Thursday, March 03, 2005

Tanggal 10 Januari 2005

  • Bank Indonesia mengkaji lagi rencana menghapus Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI) seiring dengan rencana pemerintah menerbitkan Surat Perbendaharaan Negara (SPN). Deputi Gubernur BI Aslim Tadjuddin mengatakan pihaknya akan mencermati perpindahan dana kelebihan likuiditas bank yang selama ini disimpan di SBI maupun FASBI ke SPN. Dia menyatakan komitmentnya untuk menyerap kelebihan likuiditas di perbankan sehingga tingkat inflasi maupun suku bunga bisa dipertahankan tetap stabil. Aslim menjelaskan kebijakan moneter yang ketat dilakukan supaya kelebihan likuiditas perbankan dapat dikendalikan. Pada tahun ini, BI mematok target inflasi sebesar 6% dengan deviasi 1%.

  • BEJ akan memanggil pihak PT Bahtera Adimina Samudera Tbk hari ini untuk meminta penjelasan terkait dengan masalah belum dilunasinya sisa pembayaran sinking fund - penyisihan dana pelunasan - obligasi Rp 10 miliar. Selain masalah pelunasan sinking fund, BEJ juga akan menanyakan masalah operasional perseroan karena publik harus mengetahui seluruh informasi mengenai hal itu.

  • PT Perusahaan Pengelola Aset menyatakan saham PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Internasional Tbk, PT Bank Niaga Tbk, dan PT Bank Danamon Tbk telah siap dilepas ke pasar untuk memenuhi keperluan APBN 2005. Dirut PT PPA Mohammad Syahrial mengatakan pihaknya melalui Menkeu akan mengajukan ijin pelepasan saham BUMN itu di PT Bank Maybank Indocorp, PT Bank Panin Tbk, Bank Permata Tbk, Bank Lippo Tbk, Bank Lippo Tbk, dan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional. Pemenuhan setoran APBN sebesar Rp 4 triliun menjadi patokan bagi rencana pelepasan saham bank. Dia mengatakan ijin pelepasan saham bank itu diperlukan supaya pihaknya sewaktu-waktu bisa melakukan pelepasan saham ketika dinilai waktunya tepat dan negara memerlukan setoran APBN 2005. Jadi waktu pelepasan sahamnya fleksibel, bagi kami yang penting ada ijin dulu. Apabila DPR sudah setuju dengan rencana pelepasan saham bank maka pemerintah bisa menerbitkan PP Divestasi sebagai dasar hukum untuk divestasi saham bank.

  • PT Barito Pacific Timber Tbk terancam gagal bayar (default) bila hari ini tidak sanggup membayar bunga obligasi senilai Rp 33 miliar kepada pemegang obligasi. Rivat A. Siregar, Wali Amanat obligasi Barito dari PT Bank Niaga Tbk, mengatakan bunga obligasi itu akan jatuh tempo pada 10 Januari 2005. Dalam surat Barito kepada Wali Amanat, mereka mengalami kesulitan arus kas sehingga meminta penundaan pembayaran bunga obligasi Rp 33 miliar hingga periode pembayaran kupon selanjutnya. Bank Niaga akan memfasilitasi pemegang obligasi untuk mengadakan rapat informal dalam waktu dua minggu setelah bunga obligasi itu jatuh tempo.

  • Manajemen PT Astra Agro Lestari Tbk telah menyisihkan dana Rp 550 miliar dalam bentuk surat berharga (SBI) dan deposito berjangka guna melunasi pokok dan bunga obligasi I yang jatuh tempo pada 15 Maret tahun ini. Direktur Keuangan Astra Agro Lestari Julie Syaftari mengatakan pada awal tahun ini perseroan mempunyai kas dan setara kas sekitar Rp 900 miliar karena meningkatnya kinerja 2004 secara signifikan. Kenaikan laba ini kareba berbagai faktor seperti menguatnya harga minyak kelapa sawit (CPO) secara rata-rata tahun lalu.

  • PT Budi Acid Jaya Tbk (BAJ) mendapatkan pinjaman RP 205,7 miliar dari Bank Mandiri untuk mempercepat pelunasan utang obligasi Rp 242 miliar yang jatuh tempo pada 24 Juli 2005. Deputy President Director BAJ Sudarmo Tasmin mengatakan utang obligasi Rp 242 miliar yang sebenarnya baru jatuh tempo pada 24 Juli 2005 itu telah dilunasi akhir tahun lalu. Perusahaan yang bergerak di industri tepung tapioka itu menggunakan pinjaman Bank Mandiri untuk melunasi 85% utang obligasi, sedangkan 15% sisanya dilunasi dengan penerbitan saham baru tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Corporate Secretary BAJ Mawarti Wongso menjelaskan perseroan menerbitkan 181,5 juta lembar saham dengan harga Rp 200 per saham yang dibeli oleh pemegang obligasi. Sebelum emisi saham baru, jumlah saham beredar BAJ mencapa 1.050 miliar saham, sehingga 181,5 juta lembar saham itu nilainya mencapai 14,75% dari total saham beredar. Saham baru yang dikeluarkan perseroan itu tidak dapat diperdagangkan di bursa sekurang-kurangnya selama satu tahun sejak dicatatkan.

  • Perdagangan saham awal Januari 2005 berlangsung cukup bergairah. Berbagai sentimen positif menyulut investor memburu saham unggulan di bursa. Sentimen moratorium utang yang dilontarkan sejumlah negara donor di KTT Tsunami langsung diantisipasi pemodal dengan mengakumulasi saham blue chips dan second liner di BEJ. Selain itu, momentum January Effect serya penurunan suku bunga SBI ikut melonjakkan saham Bisnis. Bahkan optimisme keberhasilan pelaksanaan KTT Tsunami dan Moratorium yang tidak menurunkan rating utang Indonesia telah menggairahkan pasar.
  • Terlepas dari beraa besar utang yang dijadwal ulang, komitmen negara donor di Paris Club dan G7 terhadap Indonesia positif. Secara psikologis, pasar melihat akses Indonesia semakin terbuka kepada dunia internasional. Apalagi sejumlah lembaga keuangan asing, seperti Citigroup, Morgan Stanley, Standard & Poor's serta JP Morgan tidak menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi 2005. Sikap ini menunjukkan kepercayaan bahwa bencana gempa dan tsunami di Aceh tak akan menghambat pemulihan ekonomi. Bahkan dengan terus mengalirnya bantuan kemanusiaan dari berbagai negara dunia ke Aceh justru makin mempercepat proses rekonstruksi di tanah rencong tersebut. Karena itu, asing aktif memburu saham Bisnis sehingga indeks BI-40 gain 4,09% pada 266,714 dari sebelumnya di 256,225.
  • Total volume saham Bisnis yang berpindah tangan mencapai 2,99 miliar unit senilai Rp 5,57 triliun. Tingginya animo investor memborong saham blue chips ikut mendongkrak indeks BEJ sebesar 32,29 poin atau 3,23% menjadi 1.032,525 dibanding penutupan sebelumnya di 1.000,233. Begitu juga indeks LQ45 terkerek 4,69% dari 217,097 menjadi 227,299. Asing net buying di BEJ Rp 548 miliar dan rupiah ditutup relatif stabil di Rp 9.282 per dolar AS. Rencana sejumlah negara memberikan moratorium atau penangguhan utang disikapi pemodal mengakumulasi saham Bisnis.
  • Harus diakui, keterlibatan dunia internasional dalam menanggulangi gempa dan tsunami di Aceh telah membangkitkan harapan pelaku pasar atas masa depan perekonomian dan investasi di Indonesia. Sikap optimistis pemodal itu dilampiaskan dengan menata kembali portofolionya di BEJ tahun ini. Seperti diketahui, setiap bulan Januari, pelaku pasar di bursa dunia aktif merelokasikan dananya untuk meningkatkan keuntungan di pasar modal. Relokasi portofolio tersebut didasarkan berbagai kalkulasi matang dan cermat. Faktor ekonomi, politik, dan iklim investasi sangat menguntungkan. Perdagangan saham Binsis pekan ini masih akan diramaikan aksi jual beli selektif. Sejumlah saham unggulan kembali akan diakumulasi investor meski terbatas.
(Sumber: Bisnis Indonesia)