Wednesday, April 12, 2006

[Bisnis] 12 April 2006

News:
  • Harga minyak mentah dunia kembali melonjak hingga menyentuh US$69 per barel, di tengah perhatian serius terhadap pasokan sumber energi itu dari Iran. Lonjakan harga minyak mentah itu memicu aksi perburuan terhadap emas di pasar logam global. Akibatnya, harga emas menembus level US$600 per ounce, posisi tertinggi dalam 25 tahun terakhir ini. Harga emas telah naik 44,5% dalam dua tahun terakhir. Terus meningkatnya harga minyak mentah menyebabkan minat pengelola dana agresif dan spekulan terhadap emas makin besar. Pembelian emas dilakukan sebagai bentuk aksi melindungi nilai atas kenaikan harga energi dunia sekaligus untuk meredam dampak inflasi. Pasar khawatir dengan tekanan isu geopolitik. Hal itu dapat berujung pada ketidakpastian dan inflasi. Ini akan membuat harga emas sebagai sarana melindungi nilai menjadi lebih tinggi. Menyusul menguatnya harga minyak mentah dunia, pemerintah diminta menaikkan asumsi harga minyak dalam APBN 2006 dari US$55 per barel menjadi US$60 per barel untuk mengantisipasi lonjakan subsidi BBM.
  • PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) – yang menjadi koordinator pembiayaan proyek infrastruktur – akan mengalokasikan dana Rp 7 triliun untuk membiayai sejumlah proyek infrastruktur pada tahun ini. Bank Mandiri akan menjadi koordinator pembiayaan proyak jalan tol, BNK menangani sektor listrik dan energi, dan BRI membantu pembiayaan sektor perkebunan.
  • Bapepam akan meminta manajemen PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan PT Bursa Efek Surabaya (BES) untuk menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam bulan ini untuk membahas rencana penggabungan kedua bursa tersebut. Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Darmin Nasution mengatakan persetujuan penggabungan (merger) BEJ dan BES harus bisa diperoleh dalam waktu dekat, sehingga tidak mungkin menunggu RUPS tahunan yang rencananya baru akan digelar pada pertengahan Mei 2006.
  • PT Jababeka Tbk berencana mencari pinjaman dari perbankan sebesar Rp 400 miliar untuk mendukung penetrasi pasar dengan membangun rumah hunian kalangan menengah atas di atas lahan seluas 30 hektare. Emiten itu lebih memilih pinjaman bank karena prosesnya lebih cepat daripada jika menerbitkan obligasi. Selain itu, pencairannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan pendanaan yang diperlukan perseroan.
  • Lonjakan harga bahan baku akibat kenaikan harga minyak mentah tahun lalu sempat menekan laba perusahaan farmasi, tetapi secara umum indikator keuangannya masih tetap positif. Sebanyak delapan perusahaan farmasi yang telah mengumumkan laporan keuangan tahun lalu memiliki pertumbuhan aktiva, ekuitas, penjualan dan laba bersih yang positif.
  • Kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang cukup signifikan dalam dua bulan terakhir memicu investor reksa dana mengambil untung. Aksi ambil untung tersebut terjadi pada reksa dana saham dan campuran, sehingga total dana kelolaan di dua jenis reksa dana itu masing-masing merosot 19,84% dan 14,53% per akhir Maret 2006 dari Desember 2005. Data Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menunjukkan total dana kelolaan reksa dana saham per akhir Maret 2006 berkurang menjadi Rp 3,67 triliun dari Rp 4,93 triliun per akhir Desember 2005. Total dana kelolaan reksa dana campuran menurun menjadi Rp 4,61 triliun dari Rp 5,39 triliun. Dana kelolaan pada reksa dana pasar uang dan pendapatan tetap per akhir Maret 2006 masing-masing meningkat menjadi 11,21% dan 4,57% dari akhir tahun lalu. Total dana kelolaan pada reksa dana pasar uang naik menjadi Rp 2,31 triliun per akhir Maret tahun ini dari Rp 2,08 triliun pada akhir tahun lalu. Dana kelolaan reksa dana pendapatan tetap naik menjadi Rp 13,56 triliun dari Rp 12,97 triliun. Reksa dana terproteksi mencatat kenaikan dana kelolaan paling tinggi yaitu 21,87% menjadi Rp 3,67 triliun dari Rp 3 triliun. Namun, dana kelolaan pada reksa dana pendapatan tetap masih mencatat porsi terbesar dibandingkan jenis reksa dana lainnya yaitu 45,7% dari total dana kelolaan industri reksa dana Rp 28,11 triliun.
Market Reviews:
  • BEJ mulai memasuki periode konsolidasi setelah saham unggulan mengalami kenaikan tajam pekan sebelumnya. Pemodal merealisasikan keuntungan temporer terhadap saham blue chips yang kursnya sudah overbought. Terobosan itu dilakukan pemodal untuk menghindari risiko kerugian di bursa. Bagaimanapun, lonjakan indeks BEJ yang berlangsung sepanjang pekan lalu membuat mayoritas saham mahal. Kenyataan tersebut langsung disikapi pemodal dengan membuang sahamnya untuk mendapatkan keuntungan sesaat. Hal itu mengakibatkan indkes BI-40 turun tipis 0,17% pada 375,228.
  • Pelaku pasar cenderung melepas saham pilihan yang diyakini bisa mendatangkan keuntungan. Tindakan pemodal itu wajar karena secara teknis, laju pergerakan saham blue chips mulai terbatas. Bahkan sebagian saham unggulan sudah berada di teritori overbought atau jenuh beli. Penguatan rupiah yang berlanjut terhadap dolar AS kurang berdampak signifikan di BEJ. Pemodal justru mendiskon saham kapitalisasi besar guna mengamankan portofolionya di bursa. Aksi profit taking pemodal menjatuhkan indeks BEJ 3,171 poin atau 0,19% menjadi 1.360,217. Total volume saham yang berhasil diperjualbelikan mencapai 2,661 miliar unit senilai Rp 1,5 triliun. Sejak pembukaan perdagangan kemarin, saham unggulan berfluktuasi cukup tajam dan cenderung melemah.
  • Kalangan investor mendiskon saham kapitalisasi besar yang kursnya sudah mahal. Selanjutnya, mereka memburu saham unggulan lainnya yang diuntungkan penguatan rupiah atas dolar AS. Spekulasi temporer juga melanda beberapa saham lapis kedua yang berprospek baik. Hanya saja, tekanan beli atas berbagai saham pilihan itu tak mampu mempertahankan indeks di teritori positif. Bahkan koreksi tajam atas saham Gudang Garam dan Bank mandiri membuat laju IHSG tertahan. Pelaku pasar mulai selektif mengambil posisi jual beli di saham Bisnis. Kecenderungan itu wajar karena potensi kenaikan saham kapitalisasi besar makin terbatas.