bahtera Adimina Samudera Tbk hari ini untuk meminta penjelasan terkait dengan masalah belum dilunasinya sisa pembayaran sinking fund - penyisihan dana pelunasan - obligasi Rp 10 miliar. Selain masalah pelunasan sinking fund, BEJ juga akan menanyakan masalah operasional perseroan karena publik harus mengetahui seluruh informasi mengenai hal itu.

  • PT Perusahaan Pengelola Aset menyatakan saham PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Internasional Tbk, PT Bank Niaga Tbk, dan PT Bank Danamon Tbk telah siap dilepas ke pasar untuk memenuhi keperluan APBN 2005. Dirut PT PPA Mohammad Syahrial mengatakan pihaknya melalui Menkeu akan mengajukan ijin pelepasan saham BUMN itu di PT Bank Maybank Indocorp, PT Bank Panin Tbk, Bank Permata Tbk, Bank Lippo Tbk, Bank Lippo Tbk, dan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional. Pemenuhan setoran APBN sebesar Rp 4 triliun menjadi patokan bagi rencana pelepasan saham bank. Dia mengatakan ijin pelepasan saham bank itu diperlukan supaya pihaknya sewaktu-waktu bisa melakukan pelepasan saham ketika dinilai waktunya tepat dan negara memerlukan setoran APBN 2005. Jadi waktu pelepasan sahamnya fleksibel, bagi kami yang penting ada ijin dulu. Apabila DPR sudah setuju dengan rencana pelepasan saham bank maka pemerintah bisa menerbitkan PP Divestasi sebagai dasar hukum untuk divestasi saham bank.

  • PT Barito Pacific Timber Tbk terancam gagal bayar (default) bila hari ini tidak sanggup membayar bunga obligasi senilai Rp 33 miliar kepada pemegang obligasi. Rivat A. Siregar, Wali Amanat obligasi Barito dari PT Bank Niaga Tbk, mengatakan bunga obligasi itu akan jatuh tempo pada 10 Januari 2005. Dalam surat Barito kepada Wali Amanat, mereka mengalami kesulitan arus kas sehingga meminta penundaan pembayaran bunga obligasi Rp 33 miliar hingga periode pembayaran kupon selanjutnya. Bank Niaga akan memfasilitasi pemegang obligasi untuk mengadakan rapat informal dalam waktu dua minggu setelah bunga obligasi itu jatuh tempo.

  • Manajemen PT Astra Agro Lestari Tbk telah menyisihkan dana Rp 550 miliar dalam bentuk surat berharga (SBI) dan deposito berjangka guna melunasi pokok dan bunga obligasi I yang jatuh tempo pada 15 Maret tahun ini. Direktur Keuangan Astra Agro Lestari Julie Syaftari mengatakan pada awal tahun ini perseroan mempunyai kas dan setara kas sekitar Rp 900 miliar karena meningkatnya kinerja 2004 secara signifikan. Kenaikan laba ini kareba berbagai faktor seperti menguatnya harga minyak kelapa sawit (CPO) secara rata-rata tahun lalu.

  • PT Budi Acid Jaya Tbk (BAJ) mendapatkan pinjaman RP 205,7 miliar dari Bank Mandiri untuk mempercepat pelunasan utang obligasi Rp 242 miliar yang jatuh tempo pada 24 Juli 2005. Deputy President Director BAJ Sudarmo Tasmin mengatakan utang obligasi Rp 242 miliar yang sebenarnya baru jatuh tempo pada 24 Juli 2005 itu telah dilunasi akhir tahun lalu. Perusahaan yang bergerak di industri tepung tapioka itu menggunakan pinjaman Bank Mandiri untuk melunasi 85% utang obligasi, sedangkan 15% sisanya dilunasi dengan penerbitan saham baru tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Corporate Secretary BAJ Mawarti Wongso menjelaskan perseroan menerbitkan 181,5 juta lembar saham dengan harga Rp 200 per saham yang dibeli oleh pemegang obligasi. Sebelum emisi saham baru, jumlah saham beredar BAJ mencapa 1.050 miliar saham, sehingga 181,5 juta lembar saham itu nilainya mencapai 14,75% dari total saham beredar. Saham baru yang dikeluarkan perseroan itu tidak dapat diperdagangkan di bursa sekurang-kurangnya selama satu tahun sejak dicatatkan.

  • Perdagangan saham awal Januari 2005 berlangsung cukup bergairah. Berbagai sentimen positif menyulut investor memburu saham unggulan di bursa. Sentimen moratorium utang yang dilontarkan sejumlah negara donor di KTT Tsunami langsung diantisipasi pemodal dengan mengakumulasi saham blue chips dan second liner di BEJ. Selain itu, momentum January Effect serya penurunan suku bunga SBI ikut melonjakkan saham Bisnis. Bahkan optimisme keberhasilan pelaksanaan KTT Tsunami dan Moratorium yang tidak menurunkan rating utang Indonesia telah menggairahkan pasar.
  • Terlepas dari beraa besar utang yang dijadwal ulang, komitmen negara donor di Paris Club dan G7 terhadap Indonesia positif. Secara psikologis, pasar melihat akses Indonesia semakin terbuka kepada dunia internasional. Apalagi sejumlah lembaga keuangan asing, seperti Citigroup, Morgan Stanley, Standard & Poor's serta JP Morgan tidak menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi 2005. Sikap ini menunjukkan kepercayaan bahwa bencana gempa dan tsunami di Aceh tak akan menghambat pemulihan ekonomi. Bahkan dengan terus mengalirnya bantuan kemanusiaan dari berbagai negara dunia ke Aceh justru makin mempercepat proses rekonstruksi di tanah rencong tersebut. Karena itu, asing aktif memburu saham Bisnis sehingga indeks BI-40 gain 4,09% pada 266,714 dari sebelumnya di 256,225.
  • Total volume saham Bisnis yang berpindah tangan mencapai 2,99 miliar unit senilai Rp 5,57 triliun. Tingginya animo investor memborong saham blue chips ikut mendongkrak indeks BEJ sebesar 32,29 poin atau 3,23% menjadi 1.032,525 dibanding penutupan sebelumnya di 1.000,233. Begitu juga indeks LQ45 terkerek 4,69% dari 217,097 menjadi 227,299. Asing net buying di BEJ Rp 548 miliar dan rupiah ditutup relatif stabil di Rp 9.282 per dolar AS. Rencana sejumlah negara memberikan moratorium atau penangguhan utang disikapi pemodal mengakumulasi saham Bisnis.
  • Harus diakui, keterlibatan dunia internasional dalam menanggulangi gempa dan tsunami di Aceh telah membangkitkan harapan pelaku pasar atas masa depan perekonomian dan investasi di Indonesia. Sikap optimistis pemodal itu dilampiaskan dengan menata kembali portofolionya di BEJ tahun ini. Seperti diketahui, setiap bulan Januari, pelaku pasar di bursa dunia aktif merelokasikan dananya untuk meningkatkan keuntungan di pasar modal. Relokasi portofolio tersebut didasarkan berbagai kalkulasi matang dan cermat. Faktor ekonomi, politik, dan iklim investasi sangat menguntungkan. Perdagangan saham Binsis pekan ini masih akan diramaikan aksi jual beli selektif. Sejumlah saham unggulan kembali akan diakumulasi investor meski terbatas.
(Sumber: Bisnis Indonesia)

Tanggal 8 Januari 2004

  • PT Indofood Sukses Makmur Tbk akan menempuh jalur hukum setelah gagal mendapatkan persetujuan pemegang obligasi (PO) untuk rencana buyback obligasi sebesar US$280 juta dalam RUPO kedua yang berlangsung di Singapura, kemarin. Sekretaris Perusahaan Indofood Djoko Wibowo mengatakan konsultan hukum Indofood arahnya akan membawa kasus tersebut ke pengadilan karena perseroan memiliki alasan kuat untuk menggunakan hak buyback obligasi itu.
  • Rencana pembelian kembali obligasi tersebut akan dilakukan oleh Indofood sehubungan dengan dihentikannya perjanjian pajak ganda antara Mauritius dan Indonesia pada Juni 2004 dan akan mulai efektif pada 1 Januari 2005. Penghentian perjanjian pajak berganda antara Mauritius dan RI itu mengakibatkan tingkat pemotongan pajak yang harus dilakukan atas pembayaran bunga mengalami kenaikan dari 10% menjadi 20%.
  • Meski persetujuan belum diperoleh, menurut Djoko, Indofood telah mendapatkan kucuran pendanaan dari perbankan. Perbankan yang meminjaman dana itu adalah ABN Amro Bank, Citibank, Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) Singapura, Rabo Bank, dan PT Bank Mandiri Tbk. Indofood akan membeli kembali obligasi eurobond senilai US$280 juta yang diterbitkan oleh anak usahanya yang berdomisili di Mauritius yakni Indofood International Finance Limited. Surat utang itu diterbitkan tahun 2002 dan akan jatuh tempo tahun 2007.

(Sumber: Bisnis Indonesia)

Tanggal 7 Januari 2005

  • Pelaku pasar menyambut positif hasil KTT Tsunami yang mulai berlangsung di Jakarta kemarin. Pertemuan yang dihadiri 26 kepala negara dan delapan pimpinan organisasi dunia tersebut telah menghasilkan sejumlah kesepakatan positif. Bahkan komitmen Australia, Jepang, dan beberapa negara lainnya untuk meningkatkan bantuan kepada Indonesia langsung disikapi pemodal dengan memborong saham blue chips di BEJ. Bagaimanapun, mengalirnya bantuan negara asing kepada pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen mereka yang tinggi untuk membantu korban tsunami di Aceh.
  • Di sisi lain, kesediaan beberapa negara donor untuk memberikan moratorium utang kepada Indonesia ikut disikapi positif pelaku pasar di BEJ dan pasar uang. Mereka tampak optimistis, bertambahnya bantuan akan mempercepat pemerintah membangun kembali Aceh dan beberapa daerah lainnya pascagempa.
  • Keyakinan pemodal itu telah dilampiaskan dengan memburu saham blue chips di BEJ. Akibatnya, IHSG melonjak 14,455 poin atau 1,42% menjadi 1.029,886. Posisi indeks tersbeut tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia. Akumulasi beli yang dimotori investor asing berhasil mendongkrak indkes ke level signifikan. Saham kapitalisasi besar seperti Indosat, Gudang Garam, HM Sampoerna, serta Telkom tampil sebagai penggerak utama BEJ. Pemodal agresif mengakumulasi saham unggulan meski kursnya sudah cukup mahal. Investor asing membukukan net buying di BEJ senilai Rp 186 miliar.

  • PT Bursa Efek Jakarta menyebutkan dua nasabah - KBA dan LA - dari dua perusahaan efek yang mendominasi perdagangan saham PT Great River Internasional Tbk pada periode 5 Februari - 18 mei 2004. Nasabah KBA bertransaksi melalui Nikko Securities dan LA melalui Ciptamahardika Mandiri. Dirut BEJ Erry Firmansyah mengatakan tidak dapat mengumumkan siapa nasabah tersebut karena tidak berwenang untuk itu. BEJ hanya memiliki otoritas pemeriksaan hingga ke anggota bursa. Bapepam diketahui memeriksa transaksi perdagangan saham Great River periode 5 Februari hingga 18 Mei 2004 yang diduga terindikasi perdagangan semu sehingga harga saham naik.
(Sumber: Bisnis Indonesia)

Wednesday, March 02, 2005

Tanggal 6 Januari 2005

  • Koreksi teknikal menghambat pergerakan saham pilihan Bisnis ke tingkat lebih tinggi. Pelaku pasar melepas saham blue chips guna mendapatkan keuntungan temporer. Aksi ambil untung ini wajar karena kenaikan harga di hari sebelumnya cukup tinggi. Tekanan jual investor terutama melanda saham kapitalisasi besar penggerak bursa, seperti Telkom, Astra, serta Indosat. Pemodal memang tak mau mengambil resiko di tengah penantian terhadap pengampunan utang oleh negara donor di Paris Club. Selain itu, lonjakan saham blue chips yang tinggi ikut menyulut profit taking.
  • Seperti diketahui, transaksi saham di BEJ kemarin diwarnai tarik menarik yang cukup kuat. Hal ini bisa dilihat dari fluktuasi indeks yang tajam. Indeks BEJ sempat menguat hingga level 1.023-an sebelum ditutup melemah 3,112 poin di posisi 1.015,431. Kalangan investor ternyata belum berani memegang saham blue chips dalam waktu lama. Pasalnya, banyak saham unggulan yang kursnya sudah meningkat tajam dan over-bought. Kondisi ini justru dimanfaatkan pemodal mengambil keuntungan sambil menanti insentif segar. Pemodal juga menunggu hasil positif dari konferensi tsunami yang akan dimulai hari ini.
  • Sementara itu, aksi jual beli yang kurang berimbas di saham blue chips ikut melemahkan indeks BI-40 sebesar 0,20% pada posisi 262,315. Meski demikian, perdagangan saham Bisnis berlangsung marak dengan volume saham berpindah tangan mencapai 760 juta unit senilai Rp 1,36 triliun.
  • Mayoritas saham pilihan terkoreksi dalam jumlah bervariasi. Pemodal langsung merealisasikan gain temporer di saham blue chips dan beralih ke saham lapis ke dua. Aksi switching ditempuh pemodal guna mempertahankan gain di BEJ. Karena saham papan bawah masih berpotensi gain tinggi. Disisi lain, pemodal juga berharap agar para emiten melakukan corporate action sehingga sahamnya tetap atraktif. Bagaimanapun, naik turunnya saham blue chips masih tergantung pada isu yang berhembus di lantai bursa. Terutama langkah emiten mengumumkan langkah bisnisnya tahun ini.
  • Perdagangan saham Bisnis hari ini akan diramaikan aksi jual beli selektif. Pemodal diperkirakan mengakumulasi saham unggulan yang kursnya masih murah dan belum bergerak. Mereka juga berspekulasi di saham lapis kedua sambil menanti munculnya insentif positif baru di BEJ. Saham pilihan Bisnis masih berpotensi menguat.

  • Rata-rata tertimbang tingkat diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) jangka waktu 1 bulan hasil lelang kemarin adalah sebesar 7,42% atau turun satu basis poin dibandingkan posisi sebelumnya 7,43% di tengah tetap minimnya instrumen investasi di pasar. Sementara itu, rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 bulan hasil lelang hari kemarin adalah sebesar 7,30% (sebelumnya 7,29%). Lelang SBI 3 bulan tersebut menyerap dana sebesar Rp 1,99 triliun atau 93,22% dari jumlah lelang yang diterima. Lelang SBI jangka waktu 1 bulan kemarin berhasil menyerap dana mencapai Rp 64,00 triliun, atau 89,65% dari jumlah lelang yang diterima Bank Indonesia. Angka ini sebenarnya lebih besar dibandingkan target BI sebelumnya sebesar Rp 50 triliun sedangkan untuk SBI berjangka waktu tiga bulan ditetapkan targetnya sebesar Rp 3 triliun.

(Sumber: Bisnis Indonesia)

Tanggal 5 Januari 2005

  • Rencana pemerintah Indonesia meminta moratorium utang kepada negara-negara donor dan lembaga keuangan internasional berhasil menggairahkan transaksi di BEJ. Pelaku pasar langsung mengantisipasi isu debt moratorium tersebut dengan berburu berbagai saham blue chips di lantai bursa. Pasalnya, tawaran tujuh negara memberikan pengampunan utang kepada Indonesia akibat bencana gempa dan tsunami di Aceh akan berdampak positif terhadap perekonomian dan aktivitas investasi. Bahkan moratorium utang bisa mempercepat pemerintah membangun kembali Aceh.
  • Seperti diketahui, pemerintah sedang melakukan negosiasi intensif dengan sejumlah negara donor yang tergabung dalam Paris Club serta lembaga keuangan internasional lainnya untuk mendapatkan pengampunan utang. Saat ini, terobosan pemerintah tersebut masih menimbulkan pendapat pro dan kontra namun diharapkan membuahkan hasil positif.
  • Bagaimanapun, bencana alam yang mematikan ratusan ribu jiwa di Aceh dan Nias adalah momentum tepat bagi pemerintah meminta pengampunan utang. Karena sejumlah negara donor tampak aktif membantu korban gempa di Aceh. Lobi pemerintah meminta moratorium utang tersebut telah disikapi pemodal dengan mengakumulasi saham di BEJ.
  • Di mata pelaku pasar, pengampunan utang akan berdampak signifikan terhadap perbaikan ekonomi nasional. Sikap optimistis pemodal itu tercermin dari antusiasme perburuan saham blue chips di BEJ kemarin.
  • Kegiatan transaksi berlangsung marak dengan lonjakan IHSG mencapai 17,666 poin atau 1,77% menjadi 1.018,543. Penguatan indeks terutama dipicu saham unggulan Bisnis. Pelaku pasar sangat agresif memborong saham blue chips sehingga IHSG melonjak signifikan. Bahkan indeks BI-40 terdongkrak 1,92% pada posisi 262,879. Total volume saham Bisnis yang berpindah tangan mencapai 532 juta unit senilai Rp 1,1 triliun.
  • Harus diakui, tingginya solidaritas sejumlah negara dunia membantu korban gempa dan tsunami di Aceh ikut mempertebal keyakinan pemodal berinvestasi di BEJ. Apalagi di tengah evakuasi korban pasca bencana, beberapa negara besar berniat memberikan pengampunan utang kepada Indonesia. Berita tersebut menggembirakan pemerintah dan pelaku pasar. Pasalnya, berkurangnya utang Indonesia akan menggairahkan investasi. Perdagangan saham Bisnis hari ini masih akan bergairah. Pelaku pasar diperkirakan kembali memborong saham blue chips untuk meningkatkan investasinya di bursa.

(Sumber : Bisnis Indonesia)

Tanggal 4 Januari 2005

  • Mengawali transaksi saham pada hari pertama 2005, BEJ tampak sepi dan kurang bergairah. Pelaku pasar cenderung hati-hati dan selektif dalam mengambil posisi jual beli di saham blue chips. Kehadiran presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka perdagangan saham hari pertama di BEJ boleh dibilang kurang berdampak signifikan. Hal ini bisa diamati dari pergerakan IHSG yang hanya berada di kisaran sempit. Indeks BEJ hanya naik tipis 0,644 poin di level 1.000,877. Pergerakan saham pilihan pun tidak atraktif dengan nilai transaksi hanya Rp 599 miliar.
  • Suasana liburan tampak masih membayangi aktivitas perdagangan hari pertama di bulan Januari. Banyak pelaku pasar yang belum aktif di lantai bursa. Mereka umumnya masih menikmati liburan akhir tahun bersama keluarga. Hanya sebagian kecil investor yang bertransaksi di saham unggulan dan lapis kedua sehingga pergerakan indeks cenderung lamban. Indeks BI-40 hanya bergerak di titik sempit 0,65% di posisi 257,903. Begitu juga indeks LQ45 naik tipis 0,67% pada 218,568. Pemodal hanya bermain temporer sambil menanti munculnya isu positif.
  • Perhatian investor masih terfokus pada langkah pemerintah dalam menanggulangi Aceh pasca gempa tektonik dan gelombang tsunami 26 Desember lalu. Mereka juga menunggu aksi korporasi emiten di tahun 2005. Sikap pemodal ini terlihat dari volume maupun nilai transaksi di BEJ kemarin. Secara umum, kegiatan transaksi belum bergairah. Pemodal umumnya masih berkonsolidasi sambil memanti aksi korporasi emiten BEJ. Mereka juga berharap agar pemerintah melakukan gebrakan guna mempertahankan gairah investasi di pasar modal.
  • Apapun alasannya, kinerja BEJ yang sangat menggembirakan di tahun 2004 harus berlanjut hingga tahun berjalan ini. Memang lonjakan indeks mungkin agak terbatas, namun pemodal asing diharapkan terus menambah portofolionya di bursa.

  • DPR meminta pemerintah segera menggunakan dana cadangan dan noncadangan APBN 2005 hingga lebih dari Rp 10 triliun unuk membiayai rekonstruksi dan pemulihan pascabencana di Aceh dan Sumut. Berdasarkan rencana APBN 2005, alokasi dana cadangan tanggap darurat tahun anggaran 2005 mencapai Rp 2 triliun. Dari sejumlah itu Rp 700 miliar belum teralokasi. Dana cadangan APBN 2004 diketahui juga masih tersisa sekitar Rp 260 miliar. Namun jumlah tersebut belum memadai dari perkiraan Ketua Bakor Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) Yusuf Kalla.
  • Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan realisasi inflasi tahun lalu mencapai 6,40% (year on year) lebih rendah dari asumsi APBN Perubahan 2004 yang mematok 6,5%. Kepala BPS Choiril Maksum menjelaskan inflasi pada bulan Desember mencapai 1,04%, dengan seluruh kota - dari 45 kota yang didata BPS - mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Mataram 2,35% dan terendah di Bandar Lampung 0,19%. Kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar merupakan penyumbang terbesar inflasi 2004 dari tujuh kelompok pengeluaran, yang mencapai 2,04%. Sedangkan penyumbang inflasi tertinggi pada Desember berasal dari kelompok bahan makanan sebesar 0,58%.
    (Sumber: Bisnis Indonesia)

Tanggal 3 Januari 2005


  • Perdagangan saham di BEJ pada tahun 2004 telah berakhir pekan lalu. Banyak investor yang meraih keuntungan dan hanya sebagian kecil yang mengalami kerugian. Pemegang saham Bisnis misalnya, berhasil meraih keuntungan signifikan sebesar 39%. Hal ini sejalan dengan lonjakan saham blue chips yang terjadi sepanjang tahun lalu.
  • Pertumbuhan ekonomi nasional hingga 5% disertai stabilistas politik dan keamanan yang relatif stabil adalah salah satu pemicu maraknya transaksi saham Bisnis di BEJ. Selain itu, sentimen pemilu dan aksi window dressing ikut mendongkrak saham unggulan bursa. Sampai penutupan transaksi 30 Desember 2004 lalu, indeks BI-40 menguat 39% pada posisi 256,225 dibandingkan akhir tahun 2003 di 183,751. Total volume saham Bisnis yang berpindah tangan tahun lalu mencapai 40 miliar unit senilai Rp 94 triliun. Bahkan lonjakan saham pilihan di atas ikut mendongkrak indeks BEJ 308 poin atau 44% menjadi 1.000,23 dibanding akhir 2003 di 691,895. Indeks LQ45 terkerek 42% dari 151,899 menjadi 217,097. Asing net buying di BEJ sebesar Rp 18 triliun dan rupiah melemah 10% dari Rp 8.472 menjadi Rp 9.320 per dolar AS. Pergerakan saham blue chips 2004 lalu sangat atraktif.
  • Seperti diketahui, kegiatan pemilu 2004 yang berlangsung cukup lama tidak menghambat aktivitas pemodal bertransaksi di BEJ. Momentum pemilu yang semula ditakutkan akan meningkatkan suhu politik dan keamanan di dalam negeri ternyata tidak terbukti. Kondisi ini langsung dimanfaatkan pemodal untuk memperbesar portofolionya di saham blue chips sampai akhir tahun lalu. Perburuan pemodal atas saham Bisnis dipicu sikap optimistis terhadap terbentuknya pemerintahan baru yang kuat dan berwibawa. Bahkan teror bom yang terjadi sepanjang tahun 2004 tidak menggoyahkan animo investor di BEJ
  • Gairah transaksi diperkirakan akan berlanjut hingga tahun 2005 ini. Berbagai terobosan yang dilakukan pemerintah dan emiten dalam mendongkrak kinerjanya diperkirakan terus berlanjut ke level yang signifikan. Harus diakui prospek BEJ tahun ini masih cerah seiring pertumbuhan ekonomi nasional serta ekonomi dunia itu sendiri.

  • Bank Indonesia mempertahankan suku bunga maksimum penjaminan pemerintah untuk periode 1-31 Januari 2005 sebesar 7,25% untuk simpanan pihak ketiga dalam rupiah jangka waktu satu bulan. Penjaminan tersebut sama dengan suku bunga maksimum penjaminan pemerintah untuk periode dua bulan sebelumnya yaitu Desember dan November 2004. Sementara suku bunga pinjaman maksimum dalam US$ untuk periode yang sama ditetapkan sebesar 0,65%. Penetapan suku bunga sebesar itu merujuk pada Peraturan Bank Indonesia No. 6/11/PBI/2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, 12 April 2004 dan Surat Edaran No. 6/20/DPM, 20 April 2004, tentang Suku Bunag Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank. Keputusan ini juga menetapkan suku bunga Pasar Uang Antar Bank rupiah maksimum 7,01% sedangkan suku bunga dalam US$ ditetapkan maksimum 0,96%. Posisi bunga penjaminan yang tetap dipertahankan ini sejalan dengan rata-rata tertimbang tingkat diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) jangka waktu 1 bulan hasil lelang tanggal 22 Desember 2004 adalah sebesar 7,43%.

(* Sumber: Bisnis Indonesia)

Tuesday, March 01, 2005

Introduction

Hi Guys...

This web just an idea how to get all informations that may we need especially when we have to analyst our clients. so hopefully this will have an add value to fillfull our needs.

Regards,
Hadi