Tuesday, April 11, 2006

[Bisnis] 11 April 2006

News:
  • Pendapatan negara yang didapat pemerintah dari PT Freeport Indonesia selama enam tahun, sejak 2000 sampai dengan 2005, ternyata lebih rendah US$304 juta jika dibandingkan dengan laporan setoran yang diklaim oleh perusahaan asal AS tersebut. Berdasarkan data versi pemerintah yang dilaporkan dalam Sidang Kabinet pada 20 Maret 2006, total penerimaan langsung pemerintah dari Freeport Indonesia sejak 2000 hingga 2005 mencapai US$2,1 miliar. Sementara perusahaan tambang itu mengklaim dalam kurun waktu yang sama, total penerimaan yang didapat pemerintah dari pajak penghasilan badan, royalti, dividen, pajak dan pungutan lainnya mencapai US$2,4 miliar.
  • Perusahaan pembiayaan (multifinance) PT Astra Sedaya Finance berencana menerbitkan obligasi VII senilai Rp 500 miliar pada kuartal II tahun ini dengan menunjuk tiga penjamin emisi (underwriter). Sumber Bisnis yang dekat dengan rencana ini menuturkan tiga penjamin emisi itu adalah Mandiri Sekuritas, HSBC Securities, dan Andalan Artha Advisindo Sekuritas (AAA).
  • PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) melampaui batas maksimum pemberian kredit (BMPK) karena Temasek – pengendali saham BII – mengakuisisi 50,45% saham PT Chandra Asri Petrochemical Center (CAPC). Sebelum mengakuisisi CAPC dari Formosa Plastic dan Dresdner Bank yang tuntas pada 27 Januari 2006, BII telah memberikan fasilitas L/C US$40 juta kepada perusahaan kimia itu.
  • Harga minyak mentah di New York kembali naik, karena dipengaruhi spekulasi gangguan pasokan dari Iran, menyusul ancaman pengenaan sanksi atas penelitian nuklir di negara ini. Washington Post awal pekan ini memberitakan AS berencana melakukan aksi militer untuk menekan Iran, agar negara ini mau memenuhi permintaan PBB. Aksi militer itu diperkirakan akan menaikkan harga minyak. Harga minyak di pasar international sempat naik US$4 menjadi US$70,85 per barel pada Agustus tahun lalu ketika Badai Katrina merusak fasilitas anjungan minyak lepas pantai AS di Teluk Meksiko.
  • PT Bumi Resources Tbk, eksportir terbesar batubara, telah menyewa Credit Suisse Group untuk membantu mendapatkan pinjaman US$800 juta atau setara Rp 7,2 triliun dengan asumsi kurs Rp 9.000 per US$1 untuk mencairkan surat utangnya yang diterbitkan tahun lalu.
  • PT Trimegah Securities Tbk menerbitkan surat sanggup II 2006 maksimum Rp 50 miliar untuk menambah modal kerja. Dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Jakarta Jum’at pekan lalu disebutkan surat sanggup itu didaftarkan pada 28 Maret di Kustodian Sentral Efek Indonesia. Direktur Trimegah Rosinu menyatakan surat sanggup tersebut berjangka waktu 90 hari.
Market Reviews:
  • Faktor makro ekonomi, terutama menguatnya kurs rupiah, turunnya inflasi serta stabilitas SBI berhasil mendongkrak saham pilihan Bisnis ke level signifikan. Apresiasi rupiah mencapai Rp 8.990 per dolar AS segera direspons investor dengan memburu saham blue chips di bursa. Pasalnya, penguatan rupiah yang diikuti turunnya inflasi Maret di level 0,03% secara langsung akan menggairahkan investor di pasar modal. Apalagi Bank Indonesia juga mengisyaratkan untuk mempercepat penurunan tingkat suku bunga. Hal itu diyakini pelaku pasar akan melipatgandakan nilai keuntungan di BEJ.
  • Optimisme pemodal itu tercermin dari tingginya animo beli atas saham blue chips pekan lalu. Investor tak menyiakan momentum penguatan rupiah. Sikap pemodal itu ditunjukkan lewat perburuan terhadap berbagai saham kapitalisasi besar penggerak bursa. Derasnya sentimen beli investor mendongkrak indeks BI-40 sebesar 3,38% pada 375,885 dari sebelumnya di 363,583. Total volume saham Bisnis yang diperjualbelikan 1,795 miliar unit senilai Rp 4,95 triliun. Lonjakan blue chips ikut melambungkan IHSG 40,324 poin atau 3,04% menjadi 1.363,298 dibandingkan periode sebelumnya di posisi 1.322,974.
  • Investor asing cukup antusias memburu saham unggulan untuk investasi jangka panjang. Kecenderungan tersebut bisa diamati dari net buying asing yang mencapai Rp 475 miliar. Mata uang rupiah ditutup menguat di posisi Rp 8.995 per dolar AS. Bahkan selama triwulan I 2006, nilai tukar rupiah mencapai rata-rata Rp 9.299 per dolar AS atau terapresiasi 6,9% dibandingkan akhir 2005. Penguatan rupiah juga diikuti membaiknya surplus neraca pembayaran, sehingga cadangan devisa naik menjadi US$41,1 miliar. Inflasi Maret 2006 terkendali di level 0,03%, sehingga inflasi tahunan mencapai 15,74%. Di bagian lain, suku bunga BI Rate tetap dipertahankan di level 12,75%.