Monday, December 19, 2005

[Bisnis] 19 Desember 2005

  • Para menteri dari 149 anggota WTO sedikit menyelamatkan kegagalan pembicaraan selama seminggu, karena hanya menghasilkan kesepakatan sementara berupa pemberian subsidi ekspor pertanian sampai 2013 dan pembukaan pasar lebih lebar bagi negara miskin di negara maju.
  • Deklarasi Hong Kong:
    • Menyangkut kepastian penghapusan subsidi ekspor Uni Eropa, ditentukan batas waktu pada 2013.
    • Dalam hal akses pasar, adanya kemajuan dalam persentase tarif (ad valorem), dimana akan diadopsi empat bands struktur pemotongan tarif.
    • Negara berkembang memiliki fleksibilitas untuk mendisain sendiri produk pertanian yang termasuk dalam produk perlakuan khusus (SP).
    • Negara berkembang juga dapat menerapkan Special Safeguard Mechanism (SSM) berdasarkan jumlah impor sebagai pemicu maupun harga.
  • Putera Sampoerna diketahui membentuk konsorsium dengan kelompok Panin untuk membeli 100% saham PT Kiani Kertas.
  • PT Aqua Golden Mississippi Tbk mengajukan permintaan penurunan batas kuorum dalam rapat umum luar biasa pemegang saham (RULBPS) ketiga perseroan yang akan digelar besok menjadi 30%, terkait dengan rencana perusahaan air minum kemasan tersebut untuk menjadi perusahaan tertutup.
  • PT Astra Graphia Tbk hingga kini telah membeli kembali (buyback) surat utang perusahaan hingga Rp 32 miliar atau 21,3% dari nilai yang diterbitkan Rp 150 miliar.
  • Bapepam meminta auditor laporan keuangan PT Great River International Tbk periode 2004 diganti karena sedang dalam proses penyidikan. Auditor laporan keuangan tahunan 2003 emiten garmen itu adalah Justinus A. Sidharta dari KAP Drs. Johan, Malonda & Rekan.
  • PT Darya-Varia Laboratoria Tbk membukukan kenaikan laba bersih sekitar 32% pada triwulan ketiga ini dibanding periode yang sama tahun 2004. Sementara itu, penjualan bersih Darya-Varia dalam sembilan bulan ini juga lebih tinggi dibanding tahun lalu dengan kenaikan sebesar 23% menjadi Rp 389,47 miliar. Pada triwulan ketiga tahun lalu penjualan bersih perseroan sebesar Rp 315 miliar.
  • Sentimen jual pemodal menghambat pergerakan saham Bisnis ke tingkat lebih tinggi. Pelaku pasar cenderung merealisasikan keuntungan temporer di bursa. Hal itu akibat lonjakan kurs saham blue chips yang sudah terlampau tajam. Bahkan berkurangnya insentif positif ikut mendorong pemodal mengamankan portofolionya. Selain itu, melemahnya kurs rupiah atas dolar turut menjatuhkan saham pilihan pekan lalu. Indeks BI-40 melemah 1,49% di 306,217 dari sebelumnya di titik 310,849. Total volume saham Bisnis yang diperjualbelikan 1,42 miliar unit senilai Rp 3,73 triliun.
  • Kalangan investor cukup agresif mendiskon sahamnya, terutama saham unggulan yang kursnya mahal dan overbought. Pelepasan saham tersebut dimaksudkan untuk menghindari risiko kerugian. Di samping itu, tekanan jual pemodal juga bertujuan membeli kembali di harga yang lebih murah. Berbagai saham kapitalisasi besar yang sudah jenuh beli segera dilepas investor. Koreksi teknikal pada bigshare tadi ikut menyeret kejatuhan indeks BEJ 16,642 poin atau 1,43% menjadi 1.143,426 dibanding sebelumnya di 1.160,068. Meski begitu, perdagangan berlangsung marak dan bergairah.
  • Disisi lain, pemodal juga mulai mewaspadai pelemahan rupiah atas dolar AS belakangan ini. Ada indikasi, tren apresiasi rupiah akan segera berakhir pasca naiknya lagi suku bunga Fed menjadi 4,25% pekan lalu. Begitu juga meningkatnya permintaan dolar AS di akhir tahun berpotensi menghambat penguatan rupiah di pasar valuta asing. Kenyataan tersebut pada akhirnya akan berimbas ke pasar modal dimana harga saham akan terkoreksi. Apalagi harag minyak dunia kembali melonjak di level US$69 per barel. Kenaikan harga minyak tadi langsung diantisipasi pemodal dengan mengamankan portofolionya.
  • Realitas tersebut menyulut investor melepas kembali sahamnya di BEJ sehingga koreksi indeks pun tak terelakan. IHSG bahkan gagal menembus level psikologis 1.185 pada akhir pekan lalu. Tak dapat diingkari transaksi saham minggu lalu berlangsung marak dan bergairah. Bahkan harga saham maupun indeks mengalami kenaikan sembilan hari berturut-turut, yakni dari transaksi 1 – 9 Desember 2005. Selama periode tersebut, asing juga membukukan net buying lebih dari Rp 1 triliun. Mata uang rupiah sempat menguat hingga Rp 9.600 per dolar AS.