Wednesday, June 21, 2006

[Bisnis] 21 Juni 2006

News:
  • Penutupan transaksi penjualan 24,9% saham PT Semen Gresik Tbk milik Cemex Asia Holdings Ltd kepada Grup Rajawali terancam batal karena sejumlah syarat belum bisa dipenuhi menjelang batas akhir 2 Juli. Managing Director dan Chief Business Development PT Rajawali Corporation Darjoto Setyawan mengatakan seluruh syarat penutupan transaksi itu seperti disepakati antara perusahaan tersebut dan Cemex harus sudah dipenuhi paling tidak seminggu sebelum 2 Juli. Sejumlah syarat yang harus dipenuhi, a.l. persetujuan secara tertulis dari pemerintah Indonesia terhadap transaksi tersebut, pencabutan proses arbitrase, pengakhiran transaksi jual beli bersyarat antara Cemex dan pemerintah yang ditandatangani pada 1998.
  • Manajemen Bank Agro optimistis langkah penjualan 40% saham bank tersebut akan memperbaiki struktur permodalan bank itu. Setelah rights issue, rasio kecukupan modal Bank Agro diperkirakan akan melampaui 20%. Direktur Utama PT Bank Agroniaga Tbk Adri Sujana Prawira mengatakan nilai buku dari 40% saham milik Dana Pensiun Perkebunan (Dapenbun) di Bank Agro yang akan dijual mencapai Rp 156 miliar. Dalam rangka pelaksanaan aksi korporasi itu, Bank Agro akan terlebih dulu melakukan RUPS Luar Biasa pada 23 Juni. Jika disetujui pemegang saham, diharapkan dana hasil penjualan sudah dapat masuk ke kas perusahaan pada bulan berikutnya. Sebagian besar dana hasil penjualan saham itu akan digunakan manajemen Bank Agro untuk memperkuat permodalan. Sebagian kecil juga akan dimanfaatkan untuk membiayai ekspansi jaringan. Jika rights issue berhasil dilaksanakan, maka modal Bank Agro diperkirakan akan meningkat dari 17% posisi saat ini menjadi di atas 20%. Saat ini saham Bank Agro dipegang oleh Dapenbun (96%), PT Jamsostek (2,13%), Yayasan Sarana Wana Jaya (1,28%), dan masyarakat umum dengan kepemilikan dibawah 1% dengan persentase kepemilikan sebesar 0,59%.
  • Pemerintah memperkirakan obligasi ritel (Ori) tidak akan mengganggu obligasi korporasi, sementara BES menyatakan siap menjadi fasilitator perdagangan kendati biaya transaksi hanya Rp 20.000. Sebagian kalangan menilai obligasi ritel akan lebih memikat dibandingkan obligasi korporasi, karena pemerintah akan menawarkan imbal hasil (yield) yang lebih tinggi dari obligasi yang ada dengan mengacu pada surat utang negara.
Market Reviews:
  • Investor tetap selektif mengambil posisi di BEJ. Hal itu dilakukan pemodal menyusul sentimen negatif global yang masih belum surut. Pelaku pasar terus menanti aksi korporasi emiten serta informasi positif baru yang bisa mendongkrak indeks ke tingkat lebih tinggi. Selain itu, pemodal juga tetap mewaspadai dampak kenaikan suku bunga AS terhadap pasar saham maupun rupiah. Bagaimanapun, keputusan Bank Sentral AS menaikkan suku bunganya pada akhir bulan ini akan berimbas negatif terhadap pasar modal dunia, termasuk Jakarta. Oleh sebab itu, investor hanya fokus di saham blue chips.
  • Bahkan indeks komposit berfluktuasi cukup tajam hampir sepanjang perdagangan kemarin. Kecenderungan tersebut mengikuti naik turunnya saham kapitalisasi besar di bursa. Sementara itu, sinyalemen penurunan suku bunga oleh Bank Of Japan (BoJ) belum berdampak signifikan terhadap aktivitas transaksi di bursa Tokyo maupun pasar regional lainnya. Kalangan investor justru masih mengkhawatirkan perlambatan ekonomi AS serta kemungkinan naiknya kembali suku bunga Fed menjadi 5,25%. Perlu diingat inflasi di AS masih tinggi, sehingga pasar saham kurang atraktif lagi.
  • Pemodal umumnya hanya bermain jangka pendek di saham blue chips yang memiliki pertumbuhan fundamental baik. Pembelian kembali terhadap beberapa saham kapitalisasi besar pada penutupan transaksi kemarin membuat indeks BEJ hanya terkoreksi tipis 0,080 poin menjadi 1.294,970. kegiatan transaksi berlangsung cukup baik karena volume saham yang berpindahtangan mencapai 1,620 miliar unit senilai Rp 1,1 triliun. Investor asing membukukan net selling sebesar Rp 31 miliar dan rupiah relatif stabil di Rp 9.385 per dolar AS. Investor tetap bermain temporer di saham kapitalisasi besar. Harus diakui bahwa pergerakan kurs saham Bisnis masih belum stabil. Ini tidak terlepas dari perkembangan pasar global maupun regional yang belum menentu.