Monday, June 12, 2006

[Bisnis] 12 Juni 2006

News:
  • Harga surat utang negara (SUN) terus tertekan, bahkan menurun hingga 5% hanya dalam waktu sebulan terakhir ini karena kekhawatiran terhadap tingkat suku bunga global. Akibatnya, imbal hasil (yield) instrumen itu terus naik. Berdasarkan data perhimpunan pedagang surat utang negara (Himdasun), harga seluruh SUN nyari menurun tajam akibat aksi jual. Kebijakan bank sentral AS dan sejumlah bank sentral negara besar lainnya yang cenderung menaikkan tingkat suku bunga memicu para investor melakukan aksi jual pada instrumen investasi di bursa negara berkembang, termasuk Indonesia.
  • Anak perusahaan PT Krakatau Steel, PT KHI Pipe Industry, akan melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) kurang dari 40% saham pada 2006 untuk meningkatkan kinerja. Komisaris Utama PT Krakatau Steel Amir Sambodo mengatakan setelah anak perusahaan itu go public, Krakatau Steel berencana mencatatkan sahamnya di bursa.
  • Kalangan perbankan yang menurunkan tingkat bunga simpanan terpaksa menyesuaikan kembali sebagai respons terhadap keputusan LPS yang mempertahankan bunga pinjaman di level 12,5%.
  • Tekanan terhadap mata uang di kawasan Asia pekan ini diperkirakan masih berlangsung menyusul spekulasi terhadap kenaikan Fed Fund Rate 25 basis poin dari level 5% menjadi 5,25%. Sementara itu, Bank Indonesia diperkirakan menjaga rupiah agar tidak menembus level psikologis Rp 9.500 per dolar AS.
Market Reviews:
  • Pemodal BEJ masih akan mencermati perkembangan pasar global. Isu kenaikan suku bunga AS, lonjakan harga minyak dunia serta apresiasi dolar AS diperkirakan tetap membayangi aktivitas transaksi minggu ini. Kalangan investor hati-hati dan cenderung selektif mengambil posisi di bursa. Bahkan sebagian pemodal kemungkinan kembali mengalihkan portofolionya ke pasar valuta asing memanfaatkan penguatan rupiah. Pembelian dolar AS tersbeut akan kembali mengganjal kurs rupiah. BEJ masih tetap labil karena Bank Sentral AS akan segera menaikkan suku bunganya bulan ini.
  • Sementara itu, perdagangan saham di BEJ pekan lalu didominasi tekanan jual. Investor agresif membuang saham blue chips sehingga kursnya berguguran. Mayoritas saham Bisnis terpangkas dalam jumlah signifikan. Indeks BI-40 anjlok 6,35% pada 350,096 dari sebelumnya di level 373,836. Total volume saham Bisnis yang berpindahtangan 1,64 miliar unit senilai Rp 5,08 triliun. Investor asing mencatat net selling sebesar Rp 458 miliar dan kurs rupiah terpuruk di level Rp 9.425 per dolar AS. Instabilitas bursa global maupun regional telah menyeret kejatuhan saham pilihan Bisnis.
  • Panik jual tampak menghantui pelaku pasar dunia, termasuk investor BEJ. Pemicunya adalah pernyataan Gubernur Bank Sentral AS, Ben Bernanke, soal kenaikan inflasi di AS dan perlambatan ekonomi negara tersebut. Pemodal langsung merespon ucapan Bernanke itu dengan mendiskon sahamnya di pasar ekuiti. Pasalnya, isyarat Gubernur The Fed tersebut mengindikasikan suku bunga AS akan segera dinaikkan untuk menghambat laju inflasi. Pasar modal dunia langsung bereaksi negatif, begitu juga pemodal di pasar valuta asing. Nilai mata uang maupun harga saham terpangkas tajam.
  • Di bagian lain, harga minyak dunia ikut melambung ke level US$72 per barel. Kenyataan tersebut membuat investor terus dilanda ketidakpastian berinvestasi. Pasalnya, perlambatan ekonomi AS secara langsung akan mengganjal pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk regional. Bahkan nilai ekspor perusahaan ke AS akan merosot jika dolar menguat terhadap mata uang regional. Kepanikan ikut menimpa pemodal BEJ dimana mereka agresif membuang saham emiten yang memiliki utang dolar tinggi. Akibatnya, indeks BEJ terpuruk 72,93 poin atau 5,41% dari posisi 1.347,686 menjadi 1.274,753.
  • Pada penutupan transaksi Jumat pekan lalu, indeks BEJ mengalami rebound namun kurang signifikan. Bayang-bayang pelemahan rupiah atas dolar AS serta tingginya harga minyak dunia membuat investor selektif bertransaksi di BEJ. Harus diakui, koreksi yang melanda saham unggulan pekan lalu tidak hanya disebabkan terpicu faktor global dan regional. Keputusan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga BI Rate di level 12,5% ikut menyulut kekecewaan investor BEJ. Pasalnya, langkah otoriotas moneter itu tidak sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar. Mereka berharap BI Rate turun untuk mendongkrak sektor riil.