Thursday, March 03, 2005

Tanggal 13 Januari 2005

  • Paris Club, pada sidang sesi pertama yang dihadiri perwakilan 19 negara kreditor, menyetujui moratorium (penghentian sementara pembayaran) utang Indonesia.
  • Saham PT Bimantara Citra Tbk bisa dihapus dari BEJ bila perusahaan tersebut tetap bersikeras membagikan saham Mobile-8 - anak perusahaan Bimantara - sebagai dividen kepada para pemegang sahamnya.
  • PT Great River International Tbk dipastikan tidak membayar kupon obligasi senilai Rp 11 miliar yang jatuh tempo hari ini. Namun manajemen menyatakan penundaan itu tidak menjadi masalah karena sudah disepakati dengan wali amanat.

  • Saham unggulan Bisnis terus melemah hingga perdagangan kemarin. Pelaku pasar kembali mendiskon saham blue chips penggerak bursa sehingga koreksi indeks pun sulit dihindari. Persetujuan kreditor Paris Club terhadap penangguhan pembayaran utang Indonesia ditanggapin dingin investor BEJ. Hal ini bisa dilihat dari pergerakan harga saham Bisnis yang cenderung turun. Pemodal tampak sudah mengantisipasi keputusan Paris Club tersebut. Pelaku pasar sebenarnya lebih menghendaki penghapusan utang luar negeri Indonesia ketimbang penangguhan utang.
  • Di sisi lain, berkurangnya informasi positif di BEJ serta melemahnya sebagian bursa regional mendorong investor mengalihkan investasinya ke saham-saham lapis kedua. Sejumlah saham blue chips kembali dilepas pemodal untuk mendapatkan gain tersisa. Sedangkan saham kelompok Sinar Mas, terutama Indah Kiat dan Tjiwi Kimia cukup aktif dispekulasikan investor BEJ. Pemodal berupaya mendatangkan gain temporer di saham lapis bawah sambil menanti aksi korporasi emiten pekan ini. Trading jangka pendek sengaja dilakukan pemodal untuk mempertahankan gain di saham Bisnis.
  • Sentimen jual yang berlangsung di saham unggulan mengakibatkan indeks BI-40 melemah 0,51% pada posisi 258,312. Total volume saham Bisnis yang berpindahtangan mencapai 314 juta unit senilai Rp 556 miliar. Mayoritas saham blue chips terkoreksi mesti tidak begitu signifikan. Kalangan investor cenderung selektif dan hati-hati mengambil posisi jual beli di saham blue chips. Sebaliknya, mereka berspekulasi di saham lapis kedua yang memiliki resiko investasi rendah. Terobosan ini wajar karena minimnya insentif penggerak pasar yang bisa memicu tekanan jual di BEJ hingga akhir pekan.
  • Sementara penguatan rupiah hingga Rp 9.190 per dolar AS tak berdampak signifikan terhadap transaksi saham di BEJ. IHSG justru kembali terkoreksi 3,095 poin menjadi 1.008,578. Pemodal asing terus melepas saham kapitalisasi besar sehingga indeks tetap bertengger di teritori negatif. Hingga penutupan perdagangan di BEJ, asing net selling RP 62 miliar. Jika dikumulasikan selama tiga hari transaksi, net jual asing sudah melebihi Rp 500 miliar. Perlu diketahui, keberhasilan Indonesia mendapatkan penundaan pembayaran utang dari kreditor Paris Club mendorong asing keluar dari bursa Jakarta.
  • Tak dapat diingkari bahwa kondisi saham unggulan yang cenderung overbought menjadi salah satu pemicu tekanan jual di BEJ. Banyak saham Bisnis yang kursnya sudah mahal akibat lonjakan harga yang berlangsung sejak akhir tahun lalu. Akibatnya, investor melakukan konsolidasi dengan mendiskon saham Bisnis yang berpotensi gain. Mereka kembali menjual saham pilihan untuk membeli kembali di harga yang lebih murah. Bahkan sebagian investor aktif mengakumulasi saham lapis kedua yang prospektif. Bagaimanapun, potensi gain di saham lapis kedua cukup signifikan dengan resiko rendah.
  • Secara umum, aktivitas perdagangan berlangsung cukup bergairah kendati hanya digerakan oleh saham Gudang Garam dan Semen Gresik. Pemodal umumnya masih menahan diri untuk bertransaksi dalam jumlah besar di saham unggulan. Sikap pemodal ini bisa dimaklumi karena mayoritas saham unggulan masih relatif mahal. Di samping itu, berkurangnya aksi korporasi emiten, terutama pengumuman rencana bisnis tahun ini membuat investor kehilangan pegangan.

  • PT Bursa Efek Surabaya mencatat kasus obligasi yanga gagal atau terlambat membayar bunga saat ini jumlahnya kurang 5% dari total 107 emiten obligasi korporasi sehingga resiko investasi di obligasi korporasi dinilai masih kecil.
(Sumber: Bisnis Indonesia)