Thursday, February 22, 2007

[Bisnis] 22 Februari 2007

News:
  • Induk Perusahaan tambang batubara, PT Indo Tambangraya Megah, yang dikuasai korporasi raksasa Thailand, Banpu Public Company Limited, segera melakukan penawaran perdana 20% saham (initial public offering/IPO) untuk meraup dana segar US$200 juta. Go public Indo Tambangraya, yang memiliki kepemilikan mayoritas saham di perusahaan tambang batubara di Indonesia yaitu PT Trubaindo Coal Mining, PT Indominco Mandiri, PT Kitadin Corporation, PT Bharinto, dan PT Barasentosa Lestari akan diwujudkan tahun ini. Tidak hanya di Indonesia, Banpu juga mengoperasikan tambang batubara di China dan Thailand.
  • PT Mobile-8 Telecom Tbk menggenjot jumlah obligasi yang diterbitkan dari semula Rp 550 miliar menjadi Rp 675 miliar karena jumlah permintaan melebihi nilai emisi. Direktur Pelaksana Danareksa Sekuritas Orias Petrus Moedak mengatakan suku bunga obligasi Mobile-8 ditetapkan di level 12,375%. Jumlah permintaan yang masuk melampau batas Rp 550 miliar, sehingga obligasi yang diterbitkan ditambah menjadi Rp 675 miliar. Semula, Mobile-8 menawarkan obligasi senilai Rp 550 miliar bertenor lima tahun dengan tingkat bunga 11,75% - 12,375%. Kelebihan dana Rp 125 miliar akan dialokasikan untuk keperluan modal kerja.
  • Otoritas pasar modal mulai mengkhawatirkan risiko inefisiensi industri reksa dana menyusul membanjirnya produk baru di pasar awal tahun ini yang dapat melebihi kemampuan penyerapan pasar. Hingga kini, tercatat ada 90 manajer investasi (MI) yang telah mengajukan produk baru reksa dana dengan total produk mencapai 396 buah. Melimpahnya reksa dana itu yang terjadi di tengah ketidaksiapan pasar dikhawatirkan memicu praktik persaingan tidak sehat yang dapat merugikan MI.
  • Menneg BUMN Sugiharto sempat menyatakan tidak setuju untuk melepas 5,31% saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) pada Desember tahun lalu di level harga Rp 11.300, meski akhirnya saham BUMN dilego pada Rp 11.350 per saham. Harga jual itu diskon 16,54% dari level tertingginya Rp 13.600 pada Agustus 2006. Keputusan tidak menyetujui divestasi saham itu tertuang dalam risalah rapat koordinasi yang digelar di gedung Danareksa pada 14 Desember 2006.